Beliau lahir di Seuneudon Aceh Utara pada tahun 1945. Selain Abu Panton, di Seuneudon lahir banyak para ulama karismatik Aceh seperti Abu Syihabuddin Syah Keumala, Abu Seuriget, Abu Karimuddin Alue Bili dan para ulama lainnya. Semenjak kecil ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan memiliki daya nalar yang tinggi.
Mengawali masa belajarnya, Abu Panton berguru langsung kepada Ayahnya Teungku Bardan yang juga seorang teungku dan alim. Kemudian mulailah beliau memasuki sekolah umum di desanya. Dalam masa belajarnya yang baru beberapa tahun, terjadilah konflik di tahun 1953 dimana para belajar tidak bisa belajar secara normal. Hanya beberapa tahun beliau berada di sekolah dasar, karena suasana konflik yang belum mereda, ia kemudian memilih belajar di kampung halamannya.
Memasuki usia 15 tahun, tepatnya tahun 1960 mulailah Abu Panton merantau untuk menimba ilmu pengetahuan agama di berbagai dayah, diawali dengan Dayah Aron yang dipimpin oleh Abi Syafi’i Aron yang merupakan menantu Abu Hasballah Meunasah Kumbang, beliau mulai serius mempelajari kitab-kitab. Selama dua tahun beliau menetap di dayah tersebut belajar dengan tekun dan penuh semangat.
Merasa masih dangkal ilmunya, Abu Panton kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Idi Cut dimana beliau telah mampu menguasai ilmu pada derajat tsanawiyah dan telah mulai masuk ke derajat aliyah, di Dayah Idi Cut Abu Panton hanya menetap sekitar dua tahun. Setelah sekitar lima tahun beliau belajar di dayah-dayah tersebut, tepatnya di tahun 1965 beliau berguru langsung kepada seorang ulama yaitu Abu Abdul Aziz Samalanga atau yang dikenal dengan sebutan Abon Samalanga.
Abu Panton muda adalah pribadi yang cerdik dan pintar, karena telah belajar di beberapa dayah sebelumnya, beliau tidak lama berada di kelas lima dan enam. Melihat kemajuan ilmunya yang pesat, maka beliau pun dimasukkan ke kelas yang langsung diajarkan oleh Abon Samalanga, dimana sebelumnya beliau belajar di kelas Abon Teupin Raya dan kelasnya dewan guru senior Dayah Mudi Mesra. Adapun dewan guru senior seperti Abu Kasim Tb, Abu Kuta Krueng, Abon Teupin Raya, Abu Daud Lueng Angen dan para ulama lainnya. Sedangkan yang mengaji di kelas Abon adalah semua dewan guru senior yang telah mulai mengajar di Mudi Mesra Samalanga.
Abu Panton langsung diberikan kelas untuk mengajar oleh Abon Samalanga. Sehingga diantara murid-murid Abon yang kemudian menjadi ulama karismatik Aceh adalah Abu Mudi Samalanga dan Waled Nuruzzahri Samalanga dan para ulama lainnya.
Disebutkan, semasa mengajar malam untuk santri kelas lima, Abu Panton sangat rajin muthala’ah kitab hingga larut malam. Disebutkan dalam sebuah cerita yang disampaikan langsung oleh Abu Panton pada Haul Abon Samalanga, pertemuan Haul terakhir yang beliau ikuti karena tidak lama setelahnya beliau wafat.
Pernah di suatu malam kata beliau, ketika sedang muthala’ah sebuah kitab yang mengupas berbagai Mazhab tentang pembahasan nikah terkhusus mengenai Bab Thalak. Maka saking mengantuk tertidurlah Abu Panton dengan Kitab yang masih di tangan beliau dan diletakkan di dadanya. Abon Samalanga, kemudian telah berada duduk di samping Abu Panton yang tertidur. Tengah malam Abu Panton terbangun dan melihat ada gurunya duduk di samping beliau seraya bertanya mengenai kitab apa yang sedang dimuthala’ah, maka beliau menyebut nama kitab tersebut dan menyebutkan pula pendapat yang ada di dalam kitab tersebut tentang hal yang sedang dibacanya. Ketika mendengar ucapan beliau, mulailah Abon Samalanga yang alim besar itu menjelaskan pandangan dan penjelasan sebenarnya mengenai persoalan yang sedang dibahas hingga sampai ke penjelasan yang Abu Panton belum mampu mencernannya ketika itu. Kesimpulan Abon Samalanga bahwa pendapat pengarang tersebut keliru.
Setelah peristiwa malam tersebut, puluhan tahun sesudahnya setelah selesai mengaji selama sepuluh tahun belajar dan mengajar di Dayah Mudi Mesra, dan setelah berkiprah menjadi ulama dan Pimpinan Dayah Malikussaleh Panton, suatu hari berangkatlah Abu Panton untuk melaksanakan ibadah haji. Dan setelah pelaksanaan haji, beliau sengaja singgah di beberapa toko kitab untuk membeli beberapa kitab yang penting sebagai rujukan. Maka tertariklah beliau dengan sebuah Kitab yang berjudul Kitab Zurqani yang merupakan ulasan untuk salah satu kitab dalam Mazhab Imam Malik, maka karena keingintahuan beliau membaca di Bab Talak, dan betapa terkejut bahwa apa yang beliau baca dalam kitab Zurqani sama persis seperti yang dijelaskan oleh gurunya Abon Samalanga puluhan tahun yang lalu sebelum beliau menjadi seorang ulama dan pimpinan pesantren.
Kehadiran Abu Panton dalam iklim Aceh juga sangat penting, mengingat beliau merupakan seorang ulama yang memiliki ide-ide yang cemerlang untuk kemaslahatan umat. Para ulama Aceh umumnya melihat beliau sebagai sosok dan figur ulama yang senantiasa menghadirkan solusi dalam banyak hal. Sehingga tidak mengherankan bila semasa hidupnya beliau selalu diminta pandangannya dalam banyak hal dalam mengambil kebijakan pemerintah. Maka para pejabat, politisi, pimpinan ormas dan masyarakat luas dari berbagai lapisan sering datang ke beliau untuk bertanya banyak hal mengenai solusi yang harus diambil.
Baca Juga: Professor Teungku Abu Bakar Aceh; Ulama dan Ilmuwan Aceh Kontemporer
Karena begitu banyak ide dalam penyelesaian berbagai konflik, sehingga pikiran-pikiran cemerlang tersebut telah dibukukan dalam judul “Resolusi Konflik Dalam Islam”, sebuah buku yang ditulis oleh para cendekia dari pikiran sang ulama yang bijaksana.
Setelah berbagai kiprah untuk masyarakat Aceh yang dilakukan oleh Abu Panton dalam berbagai bidang dengan segenap pengabdian yang tulus, wafatlah ulama tersebut di tahun 2013.[] Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
Leave a Review