Dedaunan yang Gugur Dedaunan yang Gugur
Dedaunan yang Gugur
Daun-daun itu gugur. Berserakan
di pekarangan, di sekitar pemakaman,
di jalan raya, di pinggir desa,
di tengah kota.
Daun-daun itu gugur.
Pepohonan tak pernah
memintanya untuk kembali.
Daun-daun itu gugur.
Angin yang berembus
tak pernah melemparkan tanya:
apa kau sedang bersedih dan ingin menangis sekencang-kencangnya?
Daun-daun itu gugur.
Tapi aku, kau, dia, mereka, kita,
tak pernah merayakan duka untuk hal itu.
Dan aku, kau, dia, mereka, kita,
lebih memilih merayakan tawa
bersama para manusia
yang gila pada cinta.
2020
Baca Juga: Tiga Sajak Muhammad Fahruddin Al-Mustofa
Teringat Sapardi yang Telah Pergi
Yang fana itu puisi. Kita abadi:
menyusun cerita demi cerita,
merajutnya menjadi cinta.
Sampai pada suatu masa,
kita lupa dan terluka.
Tapi, yang fana tetap puisi.
Kita abadi.
2020
Beberapa Pertanyaan yang Diawali dengan Apakah
Apakah
palu menyayangi paku?
Apakah
api ingin
menjelma angin?
Apakah
rindu bagai badai?
Apakah
musim seperti museum?
Apakah
detik selalu berdetak?
Apakakah
risau semacam pisau?
Apakah
yang buram
berarti muram?
Apakah
seluruh kata
akan luruh?
Apakah
usia akan usai?
Apakah
manusia senantiasa tulus
dalam menulis
kisah hidupnya?
2020
Sebagaimana Adanya
Kamu adalah kamu
dan aku adalah aku.
2020
Sebuah Sajak Buat Neng
Seandainya waktu memaksaku
memilah kehidupan ini.
Bolehkah aku memilih dirimu
sebagai bagian hidupku itu?
Sungguh, aku menginginkanmu.
Sebab kau, mata air yang tak berhenti
mengalir dalam darahku.
Sungguh, aku menginginkanmu.
Sebab tanpamu, aku laut
yang kehilangan perahu.
Baca Juga: Sajak-sajak Anugrah Gio Pratama
Tentang Penulis
Anugrah Gio Pratama lahir di Lamongan. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Menyukai kucing dan membenci pertikaian.
Leave a Review