scentivaid mycapturer thelightindonesia

Abuya Syaikhani Isma’il (1927-1978): Pemimpin Perti dari Limapuluh Kota

Abuya Syaikhani Isma’il (1927-1978): Pemimpin Perti dari Limapuluh Kota
Foto Abuya Syaikhani Isma’il (1927-1978). Dok. https://www.facebook.com/BUYA-Syaikhani-Ismail-136296433061916/?ref=page_internal

Sekitar tiga hari yang lampau, saya diminta mengisi pengajian keluarga secara online. Ini adalah pertama kali saya mengisi pengajian (ceramah) via daring. Biasanya webinar saja yang diikuti online. Pengajian ini diinisiasi oleh keluarga, yaitu anak-anak dan cucu dari Abuya Syaikhani Isma’il, yang disebut dengan Pengajian Keluarga Delapan yang bermukim di berbagai daerah (Bandung, Depok, Batam, dan lain-lain).

Pengajian (ceramah) via daring yang diinisiasi oleh keluarga Abuya Syaikhani Isma’il

Hal yang menarik bagi saya, keluarga ini mempunyai keunikan. Dengan profesi dan aktivitas beragam, namun tetap teguh memegang pemahaman ulama PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), yaitu berakidah Ahlussunnnah wal Jama’ah, Fiqih Syafi’iyyah, dan mengamalkan kearifan tasawuf dengan thariqat. Sebelum acara mulai, peserta pengajian langsung bertanya tentang kampung halaman dan aktivitas PERTI di sana. Dengan yakin salah seorang peserta menyatakan: “…kito, Perti.”

Tema pengajian yang dipilih ialah “Istiqamah dalam Beragama”. 30 menit berlalu, kemudian sesi tanya jawab/ diskusi. Diskusi berlangsung 2 jam lebih kurang, terkait dengan amaliyah Perti, mulai dari pelajaran sekolah Perti, amal thariqat, dan hal-hal terkait kondisi masa kini.

Ini adalah sebuah kesuksesan seorang ayah dan kakek yang pernah mendidik. Mengapa tidak. Sang ayah atau kakek tersebut sudah berpulang pada tahun 1978, namun tunjuk ajarnya tidak pernah luntur: “sebarih indak ka hilang, setitik indak ka lupo. Saya jadi bertanya, mengapa pelajaran puluhan tahun yang lampau tetap kokoh digenggam anak cucu tersebut (padahal anak cucu, kebanyakan, berprofesi umum)? Di antara jawabannya ialah sebab ketokohan ilmu dan kesungguhan ayah dalam mendidik. Beliau ialah Abuya Syaikhani Isma’il.

Baca Juga: Perti

***

Buya Syaikhani Isma’il (1927-1978) lahir dari keluarga agamis. Ayahnya ialah salah seorang ulama sufi di Koto Tuo Mungka, yaitu Syekh Isma’il Daud al-Khalidi Naqsyabandi yang beraktivitas mengajarkan ilmu tarekatat di Surau Pincuran Rondah. Di waktu remaja, Buya Syaikhani Isma’il belajar berbagai macam ilmu agama di Madrasah Tarbiyah Islamiyah Koto Tuo yang saat itu dipimpin oleh Syekh Muhammad Jamil Sa’adi bin Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi (w. 1970). Setelah itu ia kemudian memapankan karier dalam Perti (waktu itu Partai Islam Perti) secara bertahap, hingga menjadi salah seorang pimpinan Perti di Kab. Limapuluh Kota. Ketokohan, wibawa, dan keilmuannya, membuat dirinya masyhur di tengah masyarakat. Beliau merupakan “legenda” dari seorang ulama, pendidik, dan pemimpin, yang namanya masih harum hingga saat ini. Beliau pula yang kemudian berjuang mengembangkan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Mungka pada tahun 1960 hingga 1970-an.

Rahimahullah…

Menjadi sosok yang bisa “mendudukkan kaji” pada anak-anak, seperti apa yang diperbuat Abuya Syaikhani Isma’il ini, sungguh sangat sulit. Jangankan itu, menegahkan anak main HP saja alangkah susahnya hari ini.[]

Baca Juga: Kiprah Tokoh Muda NU dari Luar Jawa yang Terlupakan: Buya KH. Mansur Dt. Nagari Basa, Tokoh Perti Patriotik Perintis NU di Sumatera Barat

Apria Putra
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Pengampu Studi Naskah Pendidikan/Filologi Islam, IAIN Bukittinggi dan Pengajar pada beberapa pesantren di Lima Puluh Kota