Bongkar-bongkar buku koleksi pribadi di rumah orang tua sore ini, merapikan ratusan karya ulama Minangkabau yang sempat disimpan sejak belasan tahun yang lalu. Saya bertemu dengan karya-karya Haji Abdullah Ahmad, salah seorang pionir pembaharuan Islam di Minangkabau, teman Haji Rasul.
Kita tentu maklum bagaimana sepak terjang ulama pembaharu di awal abad 20 tersebut, yang gaungnya sampai ke Negeri Jiran. Siapa yang mendorong Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi menulis Izhar yang membuat heboh di awal abad 20, ya tokoh ini, Haji Abdullah Ahmad. Selain mempelopori Majalah al-Moenir, sebagai corong pembaharuan, ia juga mendirikan sekolah modern dengan nama Adabiyah di Padang.
Salah satu karya tulis Haji Abdullah Ahmad, dalam koleksi saya, ialah Titian Kesoerga: Kitab Oetsoeloeddin (1916). Sesuai dengan pembaharuan, kitab ini ditulis dengan huruf latin, berbeda dengan kitab-kitab lainnya di zaman itu yang ditulis dengan huruf Arab bahasa Melayu atau Arab.
Salah satu yang menarik dari kitab yang menguraikan ilmu akidah tersebut, bahwa Haji Abdullah Ahmad memaparkan akidah sesuai dengan Asy’ariyah, yaitu Sifat Dua Puluh atau Akidah Limapuluh.
Baca Juga: Memurnikan Tauhid (Sifat dan Zat Allah)
Ini menjadi catatan penting bagi kita, bahwa pembaharu-pembaharu Minangkabau awal abad 20 tetap berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyah/ Maturidiyah, seperti halnya ulama-ulama Kaum Tua. Perdebatan ulama kala itu seputar masalah-masalah furu’iyyah belaka, yaitu pada bab fiqih, dan sedikit masalah tasawuf.
Padangmangateh, Mungo
Apria Putra “Tuanku Mudo Khalis”
Leave a Review