Habib Syech dengan Majlis Salawat jelas tergambar dari namanya- merupakan acara maupun tempat orang-orang yang bergabung untuk sama-sama membaca salawat nabi. Menyusul bangkitnya ketenaran seorang tokoh kalangan habaib dari Solo, Habib Syech bin Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf. Majlis salawat merebak dimana-mana. Semenjak sosok dan suaranya dikenal akrab dan ketenarannya mengungguli para ustadz penceramah, ada warna baru dalam berbagai acara pengajian umat Islam.
Kalau dari dulu kita lebih sering menjadi pendengar dalam setiap pengajian dalam rangka acara peringatan hari-hari besar Islam, majlis salawat yang dicetuskan oleh Habib Syech menghadirkan hal berbeda. Tak satupun jamaah pengajian yang berdiam diri atau tertidur dengan lelap. Semua bersalawat, bernyanyi bahkan melambaikan tangan serempak atau menari. Hentakan irama yang dikenalkan oleh Habib Syech juga memberi warna baru pembacaan lagu-lagu salawat. Semangat, gembira dan kadang juga sendu.
Fenomena lain menyusul populernya majlis salawat adalah munculnya kelompok simpatisan atau pengagum sosok sang habib. “Syekhermania“. Organisasi pecinta salawat ini meskipun tanpa ikatan khusus tapi telah menyatukan segenap pecinta salawat dari semua kalangan. Bahkan didominasi generasi muda. Tak hanya Syekhermania, kelompok pengagum habib yang lain, yang juga sering memimpin pembacaan maulid dan salawat pun mempunyai organisasi sejenis. Kehadiran mereka dalam setiap majlis salawat mirip supporter tim sepak bola namun dalam versi lain. Kontras dengan supporter bola yang biasa terjadi konflik antar kelompok, kehadiran pecinta salawat beda organisasi dalam satu majlis justru memberi warna silaturahmi. Mereka saling dukung dan berkenalan. Bahkan, saat ada jamaah yang datang membawa atribut 2 kelompok supporter bola yang beda, tidak mungkin mereka akan ribut dalam majlis salawat.
Baca Juga: Filiasi Saya dengan Islam Pedesaan
Lantas apa hubungan antara fenomena majlis salawat habaib, khususnya Habib syech dengan cinta NKRI?
Akhir-akhir ini, penyebaran ide khilafah yang jelas-jelas bertujuan untuk mengubah NKRI secara total terus disebarkan secara masif. Berbagai cara ditempuh demi pembenaran perjuangan. Tak peduli kalau itu merupakan pembohongan publik. Seperti dilansir beberapa media seperti nu.or.id dan muslimmedianews.com, HTI terungkap setidaknya 5 kali mencatut NU demi mengelabui masyarakat. Mulai mencatut logo, banom Pagar Nusa hingga menyebar tulisan sebagai kutipan ucapan tokoh yang diklaim sebagai pengurus PBNU. Mendompleng nama besar NU sebagai salah satu ormas Islam terbesar tentu akan lebih membuat orang percaya.
Ketika tuntutan kepada pemerintah untuk melarang ormas yang anti pancasila kian menguat, HTI mulai melakukan manuver pengamanan. Dimulai dengan menyatakan diri tidak bertentangan dengan pancasila dan bukan ancaman bagi NKRI. Seperti dilansir Tempo (12/01/16), Jubir HTI menegaskan bahwa ormas tersebut justru ingin membela negara. Padahal, ia sendiri dalam waktu berbeda, menyatakan bahwa HTI menolak penetapan asas tunggal pancasila, Republika (18/11/11). Lain lagi pernyataannya saat dilansir Merdeka baru-baru ini (12/05/16). Ia menegaskan bahwa HTI adalah kelompok dakwah yang hanya menyampaikan Islam. Tidak yang lain.
Tiga pernyataan berbeda dari satu sumber dalam waktu berbeda ini menunjukkan sikap plin-plan dan sekadar mencari aman. Apa yang dikatakan bahwa HTI hanya mendakwahkan Islam saja sangat berbeda dengan realita di lapangan. Jangankan dakwah Islam, HTI justru identik dengan propaganda dan kampanye untuk menegakkan negara Islam dan menggantikan NKRI dengan sistem khilafah yang telah dirancang HTI dalam buku-buku pokoknya.
Apapun cara dan kampanye yang diusung ormas satu ini sebagai manuver pengamanan, kita harus sadar dan ingat catatan sepak terjang mereka sendiri yang justru menunjukkan sangat anti Pancasila. Bagaimana tidak? Dalam sebuah video yang beredar di Youtube, antara menit 40 hingga 50, seorang ustad HTI terang-terangan mengatakan, bahwa mereka yang mati dalam keadaan tidak memperjuangkan khilafah (tentunya ala HTI), masih mengakui hukum thaghut adalah musyrik, meskipun ia shalat, puasa, zakat, dan haji. Ingat, thaghut dalam ungkapan mereka selalu ditujukan kepada sistem non syari’at termasuk demokrasi pancasila yang dianut Indonesia. Perlu teliti dengan saksama untuk memahami pembelaan dari Ismail Yusanto yang berupaya membenturkan pelarangan anti pancasila dengan dakwah Islam. Nampaknya ia lupa atau melupakan sepak terjang para hizbiyyin di lapangan.
Baca Juga: Negeri Seribu Selawat dan Dala’il Khairat di Minangkabau
Dari majlis salawat menuju pengokohan cinta tanah air NKRI. Pernyataan Jubir HTI, bahwa tudingan terhadap HTI seperti sengaja digunakan untuk membungkam dakwah Islam dengan dalih membela Pancasila terbantah dengan sendirinya oleh fenomena dakwah para ulama dan habaib. Mereka kini telah menyisipkan kumandang lagu Indonesia Raya dalam setiap acara pembacaan salawat. Kadang di awal kadang setelah mahallul qiyam, kadang di bagian penutupan. Inilah penegasan bahwa Pancasila lahir atas prakarsa ulama nusantara demi merangkul semua keberagaman yang dimiliki Indonesia. Bahwa ulama nusantara telah memperjuangkan negara yang melindungi semua umat beragama dan terus berusaha memasukkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam negara. Pernyataan Ismail Yusanto bahwa upaya melarang ormas anti Pancasila adalah upaya membungkam dakwah Islam terbantahkan dengan pembelaan ulama dan habaib yang menyerukan tegaknya pancasila dan NKRI tanpa khilafah ala HT. Mereka dakwahkan Islam, menyerukan kebaikan, mengajarkan umat untuk menjalankan dan mengamalkan ajaran Islam tanpa harus menggantikan negara yang telah sama dibangun dan direbut dari penjajah kafir. Kecuali jika memang Ismail Yusanto memang sepakat dan sekeyakinan dengan ustadz HTI dalam video tersebut, bahwa selain mereka yang memperjuangkan khilafah adalah musyrik.Wa Akhiran, majlis-majlis salawat para ulama dan habaib akan menjadi corong untuk menyerukan persatuan dan kesatuan, menebarkan semangat cinta tanah air, dan menumbuhkan lagi para pemuda muslim yang akan berjuang membela tegaknya NKRI.[]
Penulis lepas dan content writer di beberapa website. Alumni PP. Miftahul Falah, Lampung Timur dan PP. Darussalam, Blokagung, Banyuwangi. Pernah bergabung di Pesantren Bayt al-Quran, Pusat Studi Alquran (PSQ), Jakarta dalam PPT Angkatan VIII. Alumni IKIP Budi Utomo Malang.
1 Review