Salah satu cobaan yang jarang disadari seorang thalib (pelajar agama) adalah pujian awam. Sebenarnya apa yang dicari dari pujian awam? Pujian awam pada masalah yang detail itu sama sekali tidak menunjukan kita benar atau salah, karena mereka akan sulit membedakan benar dan salah dalam masalah spesialisasi. Pujian mereka tidak berarti apa-apa bagi keilmuan kita, sama sekali tidak mencerminkan kebenaran atau kesalahan pendapat kita.
Orang awam bisa takjub ketika seorang menjelaskan masalah detail, ditambah dalil dan satu dua istilah ilmiah walau sebenarnya kita menyelipkan beberapa mughalatat (kesalahan logika) kecil yang hanya dipahami orang yang mendalami sebuah ilmu. Mereka akan tetap takjub, tentu selama pendapat kita itu sesuai keinginan mereka. Mereka akan memuji dengan pernyataan; “ini baru ustad”, “masyaallah luas ilmunya”, “ustad moderat”, “ustad yang tegas”, “penyampaiannya menarik”, “ini yang kami cari”, dll. Tapi apa gunanya? Toh itu tidak membuat kita tahu benar atau salahnya pendapat kita.
Baca Juga: Jangan Berlebihan Memuji Nabi?
Sebaliknya jika tidak cocok ya siap-siap dihujat walau yang kita katakan benar. Karena dalil atau argumen spesialisai sebenarnya tidak terlalu dipahami awam. Tapi mereka mencari pendapat yang sesuai dengan yang mereka sukailah. Tentu ada pengecualian, kecuali awam yang sudah bisa mengalahkan diri sendiri dan hawa nafsunya mereka pengecualian, karena mereka itu mencari suatu kebenaran walau tidak sesuai hawanya bukan mencari sesuatu yang sesuai dengan nafsunya. Awam yang seperti ini kadang matanya jauh lebib jernih dibanding seorang alim.
Jadi baik pujian atau hujatan awam tidak usah terlalu dipikirkan. Tidak akan berpengaruh pada keilmiahan, karena tidak menambah apa-apa kecuali satu, apa yang bertambah dengan pujian awam pada pendapat seorang thalib, yaitu ghurur dan sombong pada sesuatu. Sebenarnya ini memang tidak pantas disombongkan karena secara ilmiah pujian mereka tidak menunjukan apa-apa. Kita jadi makin suka untuk menunjukan pendapat kita demi pujian. Dan jadi takut dihujat, akhirnya malah mengikuti keinginan mereka bukan mengikuti kebenaran.
Ini dekat dengan jurang celaka. Maka dari itu ulama mengingatkan “siapa yang bertujuan meraih pujian awam, maka bisa dipastikan dia syaitan”, ia setan sudah menguasainya, dimana kebenaran bukan lagi jadi timbangan tapi kelezatan pujian. la yang dicari, saat menyampaikan sesuatu bukan lagi karena Allah tapi karena makhluk, bahkan makhluk yang sama sekali tidak bisa membuat kamu makin benar secara ilmiah. Ini bahaya dan bala bagi seorang thalib atau pelajar ilmu agama. Maka dari itu harus diwaspadai, dan jika sudah terkena penyakit ini, lebih baik mengurung diri sementara sampai bisa berdamai dengan diri snediri.
Baca Juga: Jalan Memahami al-Qur’an antara Awam dan Orang Alim
Jika memang harus menyampaikan ilmumu sampaikanlah karena Allah bukan karena pujian. Berdakwalah seperti yang dikatakan Syekh Hasan Habannakeh pada orang-orang yang hadir pada pengajiannya “antum ma tuju la hun minsyany, bas minsyan Allah“, kalian tidak datang kepengajian ini karena aku, tapi karena Allah. Jadi tak perlu melihat dirimu sendiri, tapi lihatlah Allah. Tapi bukan berarti awam tidak memuji, ini khitab untuk adab para thalib, sedangkan awam pada ustad adabnya beda lagi.[]
Leave a Review