Mahmud Usman Pucok Alue
Beliau adalah ulama yang lahir sekitar tahun 1897 di Desa Pucok Alue Simpang Ulim Aceh Timur. Sebagian masyarakat mengenalnya dengan sebutan Abu Rawang, nisbat kepada dayah yang beliau dirikan di Rawang Keumeude sepulang menuntut ilmu di Ie Leubue pada tahun 1925, dan salah satu muridnya yang dikenal adalah Professor Teungku Ismail Jakub yang pernah belajar kepada Abu Rawang rentang waktu 1928-1931 sebelum Teungku Ismail Jakub belajar ke Normal Islam Padang.
Mengawali pendidikannya Teungku Mahmud Usman Pucok Alue belajar langsung dasar-dasar keilmuan dari orang tuanya yang juga seorang yang dikenal taat dalam beragama. Teungku Mahmud Usman kemudian merantau ke Siem Aceh Besar untuk belajar langsung kepada ulama yang baru menyelesaikan pendidikannya di Makkah yaitu Syekh Haji Hasan Kruengkalee. Teungku Mahmud Usman Pucok Alue atau Abu Rawang merupakan generasi pertama dari didikan Abu Kruengkalee. Kemungkinan besar beliau segenerasi dengan Abu Sulaiman Lhoksukon, Abu Rasyid Samlako, Abu Ishaq Ulee Titi, dan rentang waktu 1916-1920 Abu Syekh Mud juga belajar kepada Abu Haji Hasan Kruengkalee. Karena setelah 1920, Abu Syekh Mud mematangkan keilmuannya di Yan Kedah Malaysia, belajar kepada Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan yang dibantu oleh guru yang lain seperti Teungku Chik Oemar Diyan.
Baca Juga: Abuya Tanah Merah; Ulama Karismatik dan Guru Besar Masyarakat Singkil dan Subulussalam
Teungku Mahmud Usman Pucok Alue belajar kepada Abu Haji Hasan Kruengkalee sekitar tujuh tahun. Disebutkan bahwa Syekh Hasan Kruengkalee mengajarkan kepada murid-muridnya berbagai macam kitab dalam Mazhab Syafi’i. Selain itu, Abu Kruengkalee juga tokoh Tarekat Haddadiyah yang beliau terima ijazah dari gurunya Syekh Hasan Zamzami Makkah. Abu Kruengkalee juga berguru kepada Syekh Sayyid Ahmad, anaknya Syekh Sayyid Bakhri Syatta. Abu Kruengkalee menetap di MAkkah selama tujuh tahun rentang waktu 1909-1916. Sebelum ke MAkkah Abu Kruengkalee telah belajar secara mendalam kepada Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan, ulama yang berasal dari Ie Leubeue Pidie.
Setelah menimba ilmu di Dayah Kruengkalee, Abu Rawang kemudian belajar selama dua tahun di Dayah Ie Leubeue Pidie, dan diantara teman sepengajiannya adalah Teungku Muhammad Daud Beureueh yang kemudian menjadi pemimpin berpengaruh di Aceh. Antara Teungku Muhammad Daud Beureueh dan Teungku Mahmud Usman Pucok Alue memiliki beberapa kesamaan, prinsip dan cara beragama. Kedua-duanya dikenal sebagai figur tegas dan karismatik.
Setelah menjadi seorang yang alim, Teungku Mahmud Usman Pucok Alue membangun sebuah dayah di Desa Rawang Keumeude sehingga masyarakat menyebut beliau dengan sebutan Abu Rawang. Mulai tahun 1925 sampai 1931 beliau menjalankan sistem pendidikan dengan metode dayah tradisional. Namun pada tahun 1931 beliau kemudian memodernkan lembaganya dengan membuat sebuah Madrasah yang bernama Madrasah Adabiyah karena pada tahun yang sama Abu Ujong Rimba dan Abu Beureueh juga mendirikan Madrasah Adabiyah.
Pada tahun 1946 ketika dibentuk jawatan keagamaan di Aceh Timur, maka Abu Rawang yang kemudian ditunjuk sebagai Ketua Jawatan Keagamaan Aceh Timur. Beliau juga terlibat dalam kepengurusan PUSA Aceh yang diketuai oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dan para ulama pembaharuan yang lain seperti Teungku Abdurrahman Meunasah Meucap, Teungku Abdul Wahab Seulimum, Teungku Haji Abdul Hamid Samalanga dan ulama lainnya.
Karena kedekakatan beliau dengan Teungku Muhammad Daud Bereueh, pada tahun 1953 beliau ikut dalam pemberontakan DI/TII. Dan beliau diangkat sebagai Qadhi DI. Namun satu tahun kemudian beliau memilih mengasingkan diri karena ada orang yang terbunuh tanpa sepengetahuan beliau. Sehingga disebutkan satu tahun berikutnya beliau mengalami depresi berat bahkan dalam keadaan yang demikian beliau mengasingkan diri dan tidak pulang kampung. Sekitar tahun 1966, atas inisiatif tokoh masyarakat dan para ulama Simpang Ulim beliau dijemput kembali dari tempat beliau mengasingkan diri. Tahun 1967 beliau kembali berkiprah mendidik umat. Bahkan tahun 1969 beliau menggagas berdirinya Masjid Simpang Ulim.
Baca Juga: Abu Nashruddin Daud: Ulama Mujahid yang Hidup Sederhana dan Dermawan
Disebutkan beliau termasuk tokoh dan ulama berpengaruh di Simpang Ulim selain ulama besar Abu Daud Lhoknibong. Setelah berkiprah secara luas untuk masyarakatnya, pada tahun 1980 dalam usia 83 tahun wafatlah ulama karismatik tersebut.[] Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
Leave a Review