Doa Iftitah, Hukum dan Ragam Bacaannya
Hukum Membaca Doa Iftitah dalam Salat
Mayoritas ulama ahlusunnah wal Jama’ah, selain pendapat Imam Malik, menyatakan bahwa disunnahkan membaca doa iftitah/istiftah setelah takbiratul ihram ketika salat. Membaca doa iftitah adalah salah satu sunah hay’ah dalam salat, sehingga kalau ditinggalkan, maka tidak perlu melakukan sujud sahwi di akhir salat. Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab menjelaskan:
فَيُسْتَحَبُّ لِكُلِّ مُصَلٍّ مِنْ إمَامٍ وَمَأْمُومٍ وَمُنْفَرِدٍ وَامْرَأَةٍ وَصَبِيٍّ وَمُسَافِرٍ وَمُفْتَرِضٍ وَمُتَنَفِّلٍ وَقَاعِدٍ وَمُضْطَجِعٍ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يَأْتِيَ بِدُعَاءِ الِاسْتِفْتَاحِ عَقِبَ تَكْبِيرَةِ الْإِحْرَامِ فَلَوْ تَرَكَهُ سَهْوًا أَوْ عَمْدًا حَتَّى شَرَعَ فِي التَّعَوُّذِ لَمْ يَعُدْ إلَيْهِ لِفَوَاتِ مَحَلِّهِ وَلَا يَتَدَارَكُهُ فِي بَاقِي الرَّكَعَاتِ
Dianjurkan membaca doa iftitah ketika salat setelah takbiratul ihram. Kesunnahan membaca doa iftitah ini berlaku bagi setiap orang yang salat, baik menjadi imam, makmum, salat sendiri, bagi laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak, mukim, musafir, salat fardu, salat sunat, salat dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, dan selainnya. Namun, apabila seseorang tidak membaca doa iftitah karena lupa atau disengaja dan ia telah membaca ta’awwuz (a’udzubillah) dalam salat, maka ia tidak perlu mengulang lagi untuk membaca doa iftitah, serta tidak membacanya lagi pada rakaat yang lain.
Kesunnahan membaca doa iftitah dikecualikan pada dua tempat, yakni pada salat jenazah dan bagi makmum masbuq (ketinggalan takbiratul ihram imam) yang tidak mendapatkan imamnya dalam keadaan berdiri (bukan i’tidal) pada rakaat pertama. Bagi makmum masbuq yang mendapatkan imam dalam keadaan berdiri pada rakaat pertama dan menurut perkiraannya ia masih sempat membaca doa iftitah, ta’awudz, dan surat al-Fatihah, maka dianjurkan ia tetap membaca doa iftitah. Sebaliknya, kalau ia memperkirakan bahwa ia tidak sempat lagi untuk membaca doa iftitah, maka sebaiknya ia tidak membaca doa iftitah, melainkan menunaikan rukun yang fardu saja, yaitu membaca surat al-Fatihah.
Bagi imam dalam salat jamaah, dianjurkan untuk tidak memperpanjang bacaan doa iftitah. Imam Syafi’i dan mayoritas ulama memilih doa iftitah riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA. Para ulama mujtahid mazhab Syafi’i berkata:
فَإِنْ كَانَ إمَامًا لَمْ يَزِدْ عَلَى قَوْلِهِ وَجَّهْتُ وَجْهِي إلَى قَوْلِهِ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ: وَإِنْ كَانَ مُنْفَرِدًا أَوْ إمَامًا لِقَوْمٍ مَحْصُورِينَ لَا يَتَوَقَّعُونَ مَنْ يَلْحَقُ بِهِمْ وَرَضُوا بِالتَّطْوِيلِ اسْتَوْفَى حَدِيثَ عَلِيٍّ بِكَمَالِهِ وَيُسْتَحَبُّ مَعَهُ حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عنهما
Seorang Imam hendaknya tidak membaca doa iftitah secara panjang, cukup membaca doa iftitah riwayat Ali bin Abi Thalib RA (wajjahtu wajhiya) sampai redaksi (wa ana minal muslimin). Namun, kalau salat sendiri, atau menjadi imam jamaah terbatas (jamaah khusus yang sudah memahami imamnya) yang diperkirakan tidak ada yang tertinggal, serta makmumnya tidak masalah (rela) dengan imam yang memperlama salat (termasuk bacaan doa iftitah), maka sebaiknya membaca doa iftitah dengan sempurna, yaitu doa iftitah redaksi riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA (wajjahtu) dan dilanjutkan dengan riwayat dari Abu Hurairah RA (allahumma ba’id).
Baca Juga: Hukum Membaca al-Qur’an dari Mushaf saat Salat
Ragam Bacaan Doa Istiftah
Ada beberapa macam lafaz doa istiftah yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, sebagai berikut:
Pertama, riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA. Doa ini pernah dibaca oleh Rasulullah SAW pada salat malam serta dianjurkan pada salat fardu. Doa ini oleh Imam Syafi’i dan para mujtahid mazhab Syafi’i dianggap sebagai doa istiftah yang terkuat dan termasyhur. Menurut Imam Nawawi dianjurkan menambahkan doa riwayat Ali bin Abi Thalib RA ini dengan doa riwayat dari Abu Hurairah RA setelah ini. Redaksi doa iftitahnya secara lengkap adalah sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ، إِنَّ صَلَاتِي ، وَنُسُكِي ، وَمَحْيَايَ ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، لَا شَرِيكَ لَهُ ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي ، وَأَنَا عَبْدُكَ ، ظَلَمْتُ نَفْسِي ، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا ، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Aku hadapkan wajahku pada Dzat yang Maha Menciptakan langit serta bumi sebagai seorang muslim yang ikhlas dan aku bukanlah termasuk dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, dan hidup serta matiku, hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu untukNya. Oleh sebab itu saya patuh pada perintah-perintahNya, dan saya termasuk dari golongan orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhanku, Engkaulah Dzat yang Maha Penguasa. Tiada Tuhan selain engkau Tuhanku, dan aku hambaMu, aku telah berbuat zalim dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang mampu memberi ampun kecuali Engkau, jauhkan dariku keburukan karena tidak ada yang mampu menjauhkannya kecuali Engkau, semua kebahagiaan dan kebaikan semua berada pada tanganMu dan keburukan bukan karenaMu, hanya padaMu aku berharap dan berserah, Maha Baik dan Maha Mulia Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat padaMu (H.R. Muslim dan al-Nasa’i)
Kedua, doa iftitah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Doa ini diriwayatkan dibaca oleh Rasulullah SAW ketika salat fardhu. Doa ini dalam mazhab Syafi’i dianjurkan dibaca setelah doa iftitah riwayat Ali bin Abi Thalib RA di atas. Redaksinya adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا ، كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ ، وَالثَّلْجِ ، وَالبَرَدِ
Wahai Allah jauhkankanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat, ya Allah bersihkanlah aku dari kesalahan sebagaimana bersihnya baju butih dari kotoran, ya Allah basuhlah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan air dingin. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Ketiga, doa iftitah riwayat dari Aisyah RA. Rasulullah SAW diriwayatkan membaca doa ini dalam salat fardu dan sunat. Redaksinya adalah sebagai berikut:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ
Maha suci Engkau ya Allah, aku memujiMu, Maha berkah NamaMu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. (H.R. Abu Daud dan al-Tirmizi, hadis ini didaifkan oleh Abu Daud dan al-Tirmidzi)
Keempat, doa iftitah riwayat dari Abu Said al-Khudri RA. Doa ini diriwayatkan dibaca oleh Rasulullah SAW ketika salat malam. Redaksinya adalah sebagai berikut;
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ثُمَّ يَقُولُ أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Maha Suci Engkau Ya Allah aku memujiMu, Maha berkah NamaMu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Kemudian Rasul SAW takbir: Allah Maha Besar, kemudian berdoa: Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari syetan yang terkutuk dan dari penyakit gilanya, kesombongannya, serta keburukannya. (H.R. Abu Daud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i. Hadis ini dhaif)
Kelima, doa iftitah riwayat dari Jabir bin Abdillah RA. Redaksinya adalah sebagai berikut:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maha Suci Engkau Ya Allah aku memujiMu, Maha berkah NamaMu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Engkau. Aku hadapkan wajahku pada Dzat yang Maha Menciptakan langit serta bumi sebagai seorang muslim yang ikhlas dan aku bukanlah termasuk dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, dan hidup serta matiku, hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. (H.R. al-Bayhaqi)
Keenam, doa iftitah riwayat dari Anas bin Malik RA, bahwa suatu ketika ada seorang lelaki masuk saf dengan napas terengah-engah, kemudian membaca doa iftitah berikut ini:
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah di dalamnya.
Ketika selesai salat, Rasulullah SAW bertanya: “siapa yang membaca kalimat tersebut”, kemudian bersabda, “sungguh aku melihat ada dua belas malaikat berebut mencatatnya.” (H.R. Muslim dan al-Nasa’i)
Ketujuh, doa iftitah diriwayatkan dari Ibn Umar RA, bahwa ketika beliau salat bersama Nabi Muhammad SAW dan para sahabat lainnya ada seseorang yang membaca doa iftitah berikut ini:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Allah Maha Besar dengan segala kebesarannya, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik di waktu pagi dan petang.
Setelah salat jamaah selesai, Rasulullah SAW bertanya: “siapakah yang membaca doa iftitah dengan redaksi tersebut?”, dan beliau bersabda “Aku kaget, sungguh langit telah terbuka karena doa tersebut dipanjatkan.” (H.R. Muslim)
Kedelapan, doa iftitah riwayat dari Ibn Abbas RA, Rasulullah SAW membacanya saat salat malam dan dianjurkan pula membacanya saat salat fardu. Redaksinya adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ ، أَنْتَ الحَقُّ ، وَوَعْدُكَ الحَقُّ ، وَقَوْلُكَ الحَقُّ ، وَلِقَاؤُكَ الحَقُّ ، وَالجَنَّةُ حَقٌّ ، وَالنَّارُ حَقٌّ ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ ، وَبِكَ آمَنْتُ ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ ، وَبِكَ خَاصَمْتُ ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، أَنْتَ إِلَهِي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Ya Allah, segala puji bagiMu. Engkau adalah pemelihara langit dan bumi. Segala puji bagiMu. Engkau adalah Dzat yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Segala puji bagiMu. Engkau adalah Nur untuk langit dan bumi. Segala puji bagiMu. Engkau adalah Raja langit serta bumi dan juga Raja untuk siapa saja yang ada di dalamnya. Segala puji bagiMu. Engkau Maha Benar. JanjiMu pastilah benar, firmanMu pastilah benar, pertemuan denganMu pastilah benar, surga itu benar, neraka itu juga benar, para Nabi itu membawa kebenaran, dan hari kiamat itu benar. Ya Allah, hanya kepada Engkau aku berserah diri. Kepada Engkaulah aku beriman. Kepada Engkaulah aku bertawakal. Kepada Engkaulah aku bertaubat. Kepada Engkaulah aku mengadu. Dan hanya kepada Engkaulah aku berhukum. Oleh sebab itu ampunilah dosaku yang telah aku lakukan atau yang belum aku lakukan. Baik yang aku sembunyikan atau yang aku tampakkan. Engkaulah Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau”.(H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Kesembilan, doa iftitah riwayat dari Aisyah RA, Rasullullah SAW membacanya saat salat malam namun tetap dianjurkan dibaca dalam salat fardu. Redaksinya adalah sebagai berikut:
اللهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ ، وَمِيكَائِيلَ ، وَإِسْرَافِيلَ ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ ، فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Ya Allah, Tuhannya malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil. Yang menciptakan langit serta bumi. Yang maha mengetahui sesuatu yang ghaib dan juga yang nampak. Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Berilah petunjukmu padaku akan kebenaran mengenai apa yang diperselisihkan, dengan izinMu. Sungguh Engkaulah Dzat yang maha memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, untuk siapa saja yang Engkau kehendaki”. (H.R. Muslim)
Kesepuluh, diriwayatkan dari Aisyah RA, ia menjelaskan bahwa sebelum membaca doa iftitah di bawah ini dalam salat malam, Rasulullah SAW terlebih dalu membaca takbir 10 kali, tahmid 10 kali, tasbih 10 kali, tahlil 10 kali, dan istighfar 10 kali, kemudian membaca doa dengan redaksi berikut ini:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَاهْدِنِي ، وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي ، أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ ضِيقِ الْمَقَامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ya Allah ampunilah aku, berilah aku petunjuk, berilah rezeki padaku dan maafkanlah aku, Aku berlindung dengan nama Allah dari sempit tempat pada hari kiamat. (H.R. Muslim dan al-Nasa’i)
Baca Juga: Hukum Mengangkat Tangan ketika Takbir saat Salat
Tambahan:
Tentang tambahan kata kata “inni” sebelum “wajjahtu” pada doa iftitah dalam salat
Muncul di masyarakat sebagian kelompok yang mempermasalahkan beberapa tambahan dalam doa dalam salat, seperti menambah kata “inni” sebelum “wajjahtu” pada doa iftitah, menambah kata “sayyidina” pada salawat dalam salat, dan semisalnya. Penulis ingin membahas hal-hal tersebut. Namun, tentang tambahan kata “inni” sebelum “wajjahtu” ternyata sudah masyhur dijelaskan oleh Kiai Ma’ruf Chozin dari Aswaja Center NU Jatim, sehingga penulis lebih suka mengutipnya. Berikut ini adalah bahasan Kiai Ma’ruf Chozin tentang hal tersebut:
Kita tidak pernah mengusik, menyalahkan apalagi membidahkan amalan dan tata cara ibadah saudara Muslim kita yang lain. Paling-paling cuma ‘ngelirik’, kok beda, begitu saja. Karena Kiai-kiai kita di pesantren memang tidak mengajarkan berbuat jelek kepada orang lain.
Kali ini yang dipersoalkan adalah doa Iftitah dalam salat. Dalam riwayat Muslim doa Iftitah ini tidak menyebut kalimat “inni Wajjahtu”, namun langsung Wajjahtu Wajhiya dst. Yaitu:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sedangkan riwayat yang menyatakan “inni Wajjahtu” terdapat dalam riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal dan sebagainya. Itupun bukan dalam tata cara salat, namun tata cara menyembelih hewan qurban:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ، ﻗﺎﻝ: ﺿﺤﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻮﻡ ﻋﻴﺪ، ﺑﻜﺒﺸﻴﻦ ﻓﻘﺎﻝ: ﺣﻴﻦ ﻭﺟﻬﻬﻤﺎ ﺇﻧﻲ ﻭﺟﻬﺖ ﻭﺟﻬﻲ ﻟﻠﺬﻱ ﻓﻄﺮ اﻟﺴﻤﻮاﺕ ﻭاﻷﺭﺽ ﺣﻨﻴﻔﺎ، ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﺸﺮﻛﻴﻦ ….
Bolehkah salat kita dalam Iftitah menambah kalimat “inni”? Jawabannya Boleh! Berdasarkan hadis:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺭاﻓﻊ ﻗﺎﻝ: ﻭﻗﻊ ﺇﻟﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﻓﻴﻪ اﺳﺘﻔﺘﺎﺡ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻛﺎﻥ ﺇﺫا ﻛﺒﺮ ﻗﺎﻝ: ” ﺇﻧﻲ ﻭﺟﻬﺖ ﻭﺟﻬﻲ ﻟﻠﺬﻱ ﻓﻄﺮ اﻟﺴﻤﺎﻭاﺕ ﻭاﻷﺭﺽ ﺣﻨﻴﻔﺎ ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﺸﺮﻛﻴﻦ
Dari Abu Rafi’ ia berkata: Telah sampai padaku sebuah surat yang berisi Iftitah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, bahwa jika Nabi bertakbir maka beliau berdoa: Inni Wajjahtu ….
Al-Hafidz Nuruddin al-Haitsami berkata:
ﻭﺭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ ﻭﻓﻴﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻭﻫﻮ ﺛﻘﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻣﺪﻟﺲ ﻭﻗﺪ ﻋﻨﻌﻨﻪ ﻭﺑﻘﻴﺔ ﺭﺟﺎﻟﻪ ﻣﻮﺛﻘﻮﻥ
Diriwayatkan oleh Thabrani. Di dalamnya terdapat Muhammad bin Ishaq, ia terpercaya, namun ia perawi mudallis (menyamarkan) dan ia menyampaikan dengan redaksi ‘an’anah. Para perawi lainnya dinilai terpercaya. (Majma’ Az-Zawaid)
Jika masih menyanggah dengan dalih riwayat Muhammad bin Ishaq adalah hadis Munkar karena bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah, maka jawabannya adalah boleh menambahkan bacaan di dalam salat selama bacaan itu bersumber dari Al Qur’an atau hadis. Terlebih lagi kalimat “inni Wajjahtu…” terdapat dalam surat Al-an’am 79 sebagai doa Nabi Ibrahim alaihis salam. Mana dasarnya? Yaitu Ibnu Umar menambahkan beberapa bacaan dalam Tahiyat:
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ اﻟﺘﺸﻬﺪ: “اﻟﺘﺤﻴﺎﺕ ﻟﻠﻪ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻄﻴﺒﺎﺕ، اﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻚ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﻨﺒﻲ ﻭﺭﺣﻤﺔ اﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ – ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ: ﺯﺩﺕ ﻓﻴﻬﺎ: ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ – اﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩ اﻟﻠﻪ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ، ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ – ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ: ﺯﺩﺕ ﻓﻴﻬﺎ: ﻭﺣﺪﻩ ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ – ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪﻩ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ”
Bacaan Syahadat di dalam Tahiyat ditambah oleh Ibnu Umar: Wahdahu la syarika lahu. (HR Abu Dawud. Ulama salafi Wahabi juga menilai sahih)[]
Wallahu A’lam
Leave a Review