scentivaid mycapturer thelightindonesia

5 Mei, Hari Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah)

5 Mei, Hari Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah)

Hari Pendidikan Islam Hari Pendidikan Islam Hari Pendidikan Islam Hari Pendidikan Islam

Oleh: Rozal Nawafil

Bulan Mei merupakan bulan penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penepatan Hardiknas ini mengacu pada tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Nasional Raden Mas Suryadi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantara pendiri Taman Siswa yang juga Menteri Pengajaran (Pendidikan) RI pertama.

Tanggal 17 Mei juga diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Kemudian pada 20 Mei diperingati juga Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang menandai geliat awal gerakan aktivis cendikia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Rentetan momentum inilah yang mendasari Kemendikbud menetapkan bulan Mei sebagai bulan pendidikan dan kebudayaan.

Bagi masyarakat Tarbiyah-PERTI atau Jama’ah Persatuan Tarbiyah Islamiyah, bulan Mei tidak hanya diperingati sebagai bulan Pendidikan Nasional namun lebih dari itu juga merupakan bulan Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah). Tepatnya tanggal 5 Mei adalah tarikh berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah sebuah organisasi besar Islam yang bergerak dalam pendidikan, dakwah dan amal sosial.

Pada 5 Mei 1928 atau bertepatan dengan 15 Zulqaidah 1349 H, Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung sebagai upaya memodernisasikan sistem pendidikan Islam di Sumatera kala itu yang kemudian memicu berdirinya MTI-MTI lainnya di berbagai daerah.

Baca Juga: Pasang-Surut PERTI di Pusaran Situasi Sosial-Politik

Pada 19-20 Mei 1930, Inyiak Canduang mengumpulkan ulama-ulama yang juga pimpinan-pimpinan MTI dan surau untuk bermusyawarah dan bermufakat dalam kongres pertama MTI yang hasilnya diantaranya adalah membentuk organisasi Islam Ahlussunah wal Jama’ah Asysyafiiyah dengan nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan menetapkan 5 Mei 1928 sebagai hari lahir Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

Dan tepat 5 Mei 2021 ini, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-PERTI) telah memasuki usianya yang ke-93 tahun. Usia yang tergolong tua bahkan sepuh sebagai organisasi Islam dan bahkan disebut merupakan ormas Islam terbesar ke-tiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah.

Dalam usianya yang sepuh itu, Persatuan Tarbiyah Islamiyah telah banyak mewarnai sejarah perkembangan dunia pendidikan dan kebudayaan Islam di Indonesia.

Tidak hanya menaungi MTI atau sekolah-sekolah Islam di berbagai daerah. Gagasan dan tulisan para pengurus dan jama’ah Persatuan Tarbiyah Islamiyah juga turut mewarnai perkembangan pendidikan dan kebudayaan Islam. Salah satunya adalah tulisan mantan Ketua Umum Persatuan Tarbiyah Islamiyah Buya K.H. Sirajuddin Abbas berjudul 40 Masalah Populer yang telah menjadi bacaan wajib santri Pondok Pesantren di seluruh Indonesia.

Tidak hanya berjuang memajukan pendidikan Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah juga berjuang  mengembalikan ruh kebudayaan dengan mendasarkan ke-Tarbiyah Islamiyah-annya dengan tetap melestarikan dan menguatkan harmoni antara adat budaya dengan hukum syarak dalam artian menyelenggarakan kehidupan adat yang bersendikan syariat Islam. Sehingga berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah juga dapat dimaknai sebagai momentum penguatan kembali Kebudayaan Islam. Oleh karenanya tidak salah menyebut bulan Mei yang merupakan bulan lahirnya Persatuan Tarbiyah Islamiyah sebagai bulan Pendidikan dan Kebudayaan Islam.

Tarbiyah-Perti awalnya merupakan satu-satunya ormas Islam di Indonesia yang mengusung kata Tarbiyah sebagai identitasnya. Namun belakangnya juga muncul gerakan kaum muda yang menggunakan platform yang sama namun memiliki misi yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan Tarbiyah-Perti. Jika Tarbiyah-Perti berjuang membangun diskursus Islam tanpa mesti membuang kemaslahatan adat budaya di dalamnya namun gerakan baru tersebut malah berupaya menghilangan ruh kebudayaan dan mengesernya kepada pengeksklusifan paradigma Islam Timur Tengah bahkan berupaya merebut hegemoni kekuasaan.

Penamaan Tarbiyah dalam gerakan mereka ini secara tidak langsung turut mencederai nama Tarbiyah bahkan menciptakan anggapan identitas Tarbiyah merupakan identitas penghancur adat budaya yang bersendikan hukum Islam dan merusak tembok nasionalisme (hubbul wathan) dan multikulturalisme Indonesia.

Jika diteliti kesalahan gerakan mereka didasari oleh kesalahan dalam memilih guru (murabbi). Salah satu tokoh sentral pionir ghirah pergerakan mereka bahkan tidak memiliki background pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) atau tidak memiliki guru yang kompeten. Padahal peran guru sangat penting dalam pendidikan khususnya pendidikan Islam. Karena guru bukan hanya sumber pengetahuan (shahibul ‘ilm), namun juga sebagai sumber kebijaksanaan (shahibul hikmah).

Oleh karenanya para ulama salaf sering berpesan agar sebelum mempelajari ilmunya ulama yang pertama harus dipelajari adalah adab nya para ulama. Gerakan yang didasari pemahaman agama yang keliru dari guru yang tidak berkompeten dan tidak bersanad malah mencederai makna lughawi kata tarbiyah itu sendiri.

Secara morfologis, istilah Tarbiyah adalah bentuk nomina (mashdar) dari pentasrifan rabba, yurabbi, tarbiyatan yang berarti pendidikan. Kata tarbiyah juga dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja (fi’il) yang berbeda, yakni:

Rabaa-yarbuu yang bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
Rabiya-yarbaa yang bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.

Rabba-yarubbu yang bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).

Kata tarbiyah ini sangat istimewa karena berakar pada konsep paling sentral dalam teologi Islam, yaitu Rabb (Tuhan). Selain Rabb, dalam Islam, konsep Tuhan juga dikenal melalui istilah Ilah. Jika Ilah merujuk pada konsep Tuhan yang “pasif,” yaitu sebagai Yang Disembah, maka Rabb adalah konsep Tuhan yang lebih “aktif,” yaitu sebagai pengatur dan pencipta.

Secara leksikal dapat segera disimpulkan bahwa konsep pendidikan sangat erat dengan konsep Tuhan sebagai pengatur dan pencipta. Pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya manusia memahami karya, sifat, maupun perilaku Tuhan. Wahyu pertama yang juga diturunkan pada bulan Ramadhan secara implisit menjelaskan esensi pendidikan. Itu adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5:

Bacalah dengan asma Rabb (Tuhan) mu yang telah menciptakan, Ia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Rabb mu lah yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan manusia dengan qalam, Ia mengajarkan apa yang manusia tidak ketahui.

Ayat-ayat tersebut mengindikasikan tiga aspek dasar pendidikan: tujuan,substansi, dan metode pendidikan. Pertama, dalam hal tujuan, ayat-ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa episentrum dari semua proses pendidikan (Tarbiyah) adalah pengenalan akan Tuhan (Rabb): eksistensi-Nya sebagai pencipta, proses penciptaan yang Ia lakukan, dan sifat-Nya yang Maha Pemurah (selain sifat-sifat mulia lainnya).

Kedua, secara substansi, ada dua hal yang semestinya dikandung dalam pendidikan: ilmu pengetahuan dan akhlak. Kita diperintahkan membaca dan meneliti ciptaan Tuhan, terutama ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia. Ini adalah aspek ilmu pengetahuan. Selain itu, Tuhan juga menunjukkan diri-Nya sebagai yang Maha Pemurah. Ini adalah pelajaran tentang akhlak, karena manusia juga dituntut untuk meniru akhlak Tuhan dalam batas-batas kemanusiannya (takhalluq bi akhlaq-i-llah).

Baca Juga: Sejarah PERTI Dilihat dari Aceh

Ketiga, mengenai metode, jelas disebutkan pendidikan ditempuh dengan dua cara: membaca (qira’ah) dan mengajar (ta’lim). Dua acara ini semestinya dilakukan secara berurutan. Pendidikan harus didahului dengan membaca, bahkan perintah “membaca” ini diulang dua kali. Membaca dalam hal ini bisa bermakna denotatif dalam arti membaca tulisan atau bermakna simbolik yang berarti mengamati atau memikirkan tentang ciptaan Tuhan.

Dengan konsep Tarbiyah tersebut mari kita tarbiyahkan islamiyah kita dan kita islamiyahkan tarbiyah kita. Demikian pula mentarbiyah hati-hati kita agar senantiasa hati kita dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita bersyukur pada peringatan Hari Lahirnya Persatuan Tarbiyah Islamiyah kali ini tidak hanya bertepatan dengan Bulan Pendidikan dan Kebudayaan namun juga bertepatan dengan Bulan Ramadhan yang merupakan Syahrut Tarbiyah. Oleh karenanya marilah jadikan momentum Hari Lahir Persatuan Tarbiyah Islamiyah ke-93 dan momentum ramadhan sebagai madrasah bagi kita untuk kembali bersemangat belajar, mendidik, menempa iman dan memberikan kemashlahatan bagi ummat agar kita dapat menggapai derajat taqwa dan mencapai keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Rozal Nawafil bin Nawawi
Rozal Nawafil Penulis merupakan ASN alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Blangpidie yang diamanahkan menjadi Ketua Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (PB KMTI), Wakil Ketua PD OPI Aceh, Sekretaris Balitbang Aceh Culture and Education dan anggota Bidang Informasi, Komunikasi dan Penerbitan PC PERTI Aceh Barat Daya