Kita memasuki zaman semuanya bisa diiklankan, termasuk jadi ustadz (guru yang mengajarkan ilmu agama). Ada orang melalui iklan membangun citranya sebagai ustadz, lalu apakah dia jadi ustadz dengan itu? Tentu tidak. Tapi sebagai orang awam sulit mengetahui mana ustadz beneran dan mana ustadz hasil iklan. Para santri mungkin bisa aja membedakannya, tapI bagi orang awam? Keadaan ini tentu membuatnya bingung, makanya harus ada penjelasan mengenai kriteria dalam memilih ustadz. Lalu apa kriteria dan syarat memilih seorang ustadz?
Berikut adalah kriteria ustadz:
- Jelas gurunya (bersanad)
- .Memenuhi standar keilmuwan (diakui oleh ahli dan direkomendasi oleh orang yang sudah disepakati keulamaannya, minimal pada ilmu yang diajarkan)
- Istiqamah dalam kebaikan (tidak melakukan dosa besar kecuali sudah bertaubat, dan tidak terus menerus dalam dosa kecil, kecuali sesekali, nama saja manusia)
Setelah 3 hal di atas terpenuhi, baru like dan dislike (sudaka dan tidak suka). Mau memilih ustadz yang ganteng, gaul, adem,tegas, berkelas, pinter orasi, macho, lucu, kaya, pendiam, dll terserah, sesuai selera masing-masing saja, karena masing-masing orang beda seleranya, karena tabiat ruhnya juga berbeda, yang penting tidak keluar dari standar di atas.
Baca Juga: Pak Ustadz, Anda Bukan Google!
Jadi, jangan like dan dislike duluan yang diutamakan dalam memilih kreteri ustadz, karena walaupun likersnya (penyukanya) 1 juta, kalau tidak memenuhi standar keilmuan, nanti kalau dia tidak tahu yang diajarkan itu ajaran Islam atau bukan, siapa tahu yang diajarkan itu ajaran planet namec, jadi dewa picolo hahaha.
Begitu juga keilmuan juga tidak cukup, butuh keistiqamahan, karena tanpa keistiqamahan ditakutkan dia bisa menipu atas nama agama. Dia tahu hukum A bener, tapi demi kepentingan tertentu seperti duit, kekuasaan, kepopuleran, nafsu, dll yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, tapi kalau kita melihat keistiqamahan secara zahir insyaallah jadi pertanda bahwa itu orang amanah dalam menyampaikan ilmu. Adapun hatinya? Itu urusan dia dengan tuhan, kita tidak diperintah untuk mengulik isi hati orang.
“Oh, dia istiqamah dan dia juga berilmu, tapi hati saya kurang sreg dengan gayanya, penampilannya, gaya dia ceramah, atau beberapa sikapnya yang sebenarnya tidak salah dan tidak dosa juga, tapi tidak simpatik, gimana dong?” Ya tidak apa-apa. Tidak perlu diikuti, kenyamanan ruh itu tidak bisa dipaksakan. Ikuti yang memenuhi syarat yang cocok saja, kecuali di daerah kita tidak ada ustadz yang lain, cukup dengarkan saja, toh yang disampaikan benar dan amanah walau kita tidak cocok sama orangnya. Nanti, kalau ada ustadz yang lain pindah pengajian, tidak haram (kok) pindah pengajian. Cukup hormati dia secara zahir sebagai orang yang berilmu saja, itu saja cukup, maka selesai tugas kita sebagai orang awam. Jadi orang awam gampang, kan?
Ini kita bicara milih ustadz ya! Ustadz itu bukan ulama. Standar ulama beda lagi. Sekali lagi milih ustadz, bukan milih calon istri hahaha!
Leave a Review