Abu Tu Muhammad Amin Blang Blahdeh lahir dari keluarga ulama dan pemuka masyarakat. Ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah adalah ulama, tokoh masyarakat dan pemimpin dayah di Blang Blahdeh Jeumpa, Bieuren. Semenjak kecil Abu Tumin telah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama dan pengawal agama masyarakat Aceh. Mengawali pengembaraan ilmunya, Abu Tumin pernah mengecap pendidikan umum pada masa Belanda selama tiga tahun. Setelah kemerdekaan, Abu Tumin dalam usianya 12 tahun dimasukkan ke Sekolah Rendah Islam yang dikenal dengan SRI, sekolah yang memiliki bahan ajaran yang memadai dalam bidang agama.
Sambil bersekolah di SRI, Abu Tumin juga belajar langsung pada ayahnya ilmu-ilmu keislaman, terutama dasar-dasar kitab kuning dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf. Selama lebih kurang tiga tahun Abu Tumin belajar dengan sungguh-sungguh kepada ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah yang juga ulama, telah memberikan bekal ilmu yang memadai untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pada usianya 15 tahun, mulailah Abu Tumin belajar dari satu dayah ke dayah lainnya hingga berakhir di Dayah Darussalam Labuhan Haji dengan gurunya Syekh Muda Waly al-Khalidy.
Abu Tumin pernah belajar beberapa bulan di Dayah Darul Atiq Jeunieb yang dipimpin oleh Abu Muhammad Saleh Jeunieb yang merupakan ayah dari Teungku Haji Abdul Aziz Samalanga atau yang dikenal dengan Abon Samalanga. Setelah beberapa bulan di Dayah Jeunieb, Abu Tumin kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Samalanga dalam beberapa bulan juga, kemudian beliau belajar di Dayah Meuluem Samalanga selama satu tahun, dan terakhir di Dayah Pulo Reudep yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Pulo redup selama tiga tahun. Maka dengan bekal ilmu yang memadai dari guru-guru itulah yang mengantarkan Abu Tumin muda dalam usianya 20 tahun berangkat ke Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan pada tahun 1953.
Baca Juga: Teungku Syiah Kuala: Pemuka Ulama Aceh
Selain Abu Tumin, di tahun 1953 beberapa ulama lainnya juga tiba di Labuhan Haji untuk belajar pada Abuya Syekh Muda Waly. Karena umumnya teungku-teungku yang belajar kepada Abuya, telah memiliki ilmu yang memadai sebelum belajar ke Abuya, sehingga bisa duduk di kelas “Doktor” Bustanul Muhaqiqin dengan mengaji Kitab-kitab besar dalam Mazhab Syafi’i seperti Kitab Tuhfah dan kitab lainnya. Di antara para ulama yang datang di tahun 1952 dan 1953 adalah Abu Abdullah Tanoh Mirah yang kemudian mendirikan Dayah Darul Ulum Tanoh Mirah yang dikenal dengan kealimannya dalam bidang ushul fikih. Ulama lainnya adalah Abon Abdul Aziz Samalanga yang kemudian melanjutkan kepemimpinan Dayah Mudi Mesra setelah wafat mertuanya Abu Haji Hanafiyah Abbas yang dikenal dengan Teungku Abi. Abon Abdul Aziz Samalanga dikenal ahli dalam ilmu mantik atau ilmu logika. Sedangkan Abu Keumala datang lebih awal ke Dayah Darussalam Labuhan Haji, dan Abu Keumala dikenal ahli dalam ilmu tauhid, mengabdikan ilmunya di Medan Sumatera Utara hingga wafatnya di tahun 2004.
Selain menjadi murid Abuya Syekh Haji Muda Waly di Darussalam, Abu Tumin juga telah dipercaya untuk mengajarkan para santri lain yang berada pada tingkatan tsanawiyah, karena beliau disebutkan mengajar santri di kelas 6 B, adapun di kelas 6 A diajarkan langsung oleh Abuya Muhibbudin Waly, sedangkan Abuya Syekh Muda Waly mengajar kelas dewan guru. Ketika di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin sekelas dengan Abu Hanafi Matang Keh, Teungku Abu Bakar Sabil Meulaboh dan Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok. Adapun Abu Abdullah Tanoh Mirah dan Abon Samalanga lebih senior satu tingkat di atasnya.
Abu Tumin belajar dan mengajar di Labuhan Haji selama 6 tahun, beliau juga murid khusus di kelas Bustanul Muhaqqiqin belajar langsung kepada Abuya Haji Muda Waly. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian memohon izin kepada gurunya untuk pulang kampung pada tahun 1959 untuk mengabdikan ilmunya. Sedangkan temannya seperti Abon Samalanga pulang kampung setahun sebelumnya pada tahun 1958 dan Abu Tanoh Mirah pulang di Tahun 1957. Karena umumnya murid-murid Abuya yang datang di atas tahun 1952 dan 1953 pulang di akhir tahun1959. Sedangkan generasi sebelum Abu Tumin yang datang ke Darussalam pada tahun 1945 dan 1947, mereka umumnya pulang di tahun 1956 seperti Abu Aidarus Kampari dan Abu Imam Syamsuddin Sangkalan.
Setibanya di Kampung halaman, setelah belajar di berbagai dayah terutama Dayah Darussalam Labuhan Haji telah mengantarkan Abu Tumin menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya.
Abu Tumin kemudian memimpin dayah yang telah dibangun oleh kakek beliau yaitu Teungku Tu Hanafiyah yang kemudian dilanjutkan oleh Teungku Tu Mahmud Syah ayah Abu Tumin, selanjutnya estafet keilmuan dan kepemimpinan dayah dilanjutkan oleh Abu Tumin. Pada era Abu Tumin mulailah pesat pembangunan Dayah tersebut. Dimana para santri datang dari berbagai tempat untuk belajar kepada Abu Tumin dan belajar dari sang ulama.
Abu Tumin juga merupakan seorang ulama yang murabbi, sehingga banyak muridnya yang kemudian menjadi ulama terpandang sebut saja di antaranya adalah Abu Muhammad Daud al-Yusufi atau Abu Daud Teupin Gajah yang juga pernah lama belajar kepada Abuya Jailani Kota Fajar sebelum kepada Abu Tumin. Abu Mustafa Paloh Gadeng yang belajar kepada Abu Tumin selama 19 tahun sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang ulama kharismatik Aceh yang diperhitungkan. Ulama lainnya yang juga murid Abu Tumin adalah Abu Ismail Yaqub, Abu Sulaiman Assammani, Abu Abdul Manan Blang Jruen yang dikenal sebagai ulama yang ahli dan lihai dalam bidang tauhid, serta moderator yang hebat dalam Muzakarah Para Ulama Aceh, sehingga diskusi nampak hidup dan ceria. Dan banyak para ulama lainnya yang juga murid dari Abu Tumin termasuk Abi Daud Hasbi. Selain murid-muridnya di Dayah Darussalam dulu. Bahkan Abuya Mawardi Waly juga menyebutkan dirinya sebagai murid Abu Tumin. Intinya beliau juga ulama yang Syekhul Masyayikh dan pemuka ulama Aceh dewasa ini.
Selain itu, Abu Tumin juga ulama yang dituakan oleh para ulama lainnya, baik dari sisi ilmu maupun usia. Dimana fatwa-fatwa hukumnya menjadi bahan kajian dan pegangan para ulama lainnya. Biasanya pada setiap muzakarah yang diadakan di berbagai tempat, Abu Tumin yang selalu didaulat sebagai pengambil keputusan final setelah sebelumnya para ulama lain memberikan pandangan dan sanggahan atas setiap persoalan yang sedang dibahas forum Muzakarah. Kehadiran Abu Tumin menambah acara muzakarah semakin bermakna, karena pandangan hukum beliau biasanya dari ingatan yang lama dan kajian yang mendalam. Sehingga tidak mengherankan bila ada yang menyebutkan bahwa “Abu Tumin tua umurnya dan tua pula ilmunya”.
Baca Juga: Syekh Muda Waly: Syekhul Masyayikh Ulama Dayah Aceh Kontemporer
Sekarang Abu Tumin tidak muda lagi usianya telah lebih dari 85 tahun, beliau diperkirakan lahir sekitar tahun 1931. Namun demikian semangat beliau dalam mengayomi umat begitu kokoh dan tangguh tanpa lelah.Walaupun tertatih, namun beliau tetap hadir untuk mencerahkan ummat. Tubuhnya tidak sekuat dulu, dan mulai menderita banyak penyakit. Abu Tumin telah mempersembahkan usianya untuk agama ini, dan telah pula mencurahkan segenap ilmu dan pengabdiannya, mengayomi masyarakat Aceh secara tulus ikhlas dan penuh tanggung jawab. Semoga Allah SWT senantiasa memberi beliau kekuatan dan petunjuk untuk menuntun ummat Rasulullah ke jalan selamat. Hafidhahullah.
Abu Tu Muhammad Amin Blang Blahdeh Abu Tu Muhammad Amin Blang Blahdeh
Leave a Review