scentivaid mycapturer thelightindonesia

Dakwah Kelembutan Maulana Syekh Abdurrahman bin Abdullah al-Khalidi Batuhampar

Dakwah Kelembutan Maulana Syekh Abdurrahman bin Abdullah al-Khalidi Batuhampar
Masjid Ampang Gadang/Dok. Penulis

Sebutlah, Maulana Syekh Abdurrahman bin Abdullah al-Khalidi Batuhampar (1777-1899 M), ulama besar ahli Qira’at ternama di Minangkabau abad 19. Tokoh yang digelari dengan Tuan Syekh Batuhampar ini tak lain ialah datuk dari Bung Hatta (Proklamator RI).

Apa kejadian? Selama 43 tahun lamanya ia belajar agama, sejak umur 15 tahun meninggalkan kampung menuntut ilmu ke Batusangkar – Tapak Tuan (Aceh) – Makkah – Madinah hingga pulang di usia 63 tahun, tidak pernah ia keras melaksanakan dakwah – mempertegas amar agama di kampung halamannya. Padahal kampungnya pada waktu itu masih diselimuti kejahilan. Maksiat merajalela, sabung ayam, judi, minuman tak baik, dan tidak berapa yang menjalankan perintah agama. Tidak beliau mengatakan dengan keras. Sebaliknya ia menjalankan agama dengan lemah lembut, sopan santun, orang diajar tak merasa dipergurui.

[Foto: Naskah peninggalan Syekh Batuhampar, tentang Tareqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, yang diperkirakan dalam usia 2 abad]

Suatu ketika segerombolan pemuda datang kepada beliau membawa beberapa ayam aduan. Tujuannya untuk meminta doa agar ayam-ayam itu menang di gelanggang.

DDakwah Kelembutan a la Syekh Abdurrahman Al-Khalidi Batu Hampar, Syekh Sulaiman Arrasuli dan Syekh Abdullatif Syakur

Bagaimana tanggapan tuan Syekh? Dengan senyum Syekh menerima. Mulailah dipegang ayam-ayam itu sambil komat kamit membaca sesuatu. Apa yang didoakan syekh, “Ya Allah, berilah hidayah kepada pemuda-pemuda ini!”.

Setelah didoakan, ayam-ayam itu diserahkan kepada pemuda. Lalu pemuda itu pergi dengan girang. Sesampai di gelanggang, ayam diadu, dan menang. Bertambah percaya pemuda itu dengan Tuan Syekh. Lama kelamaan timbul malu kepada Tuan Syekh. Malu datang, hasrat untuk mengadu ayam hilang. Akhirnya mereka meninggalkan perbuatan itu perlahan-lahan.

***

Tuan Syekh Batuhampar memiliki ladang tebu. Di seberang ladang itu banyak anak gembala mengembalakan kerbau dan lembu. Ketika terik matahari menyengat, datang haus yang tak terkira. Anak-anak itu lalu berniat untuk meminta tebu kepada Tuan Syekh. Dengan senang hati Tuan Syekh memotongkan tebu, mengupas, dan menyerahkan kepada anak-anak itu.

Sebelum diserahkan, anak-anak itu disuruh duduk melingkar, Tuan Syekh lalu berucap: “Tebu ini akan semakin manis bila dimakan dengan membaca Bismillah terlebih dahulu”. Maka anak-anak itu belajar membaca Bismillah. Pandai membaca, serentak mereka membaca Bismillah bersama-sama. Kemudian tebu dibagi, satu potong masing-masing. Anak-anak itu senang bukan kepalang. Yang namanya tebu tentu manis, namun Bismillah telah ditanam Tuan Syekh dengan urat tunggang di dada mereka.

***

Untuk menyuruh masyarakat taat melaksanakan salat Jumat, Tuan Syekh mendekati Datuk Kepala. Dengan lemah lembut Tuan Syekh mengajak Datuk Kepala ke masjid buat salat Jumat. Kata-kata Tuan Syekh lekas terasa, yang begitu lekat di hati sang Datuk. Hari Jumatnya, pagi-pagi Datuk Kepala sudah duluan ke Masjid. Melihat Datuk Kepala ke masjid berbondong-bondonglah masyarakat datang ke Masjid. Sejak itu masjid tak pernah lengang.

Itulah di antara kisah-kisah Tuan Syekh Batuhampar, sehingga Batuhampar menjadi harum semerbak, menjadi pusat ilmu al-Qur’an dan Qiraat Tujuh di Sumatera. Murid-muridnya datang dari perbagai penjuru Sumatera, bahkan dari Tanah Malaya.

Baca Juga: Surau Gadang Maulana Syekh Abdurrahman al-Khalidi al-Naqsyabandi Batuhampar Payakumbuh

Surau Tuan Syekh itu dikenal dengan Kampung Dagang (kota santri). Di Kampung Dagang sanalah diasuh Mohammad Hatta ketika kecil. Di sana ulama-ulama besar dididik. Di Kampung Dagang ini pula Syekh Sulaiman Arrasuli dibasuh karena membatalkan tarekat. Di situ pula Mahmud Yunus, mendapat inspirasi untuk ke Makkah – Mesir. Di sana, dulunya, setiap tahun ratusan anak siak dicuci hati sanubarinya.

Apria Putra Abiya Hilwa 3 September 2017

Apria Putra
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Pengampu Studi Naskah Pendidikan/Filologi Islam, IAIN Bukittinggi dan Pengajar pada beberapa pesantren di Lima Puluh Kota