Bacaan Saat Ruku
بسم الله الرحمن الرحيم
Ada sebagian orang yang begitu ruwetnya memahami ibadah. Pokoknya semuanya harus sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan, dan kita harus konsisten mengikuti ajaran Rasulullah. Baginya, hanya ada satu kebenaran, yaitu yang sesuai dengan contoh dari Nabi. Saya tanya: “Apa yang harus kita baca di saat kita ruku’ dan sujud dalam salat?” Sebelum orang itu menjawab, saya sodorkan perbedaan bacaan yang dilakukan oleh Nabi dari Hudzaifah ra:
Hadis pertama menceritakan bahwa Nabi membaca: “Subhana Rabbiyal A’zim” ketika ruku’ dan “Subhana Rabbiyal A’la” ketika sujud hadis riwayat An-Nasa’i. Akan tetapi Aisyah ra meriwayatkan hadis lain dalam riwayat Muslim, Abi Dawud, Nasa’i. Dalam hadis ini, diriwayatkan bahwa Rasul membaca:
“Subbuhun quddussun rabul malaikati war ruh” baik ketika ruku’ maupun ketika sujud. Yang menarik, ternyata Aisyah meriwayatkan pula bahwa Rasul membaca teks lain: “Subhanaka Allahumma Rabbana wa bihamdika Allahummafighrli” (Hr Bukhari).
Orang tersebut mulai kebingungan, yang mana yang sesuai dengan sunnah Nabi dan yang mana yang bid’ah? Beranikah kita bilang Huzaifah berbohong? Beranikah kita bilang bahwa Siti Aisyah, isteri Nabi, lupa teks mana yang sebenarnya dibaca Rasulullah?
Baca Juga: Hukum dan Tata Cara Rukuk dalam Salat
Bagaimana mungkin dari satu perawi (Aisyah) terdapat dua teks yang berbeda? Lantas dimana konsistensi bacaan Nabi? Contoh berikutnya, ada Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa ketika Nabi mengakhiri salat dengan menoleh ke kanan beliau membaca:
“Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” dan ketika menoleh ke kiri membaca salam “assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi” (tanpa “wa barakatuh”).
Hadis lain meriwayatkan bahwa baik ke kanan maupun ke kiri, Nabi menolehkan mukanya sambil membaca salam “tanpa wa barakatuh” (Hr Tirmizi, Ahmad, Nasa’i).
Yang mengejutkan, Sunan Abi Dawud, juga meriwayatkan “tanpa wa barakatuh“ padahal pada Hadis lain dia meriwayatkan dengan “wa barakatuh”. Sekali lagi, yang mana yang benar? Kenapa pula Abu Dawud mencatat dua hadis berbeda ini dalam kitabnya? Yang mana yang bid’ah dan yang mana yang sunnah?
Mungkinkah kebenaran itu tidak satu tetapi berwajah banyak? Mungkinkah yang kita anggap bid’ah selama ini ternyata juga dipraktekkan Nabi?
Perdebatan akan status hadis-hadis di atas memicu pertanyaan: “Kenapa Nabi tidak konsisten hanya membaca satu bacaan saja saat ruku’, sujud dan salam? Apa mungkin semua bacaan itu benar? Kalau iya, apa berarti kebenaran itu tidak cuma satu tapi beraneka ragam?
Kalau hanya sekadar melihat perbuatannya tanpa memahami maksud dan tujuannya, maka beginilah jadinya. Ada “seseorang” yang ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari si Fulan. Si Fulan bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek.
Orang itu pun bersedia menemani Fulan dan melihat perilakunya. Malam itu Fulan menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. “Mengapa api itu kau tiup?” tanya orang itu. “Agar lebih panas dan lebih besar apinya,” jawab si Fulan.
Setelah api besar, Fulan memasak soup, soup menjadi panas. Fulan menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup soupnya. “Mengapa soup itu kau tiup?” tanya orang itu lagi. “Agar lebih dingin dan enak dimakan,” jawab Fulan.
“Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu,” ketus orang itu sambil berjalan keluar rumah, “Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu”.
Mungkin sudah waktunya kita mengurangi perdebatan teknis beribadah dan mulai merenungi bagaimana salat kita lewat gerakan dan bacaan ruku’, sujud dan salam bisa melesat mi’raj ke sisi-Nya. Konsistensi itu bukan semata pada gerakan dan bacaan tapi pada tujuan kita beribadah.
Pada tulisan di atas memang hanya membahas dari beragam riwayat hadis, kalau ditanya soal mazhab fikih dalam soal ini, jadi panjang lagi nanti bahasannya. Ini ringkaskan saja dari kitab Bidayatul Mujtahidyah:
“Para ulama berbeda pendapat apakah yang dibaca oleh orang yang salat dalam ruku’ dan sujud itu ada bacaan tertentu atau tidak. Menurut Imam Malik, tidak ada bacaan tertentu (yang disyariatkan) dalam ruku’ dan sujud.”
Bidayatul Mujtahidyah
Menurut Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan ulama lainnya, dalam ruku’ orang yang salat membaca “subhana rabbiyal azhim 3x” dan dalam sujud membaca “subhana rabbiyal a’la” juga 3x, berdasarkan keterangan dalam hadis riwayat Uqbah bin Amir.
Baca Juga: Ragam Tasbih ketika Rukuk dalam Salat
Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi Ya Allah, hanya Engkaulah yang hamba maksud, Ridha-Mu yang hamba dambakan, berikanlah hamba kemampuan untuk dapat mencintaMu dan bermakrifat kepadaMu. (Bidayatul Mujtahid). []
Leave a Review