Baliau Balubuih Baliau Balubuih
Saya sangat senang dan hobi mengkoleksi foto-foto ulama. Ada semacam himmah, kadang kala haru, yang timbul ketika memandang foto ulama tersebut; memperhatikannya dari raut wajah, pakaian, dan tindak tanduk ketika “berkodak” itu. Sebab itu saya banyak mengkoleksi foto-foto ulama, terkhusus di kampung saya. Dalam rencana saya akan mengumpulkan foto-foto itu dalam sebuah buku khusus.
Di samping mengkoleksi, saya juga suka memajang foto. Foto, di samping himmah tadi, ia juga alat pengukur diri. Teringat diri yang faqir dha’ifi, tak punya ilmu dan amal yang patut dibanggakan, ketika foto-foto itu dibuka. Banyak jalan untuk bertafakkur, salah satunya ialah foto. Terutama foto-foto yang terkait sanad dan silsilah ilmu sendiri, saya berusaha mengumpulkan, sekaligus sebagai sumber sejarah bagi generasi setelah saya nanti.
Salah satu foto yang dalam pencarian saya ialah foto Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (1875-1957), sufi besar yang berpengaruh luas di Pedalaman Minangkabau hingga dataran Malaya. Beliau ialah ulama dengan segudang khususiyyah, mulai dari kefaqihannya dalam agama, produktivitasnya dalam mengarang, kebesaran nama, kemahirannya dalam arsitektur, dan tuah keramat yang menjadi buah bibir.

Di kalangan ulama-ulama surau, beliau ialah rujukan. Di kalangan ulama PERTI beliau menjadi tumpuan. Terutama sekali ketika membahas soal tasawuf, terkhusus pada amal Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Tarekat Sammaniyah Khalwatiyah. Di masa itu, jika akan bertanya tasawuf, maka ulama-ulama itu akan menjawab: “ke Belubus”.
Baca Juga: Syekh Muda Abdul Qadim Belubus
Foto beliau yang dalam pencarian ialah foto ketika masa tua beliau, yang diambil sekitar 1954, tiga tahun sebelum wafatnya. Beliau sedang duduk, diapit oleh dua ulama terkemuka juga, yaitu sebelah kanan beliau Syekh Mukhtar Ongku Tanjuang (kemenakannya) dan Syekh Beringin Tebing Tinggi Medan (murid beliau tertua). Berpayah-payah saya menanyakan, termasuk beberapa orang tua di Belubus, namun tidak kunjung dijumpai. Akhirnya, melalui wasilah ust. Habiburrahman, saya dapat menjumpainya di Sungai Kamuyang, Kec. Luak, di rumah cucu beliau yaitu alm. Datuak Paduko Mogek bin Syaikh Abdul Malik Belubus. Penasaran sudah terobati, walaupun bukan foto asli, hanya semacam foto copy-an yang diperbesar. Setidaknya saya memandang wajah Baliau Syekh Mudo lebih jelas.
Terbayanglah masa itu, di tahun 1950-an, ketika negeri belum seaman sekarang. Semuanya serba sederhana. Di kala itu Baliau Syekh Belubus mengajar agama di masa tuanya. Hampir tiada hari tanpa tetamu yang hadir, mulai minta doa, keberkahan, meminta jalan keluar dari masalah hidup, dan lain-lain, terutamanya mengambil talqin dan ijazah berbagai macam tarekat.
Memandang wajah beliau, terlihatlah wajah beliau yang tenang, dan menghanyutkan. Mata yang jernih. Balutan sorban yang khas, jas hitam yang menjadi adat waktu itu, dan sarung kotak-kotak. Beliau rujukan ilmu dan amal, tempat bertanya, dan menjadi “jalan pulang” bagi mereka yang hendak meniti jalan bertaqarrub pada Allah. Teringat badan diri yang berlumur dosa dan kealpaan. Ilmu diri tak ada, amalpun kurang. Mata menjadi basah mengenang itu. Maka tiada jalan lain selain memperkuat tali ruhani, rabithah. Supaya terpancang juga, hingga dari guru ke guru, guru ke guru, hingga Junjungan Alam, Sayyiduna Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa- sallam.
Baca Juga: Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus,Ulama Pemelihara Kucing
Kemudian teringat pituah beliau, dalam kitab pusakanya: “Pegang syari’at tubuh yang kasar, pegang tarekat tubuh yang batin, pegang hakikat tubuh yang halus, pegang ma’rifat – Allah tempat berpegang. Dicari raso dalam bazikia, dipakai dalam sumbayang, disudahi tatakalo nyawo ka bapulang kerahmatullah.”[]
Sungai Kamuyang, Luak, 5 Oktober 2020
Leave a Review