Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh setiap muslim mukallaf, yaitu mereka yang mampu secara fisik dan keuangan. Kewajiban ini ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 97:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97)
Kemampuan dalam melaksanakan haji ada dua hal yakni fisik dan keuangan [ekonomi]. Kemampuan fisik dan keuangan menjadi syarat utama untuk melaksanakan ibadah haji. Kemampuan fisik memastikan seseorang mampu menjalani rangkaian ibadah haji yang penuh dengan aktivitas fisik, seperti berjalan kaki, tawaf, dan wukuf. Sedangkan, kemampuan keuangan memastikan seseorang mampu membiayai perjalanan dan kebutuhan selama melaksanakan ibadah haji.
Simak penjelasan Syekh Wahbah Zuhaili berikut;
والاستطاعة نوعان: بدنية صحية، ومالية، فلا يجب إلا على من تمكن من الركوب، وأمن الطريق، وقدر على السفر
Artinya: “Istitha’ah terdiri atas dua jenis: kesehatan fisik dan kemampuan finansial sehingga ibadah haji tidak wajib kecuali bagi orang yang siap berkendara, keamanan perjalanan, dan kuat menempuh perjalanan,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsir Al-Wasith [Beirut, Darul Fikr, 1442 H]).
Bagi muslim mukallaf yang memenuhi syarat, menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban yang mulia. Ibadah ini tidak hanya sebagai bentuk penyempurnaan rukun Islam, tetapi juga menjadi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memohon ampunan dosa, dan meningkatkan ketakwaan.
Lantas bagaimana dengan orang yang tidak mampu melaksanakan haji karena tidak ada kemampuan fisik, apakah boleh membadalkan haji? Padahal yang bersangkutan masih hidup? Atau apakah boleh badal haji, padahal yang dibadalkan masih hidup?
Terkait pertanyaan tersebut, Imam Nawawi dalam kitab Raudhatu Al-Thalibin wa ‘Umdatu Al-Muftin, Jilid III, halaman 12 menjelaskan bahwa Islam memperbolehkan badal haji bagi orang yang masih hidup. Hal ini berlaku, terutama bagi mereka yang tidak mampu melaksanakan perjalanan ke tanah suci karena penyakit. Dalam kondisi ini, mereka diperbolehkan memilih orang lain untuk menggantikan mereka dalam melaksanakan ibadah haji.
يجوز أن يحج عن الشخص غيره، إذا عجز عن الحج، بموت، أو كسر، أو زمانة، أو مرض لا يرجى زواله، أو كان كبيراً لا يستطيع أن يثبت على الراحلة أصلاً، أو لا يثبت إلا بمشقة شديدة” [روضة الطالبين وعمدة المفتين 3/ 12].
Artinya; Boleh seseorang berhaji untuk orang lain [menjadi badal haji], jika orang tersebut tidak mampu berhaji karena meninggal dunia, patah tulang, masa tua, penyakit yang tidak diharapkan sembuhnya, atau karena dia sudah tua dan tidak kuat untuk naik kendaraan, atau hanya bisa naik kendaraan dengan sangat susah payah. [Sumber: Imam Nawawi, kitab Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin, jilid 3, halaman 12].
Dengan demikian Islam memperbolehkan badal haji bagi orang yang masih hidup, terutama bagi mereka yang tidak mampu melaksanakan perjalanan ke tanah suci karena penyakit. Badal haji memiliki syarat dan ketentuan tertentu, dan merupakan solusi bagi orang yang tidak mampu melaksanakan haji karena alasan kesehatan.
Leave a Review