Air Mata Kirana yang Tak Terbendung Air Mata Kirana yang Tak Terbendung Air Mata Kirana yang Tak Terbendung Air Mata Kirana yang Tak Terbendung
Oleh; Fitri Yanti
Kehidupan yang bahagia adalah hal yang diinginkan semua orang. Tapi, bagaimana jika di balik kebahagiaan tersebut menyimpan sebuah rahasia yang menyakitkan?
***
Siang hari yang terik tidak menghentikan langkah lebar seorang gadis dengan senyum yang terukir di kedua sudut bibirnya.
“Ibuuuu!” seru gadis itu memasuki rumah.
Wanita yang dipanggil itu segera menutup album foto dan menyimpannya kembali ke dalam laci meja. Gadis manis yang memakai seragam putih abu-abu itu langsung memeluk wanita paruh baya tanpa aba-aba. Kirana Larasati namanya. Dia biasa dipanggil Kirana. Pelukan terlepas lalu Kirana menunjukkan nilai ulangan yang dia peroleh. Senyum memancar dari raut wajah tua wanita itu dan mencium puncak kepala anak semata wayangnya dengan sayang. Siapa yang tidak bangga pada gadis manis, pintar dan penurut seperti itu. Kirana yang merupakan anak kesayangan, namun tidak pernah ada dalam dirinya rasa manja. Jika menginginkan sesuatu maka dia akan berusaha mendapatkan itu dengan kemampuannya sendiri. Kirana bercita-cita ingin menjadi dokter dan melanjutkan kuliah ke Luar Negeri dengan beasiswa. Maka dari itu, dia belajar terus-menerus agar berhasil mendapatkan beasiswa yang ia inginkan.
***
Matahari perlahan terbenam memancarkan warna jingga keunguan. Kirana mulai bergerak pelan dibalik selimut biru kesayangannya. Mata coklat itu terbuka dan langsung mengarah ke jam dinding yang menunjukkan pukul 17:30. Segera berdiri dari kasur lalu berjalan menuju dapur. Di meja makan sudah ada beberapa jenis makanan yang tersaji dan sisanya masih diolah. Seperti biasa Kirana akan ikut membantu ibunya memasak di dapur. Semua makanan sudah tersaji. Kirana memanggil ayahnya yang sibuk mengecek berkas di ruang kerja. Mereka makan dengan tenang. Ada aturan di rumah apabila sedang makan maka mereka tidak boleh berbicara satu sama lain. Jadi perbincangan akan di mulai saat semua sudah selesai.
“Kirana, bagaimana sekolah hari ini?” tanya ayah membuka percakapan.
“Lancar yah, Kirana dapat nilai sempurna di beberapa pelajaran. Ayah tahu kan kalau Kirana ingin kuliah di Luar Negeri. Kirana akan cari beasiswa agar tidak membebani kalian. Bolehkan yah?” bujuk Kirana
“Tentu saja sayang, ayah dan ibu akan selalu mendukung pilihan yang kamu ambil. Tapi sebelumnya ada yang ingin ayah beritahu.” Belum selesai ayah berbicara, ibu langsung memotong.
“Sayang, makannya sudah selesaikan! Sekarang Kirana masuk kamar ya, nanti biar ibu bereskan”
Kirana memandang ayahnya yang mengangguk seraya tersenyum. Tanpa bicara lagi ia segera masuk ke kamarnya. Dia terus memikirkan apa yang ingin ayahnya katakan sehingga tidurnya malam itu kurang nyenyak.
Baca Juga: Kebahagiaan Sejati bagi Elsa
***
Rutinitas di pagi minggunya adalah menyiram bunga di taman belakang rumah. Melihat dan mencium aroma dari berbagai jenis bunga membuatnya melupakan kejadian semalam. Kirana punya satu jenis bunga yang menjadi favoritnya yaitu bunga Camelia berwarna pink. Dulu saat pertama kali melihat bunga itu di toko bunga dia langsung menyukainya. Selain bentuk dan warna yang cantik, bunga ini juga melambangkan kerinduan kepada seseorang. Makna yang begitu pilu dan menyentuh.
Setelah menyiram bunga Kirana kembali belajar karena beberapa bulan lagi akan diadakan Ujian Nasional. Dia harus mendapatkan nilai yang bagus. Belajar terlalu lama membuat kepalanya menjadi pusing. Kirana mencoba mencari obat dan membuka laci-laci meja di rumah. Dia menuju kamar orangtuanya. Membuka laci dan menemukan obat yang dicari serta sebuah album foto. Di dalam album itu banyak fotonya saat balita sampai beranjak remaja. Tersenyum sambil memandang satu persatu foto. Matanya pun terfokus pada satu foto yang paling kusam warnanya. Kerutan keningnya semakin dalam. Foto itu menunjukkan seorang bayi yang ditimang oleh wanita dan wanita itu bukanlah ibunya. Tapi, bayi itu jelas dirinya. Siapa wanita itu? Apa perawatnya saat dia bayi? Kenapa hanya ada satu foto saat dia bayi dan bukan ibunya yang menimangnya?
Pertanyaan itu terus terulang. Dia masukkan kembali album ke tempat semula dan satu foto itu dia bawa keluar dari kamar orangtuanya. Waktu makan malampun tiba. Setelah selesai makan Kirana membuka suara terlebih dahulu.
“Ini Kirana waktu kecilkan? Tapi siapa wanita itu?” tanyanya sembari mengulurkan foto tadi ke arah orangtuanya.
Dari sana mengalirlah sebuah rahasia yang tertutup sangat rapat. Ayahnya menceritakan semuanya. Bahwa Kirana bukanlah anak kandung mereka. Air matanya tidak dapat dibendung lagi karena hal yang paling membuat hatinya teriris adalah ayah kandungnya yang menjualnya karena hutang judi dan wanita yang di dalam foto adalah ibu kandungnya. Wanita yang melahirkannya dengan bertaruh nyawa dan baru dia ketahui keberadaannya sekarang. Sedih, marah, kecewa semua bercampur menjadi satu. Mereka sudah berencana ingin mengatakan fakta ini saat usia Kirana 17 tahun sesuai janji dengan ayah kandungnya. Tapi, mereka urungkan sampai Ujian Nasional diselenggarakan agar tidak membuat Kirana down. Kirana segera lari ke kamar dan mengunci pintunya.
***
Satu minggu sudah Kirana tidak beraktivitas seperti biasa. Dia keluar kamar hanya sesekali dan minim berbicara dengan ayah dan ibunya walaupun sudah banyak bujukan dan pengertian yang diberikan orangtuanya. Kirana masih merasa ini semua hanya mimpi, karena kenyataan yang sebenarnya sangat menyakitkan. Kirana pikir dia sudah sangat bahagia mempunyai ibu dan ayah yang sangat baik. Keluarga harmonis yang diinginkan semua orang. Tidak ada yang tahu kebenarannya. Sekarang dia hanya ingin diberi waktu untuk bisa belajar menerima takdirnya dan berdamai dengan masa lalu, karena yang terpenting saat ini adalah melanjutkan masa depannya.
Kirana belajar menerima fakta itu dalam hidupnya. Ia mulai bangkit dan bisa menerima semuanya. Beberapa hari sebelum Ujian Nasional dia kembali belajar dengan giat. Ujian Nasional selesai dan sampai pada detik-detik pengumuman hasil kelulusan. Kirana sudah menyiapkan hatinya dengan hasil yang akan dia peroleh nanti.
Pada saat hari pengumuman Kirana dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas dengan nilai yang memuaskan. Keesokan harinya Kirana mencari informasi mengenai Universitas Luar Negeri yang akan dipilihnya dari berbagai media sosial. Setelah mendapatkan informasi itu Kirana mendaftar dan mulai mempersiapkan diri untuk mengikuti tes masuk Universitas. Tes masuk Universitas pun diadakan dan Kirana dinyatakan lulus dengan nilai peringkat umum. Dia merasa bahagia dan memberitahukan kepada orangtua angkatnya bahwa dia lulus dengan nilai tertinggi. Kemudian Kirana mulai menanyakan kepada orangtua angkatnya mengenai kedua orangtua kandung dan kampung halamannya. Kirana dengan seksama mendengarkan cerita dari orangtua angkatnya. Setelah hari pengumuman Universitas Kirana mulai menyiapkan keperluan untuk keberangkatannya ke Luar Negeri.
Baca Juga: Ketukan Tengah Malam
***
Seminggu sebelum keberangkatan, Kirana mengunjungi kampung halamannya untuk meminta restu kepada kedua orangtua kandungnya walaupun Kirana tidak tahu apakah orangtuanya ada atau sudah tiada. Perjalanan panjang dia tempuh menuju desa. Sesampainya di sana Kirana mendapatkan informasi dari salah satu warga bahwa ayahnya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Tetapi, ibu yang dikatakan sudah tiada ternyata masih hidup dengan keadaan dipasung di sebuah gubuk karena depresi kehilangan dirinya.
Kirana mendekat. “Ibu…”, panggilnya lirih
Wanita yang menimang boneka beruang kecil itupun mendongak.
“Anakku?”, ucapnya terbata-bata dan merentangkan tangan.
Setelah sekian lama terpisah. Kirana langsung memeluk ibunya untuk yang pertama kali. Pelukan erat seakan tak akan ada lagi hari esok diiringi tangisan bahagia ibu dan anak itu yang sudah penuh akan kerinduan.
Akhirnya Kirana membatalkan kepergiannya untuk sekolah ke Luar Negeri dan lebih memilih melanjutkan kuliah di Universitas terdekat sembari merawat ibunya, ibu yang sudah bertaruh nyawa melahirkannya ke dunia. Membayar kebersamaan mereka yang sempat hilang dengan merawat dan memberikan kasih sayang yang tulus.[]
Leave a Review