scentivaid mycapturer thelightindonesia

Abu Ibrahim Woyla; Ulama Sufi Aceh dan Sanad Keilmuannya

Abu Ibrahim Woyla; Ulama Sufi Aceh dan Sanad Keilmuannya
Foto: Abu Ibrahim Woyla/Dok. Penulis

Beliau berasal dari Pasi Aceh Woyla Aceh Barat. Abu Ibrahim Woyla diperkirakan lahir tahun 1919. Dalam pengembaraan kesufiannya, beliau mengawali masa belajarnya kepada salah seorang ulama besar Blangpidie yang berasal dari Lhoknga yaitu Abu Syech T. Mahmud bin T. Ahmad Lhoknga atau yang dikenal dengan Abu Syech Mud Blangpidie. Kepada Abu Syech Mud, Abu Ibrahim Woyla belajar lebih kurang dua belas tahun. Selain Ibrahim Woyla, murid Abu Syech Mud lainnya seperti Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy, Abu Calang Muhammad Arsyad, Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Syekh Muhammad Bilal Yatim, Abu Jakfar Lailon, Abu Imam Syamsuddin, Abu Ghafar Lhoknga dan para ulama lainnya. Abu Syech Mud sendiri, selain dikenal dengan kealimannya, beliau juga seorang ulama yang memaknai kehidupannya dengan pengamalan ilmu tasawuf.

Setelah menyelesaikan pengajian kepada Abu Syech Mud, Abu Ibrahim Woyla juga pernah belajar kepada beberapa ulama lainnya seperti kepada Abu Muhammad Arsyad. Abu Muhammad Arsyad ini dikenal dengan Abu Calang murid dari Abu Kruengkalee dan Abu Syech Mud. Sedangkan ilmu Tarekat, Ibrahim Woyla memperdalam kepada Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy setelah pulang beliau belajar dari Minangakabu pada era empat puluhan. Setelah belajar kepada beberapa ulama, Abu Ibrahim kemudian mendalami kajian tasawuf secara mendalam. Setelah menjadi seorang yang alim, beliau diberikan anugerah kewalian.

Baca Juga: Abuya Muhibbuddin Waly al-Khalidy Sayyidul Mursyidin ‘Trah’ al Waliyah al Khalidiyah

Tidak terhitung cerita-cerita yang beredar di masyarakat tentang kelebihan dari ulama sufi Ibrahim Woyla. Bahkan al Marhum Gus Dur pernah menyebutkan bahwa Sufi seperti Abu Ibrahim Woyla cuma ada satu orang lagi yaitu di Sudan. Ibrahim Woyla pernah berjumpa dengan Gus Dur, sebagaimana ditulis dalam autobiografi Kiai Abdurrahman Wahid. Bahkan penulis pernah melihat Ibrahim Woyla yang membagi-bagikan uang kepada siapapun yang meminta tanpa terkecuali dan beliau tidak melihat berapa jumlah yang diberikan. Di kesempatan lain juga cerita yang telah jamak diketahui bahwa Ibrahim Woyla mampu menempuh jarak ribuan kilometer dengan waktu yang cepat hanya dengan berjalan kaki.

Namun ada sebuah keistimewaan lainnya, bahwa Ibrahim Woyla sering memberi isyarat terhadap peristiwa-peristiwa besar yang akan terjadi. Bukan beliau mengetahui yang ghaib, tapi itulah firasat jernih yang diberikan oleh Allah SWT kepada para hamba-hambaNya. Karena Ibrahim Woyla lidah dan hatinya tidak pernah kosong dari mengingat Allah SWT. Beliau sedikit bicara, kalau pun ingin menyampaikan sesuatu hanya dengan sedikit kata-kata dan isyarat sekadar saja. Semasa hidupnya, Ibrahim Woyla telah mengayomi masyarakat dengan munajat dan do’anya. Setelah beliau berpulang, hampir tidak pernah terdengar sufi pengembara seperti beliau.

Ada beberapa pelajaran penting dari kehidupan Sufi Aceh tersebut, di antaranya: Abu Ibrahim Woyla mengawali derajat kesufian beliau melalui ilmu dan beliau berguru kepada para ulama. Kedua; sampainya beliau kepada derajat sedemikian rupa dengan mujahadah yang benar, dimana beliau telah menghabiskan banyak waktunya untuk mengembara seraya berzikir mengagungkan asma’ Allah SWT, ketiga; ada sisi kedermawanan pada diri Abu Ibrahim Woyla yang mau memberi kepada siapapun yang meminta. Keempat; beliau tidak lagi cinta kepada dunia. Karena seorang yang telah sampai pada derajat kasyaf yang hakiki, maka pujian dan cacian bagi mereka sama. Antara batu dan permata bagi mereka tidak berbeda. Kelima; Abu Ibrahim Woyla memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada siapapun tidak melihat kepada unsur ras, golongan dan lain-lain. Bagi beliau semuanya adalah makhluk Allah SWT yang layak dan patut diberikan kasih sayang.

Baca juga: Teungku Peukan Blangpidie: Ulama Karismatik dan Pemimpin Para Pejuang Blangpidie

Banyak pelajaran berharga lainnya dari kehidupan Sufi Besar Aceh tersebut. Karena membaca perjalanan hidup Abu Ibrahim Woyla adalah membaca perjalanan sufi-sufi yang kita baca kehidupan mereka seperti dongeng, namun benar adanya. Wallahua’lam.

Setelah kiprah yang besar dan luas, wafatlah Abu Ibrahim Woyla di tahun 2009 dalam usia 90 tahun.[] Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary
Ketua STAI al Washliyah Banda Aceh; Pengampu Pengajian Rutin TAFITAS Aceh; dan Penulis Buku Membumikan Fatwa Ulama