Buya Arifin Djamil Tuanku Solok: Ulama yang Istiqamah dalam Dakwah
“Inyiak Solok tu Dulunyo Banyak Dapek Tawaran untuak Jadi Pagawai, Qadi dan Politisi. Tapi Baliau Manolak dengan Alasan ka tetap di Surau jo Sekola nan Baliau Bangun”
Itulah kabar mutawatir yang tersiar di daerah Tarusan Kamang Kabupaten Agam Sumatera Barat tentang seorang alim yang teguh memegang paham Ahlusunnah wal Jamaah.
Beliau adalah Buya Arifin Djamil Tuanku Solok (1900-1961M) pendiri MTI Tarusan Kamang Tahun 1934. Inyiak Solok/ Buya Solok (panggilan masyhur Buya Arifin Djamil Tuanku Solok) merupakan salah satu murid Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli di generasi awal berdirinya MTI Candung. Tercatat dalam directory Alumni MTI Candung Tahun 1928 bahwa Buya Arifin Djamil adalah salah satu dari delapan murid Inyiak Canduang yang berasal dari Surau Koto Samiak (Nagari Kamang Mudiak Dahulu). Kemudian salah seorang teman satu angkatan beliau Buya Arifin Tuanku Mudo yang nantinya adalah pimpinan kedua MTI Tarusan Kamang. Di negeri lain, kawan satu angkatan beliau adalah Abuya Sulthani Dt Rajo Dubalang Maninjau (pendiri MTI Bayur).
Inyiak Solok merupakan putra asli Kampuang Solok, Jorong Halalang, Nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam yang lahir pada tahun 1900 dari pasangan ayah, Djamil dan ibu Salamah. Pendidikan beliau berawal dari berguru kepada Syekh Yahya al-Khalidi Magek. Seperti mashurnya, pada masa itu di daerah Kamang para penuntut ilmu agama berguru kepada Syekh Yahya Khalidi ini. Setelah mengaji dengan Syekh Yahya, beliau melanjutkan mengaji ke Surau Parabek bersama Syekh Ibrahim Musa/Inyiak Parabek selama dua tahun, sebelum akhirnya beliau pindah ke Canduang untuk belajar dengan Syekh Sulaiman Arrasuli/Inyiak Canduang. Di Canduang inilah beliau mengaji sampai tamat dan mendapatkan ijazah dari Inyiak Canduang sekitar tahun 1932. Sampai tahun ini, jadilah beliau menuntut ilmu dengan beberapa orang guru selama kurang lebih 20 tahun lamanya.
Di tahun yang sama, sebelum pulang ke kampung halaman beliau diutus oleh Inyiak Canduang ke daerah Batang Kapeh Pasisia Selatan. Akan tetapi dakwah ini tidak lama karena beliau telah siap untuk pulang ke kampung halaman. Di sisi lain, pada tahun yang sama di daerah Kamang juga lahir satu ulama karismatik tamatan MTI Jaho Padang Panjang, yaitu Buya Mansur Dt Nagari Basa, yang juga pada tahun 1932 ini berhasil mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Kampung Baru.
Baca Juga: Tarusan Kamang Kampungnya Urangsiak
Perjalanan Inyiak Solok di kampung halaman tidaklah mudah, tidak seperti yang direncanakan dan diinginkan. Karena sulitnya kehidupan yang dijalani di kampung halaman membuat beliau untuk sementara waktu harus pergi merantau ke daerah Medan Sumatera Utara.
Seperti kebiasaan masyarakat Minangkabau, saat merantau ke suatu negeri pastilah ada suatu tempatan yang dituju. Di Medan, Inyiak Solok menuju saudaranya yang bernama H. Lawi asal Pasia Laweh Palupuah Agam. Inyiak Solok pun diterima di perantauan bersama saudaranya itu.
Melihat kealiman Inyiak Solok ini, dan memang karena sudah menjadi keinginan Inyiak Solok untuk mendirikan madrasah, H. Lawi pun memberikan dukungan penuh kepada Buya Dan menyarankan Buya untuk segera pulang kampung. Sebulum pulang diberikan bekal secukupnya untuk mendirikan surau dan gedung sekolah oleh H. Lawi.
Pada tahun 1934 Buya Solok sudah di kampung halaman yaitu Kampuang Solok Jorong Halalang Nagari Surau Koto Samiak (Kamang Mudiak sekarang). Bak kata pepatah, batamu rueh jo buku, kepulangan Buya disambut baik oleh masyarakat dan para niniak mamak selaku tokoh adat.
Alhasil, beliau mulai mengaji di surau yang terletak di tanah kaum beliau di Kampuang Solok. Kemudian, dengan berkembangnya halaqah beliau, surau tersebut dipindahkan ke Persimpangan di tepi Danau Tarusan (lokasi MTI Tarusan sekarang) yang mana tanah tersebut juga merupakan tanah kaum beliau yang kemudian diwakafkan untuk Surau dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Tarusan Kamang.
Angkatan pertama di MTI Tarusan ini adalah sebanyak 7 orang santri, yang pada tahun 1941-1942 diberikan ijazah dan dibaiat oleh Inyiak Canduang yang hadir ke Tarusan Kamang bersama dengan guru-guru Tarbiyah lainnya seperti Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang, Syekh Muhammad Djamil Jaho Padang Panjang, Syekh Abbas Ladang Laweh, dan Syekh Mansur Dt. Nagari Basa. Acara itu juga dihadiri oleh Syekh Ibrahim Musa Parabek.
Perkembangan MTI Tarusan Kamang selanjuta sempat mengalami maju mundur dikarenakan pergolakan zaman menuju kemerdekaan. Akan tetapi di tengah pergolakan tersebut Inyiak Solok tetap istiqamah menahan pergolakan dengan tidak pernah meninggalkan surau dan madrasah beliau. Seperti yang selalu beliau ungkapkan “angek dingin akan den tahan di sekola ko”. Dengan semangat inilah Inyiak Solok berhasil melalui semua rintangan dengan baik dan menjadikan MTI Tarusan Kamang berkembang pesat dan didatangi oleh banyak santri dari beberapa pelosok negeri.
Inyiak Solok, berdakwah di Tarusan Kamang dengan mengadakan wirid dari surau ke surau, menyelesaikan permasalahan umat dan memberikan suluh ke pada umat dengan ajaran agama. Pada masa beliau ini, masyarakat serasa mendapatkan aia nan sajuk “bak aia rimbo”, suluah nan tarang “bak dapek cahayo matohari”.
Masyarakat sangat hormat dan segan kepada beliau, terbukti setiap ada wanita yang lalu/lewat di depan surau beliau mestilah memakai hijab dan kodek, kalau bertemu di jalan dengan orang yang mengendarai sepeda ontel maka turunlah orang tersebut sejenak untuk menyapa buya. Sampai saat ini, wirid di surau Buya Arifin Djamil Tuanku Solok masih berjalan setiap hari minggu, dengan penceramah anak beliau (Buya Sisfar Arifin) dan banyak lagi buya-buya yang merupakan murid beliau dan generasi selanjutnya di MTI Tarusan.
Baca Juga: Madrasah Tarbiyah Islamiyah Tarusan Kamang
Buya Dt Rajo Agam (murid angkatan kedua Buya Solok) menuturkan: sewaktu ambo baraja jo Buya, setelah disarahkan urang gaek ka Buya, maka penuhlah tanggungjawab Buya ka pado ambo. Pernah suatu kali Buya mambangih dek ambo pai maarik kayu ka rimbo dan maninggalkan sakola. Baliau panggia dan baliau hantam meja dek ka bangihan. Kemudian beliau sampaikanlah isi penyerahan urang gaek ambo ka Buya. Samanjak itulah ambo sungguah basikola sampai tamat kelas 7 yang kemudian dibai’at oleh Buya bersama Buya Canduang.
Satu hal lagi yang masih sangat segar di ingatan Buya Dt Rajo Agam. Teringat antara Buya Solok dan Buya Bayua Mainjau, beliau berdua ditawarkan Buya Canduang untuk menjadi minantu. Akan tetapi anak Buya Canduang lebih condong kepada Buya Bayua (Buya Dt Rajo Dubalang) dan tinggallah Buya Solok. Hal yang sama juga dituturkan oleh anak kandung Buya Solok, yakni Buya Sisfar Arifin yang mendengarkan kisah ini langsung dari Buya Dt Rajo Dubalang sewaktu bersekolah di MTI Bayua Maninjau.
Pada masa perkembangan ini, Inyiak Solok juga menerima tawaran untuk menjadi Hakim di Pengadilan Agama Padang, namun beliau menolak dengan alasan akan tetap di sekolah. “Apapun nan terjadi sekolah jangan ditinggalkan”, ucapan beliau. Begitu juga beliau mengeluarkan sikap untuk tidak ikut ke parlemen dengan mengendarai suatu partai. Bahkan beliau juga pernah menerima tawaran untuk membina pesantren di daerah Jakarta dengan perjanjian akan diberikan fasilitas kehidupan yang memadai, tetapi beliau juga menolak dengan alasan yang sama.
Begitulah istiqamahnya Buya Arifin Djamil Tuanku Solok dalam berdakwah di kampung halaman. Beliau tidak pernah meninggalkan sekolah hingga pada tanggal 11 maret 1961 akhirnya beliau menghembuskan napas terakhir. Beliau wafat di surau setelah menderita sakit selama 15 hari dan dimakamkan di depan surau berdekatan dengan almarhumah ibunda beliau. Pemakaman beliau dihadiri oleh guru-guru besar Tarbiyah Islamiyah dan beberapa pejabat pada masa itu seperti camat, bupati dan lainnya.[]
Tarusan Kamang, 12 Ramadhan 1441 H
*Sejarah ini, penulis rangkum melalui beberapa kali wawancara dengan anak Buya Solok ( Buya H. Sisfar Arifin), Kemenakan Buya Solok (Inyiak Dt. Tan Bijo), Murid Buya Solok (Buya Dt Rajo Agam), dan Cucu Buya Solok (Tuanku Pandiang dan Ustad Indra Junaidi).
Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima sumbangan tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com
alhamdulillah. pertama Terimakasih kpd Ust Muhammmad Al Afghani yang telah menulis suatu karya yang sangat dibutuhkan bagi para santri dan alumni tarbiyah khususnya Alumni MTI tarusan.. bukan hanya berisi kisah buya H. Arifin Djamil tapi juga semangat beliu dalam melahirlan generasi Islam yang memiliki semangat menuntut ilmu demi menjadi pewaris nabi, Semoga kisah ini bisa menambah wawasan para generasi tarbiyah islamiyah..
ini merupakan bahan bacaan wajib para generasi tarbiyah
Alhamdulillah ini adlah suatu karya tulis yang wajib dibaca oleh para generasi tarbiyah.. terima kasih kpd ust M. Al Afghani yg telah membuat suatu tulisan yang wajib di baca para generasi tarbiyah… anak tarbiyah wajib baca khususnya generasi tarbiyah tarusan..