scentivaid mycapturer thelightindonesia

Hukum Bersuci dengan Air Bercampur Kaporit

Hukum Bersuci dengan Air Bercampur Kaporit
Ilustrasi/dok. www.dream.co.id

…lalu, bagaimana hukum air bercampur kaporit atau klorin seperti yang saat ini banyak dilakukan oleh air PDAM? Apakah suci dan mesnucikan?

Sekilas tentang Ketentuan Air

Air yang sah dan bisa digunakan untuk bersuci pada dasarnya berasal dari salah satu tujuh air, yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air salju, dan air es. Sifat dasar dari tujuh air itu adalah suci dan bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu, mandi). Air yang tujuh ini secara umum dapat disebut “air” saja, tanpa embel-embel yang mesti melekat padanya, atau istilahnya “air mutlak” atau familiar kita kenal dengan “air murni, air bening, air putih”. Dalam era modern saat ini, di Indonesia sumber daya air minum sudah diatur dan dilembagakan pengaturannya oleh Pemerintah, sehingga familiar disebut dengan Air PDAM atau Air PAM. Air PDAM ini berasal dari sumber air mutlak seperti dari mata air pegunungan, danau, sungai, bahkan pengolahan air laut di beberapa negara.

Ketika air mutlak tersebut dicampuri oleh zat lainnya, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut:

  1. Kalau air mutlak tersebut dicampuri zat atau benda yang suci serta tidak larut dengan air tersebut dan dapat dipisahkan seperti ranting atau daun, minyak, kayu gaharu (yang memiliki bau), tar (pelangkin), lilin, dan benda-benda keras lainnya serta tidak hancur di dalam air, maka hukumnya sama seperti air mutlak, suci dan dapat mensucikan (bersuci dengannya).
  2. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan sesuatu yang tidak atau susah dihindari dari sumbernya seperti lumut, tumbuhan air, daun yang gugur ke air, benda-benda yang dihanyutkan oleh banjir seperti ranting, jerami, dan lain-lain, maka hukumnya sama seperti air mutlak, suci dan dapat mensucikan (bersuci dengannya).
  3. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan zat yang sejatinya sudah ada sejak air tersebut ada di sana (di sumbernya) seperti belerang dan semisalnya yang dapat mengubah air kalau melewati zat itu, maka hukumnya sama seperti air mutlak, suci dan dapat mensucikan (bersuci dengannya).
  4. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan debu yang juga memiliki sifat sama dengan air mutlak (yaitu suci dan mensucikan), maka hukumnya sama seperti air mutlak, suci dan dapat mensucikan (bersuci dengannya), selama jumlahnya sedikit (tidak mengubah status campuran air dan debu tersebut menjadi lumpur). Kalau dicampurkan dalam jumlah banyak sehingga menjadi lumpur, maka tidak lagi disebut air mutlak.
  5. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan zat suci dalam jumlah banyak, tetapi larut dan hancur sehingga mengubah sifat air (warna, bau, rasa) sampai mengubah penamaan terhadap air tersebut, maka status airnya suci, tetapi tidak dapat mensucikan (tidak dapat digunakan untuk bersuci). Contohnya, segelas air sumur dicampurkan dengan susu dalam jumlah banyak sehingga warna air yang bening berubah menjadi putih, rasanya berubah menjadi manis, dan baunya khas bau susu, maka namanya pun berubah dari “air” saja, menjadi “air susu”.
  6. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan zat suci dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak mengubah sifat air secara radikal (drastis) serta tidak mengubah penyebutan terhadap air tersebut, maka air ini statusnya sama adalah suci dan mensucikan (bisa digunakan untuk bersuci). Contohnya bunga safron (za’faran) yang bercampur ke air satu ember, tidak mengubah sifat air tersebut secara drastis, dan namanya pun tetap “air” saja, tidak berubah menjadi “air safron”.
  7. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan benda cair lainnya seperti air bunga mawar, air daun-daunan, atau air musta’mal (air bekas yang sudah digunakan sebelumnya untuk bersuci) yang sifat air-air tersebut sama seperti sifat air mutlak (tidak lagi berbau, dan lain-lain), maka kalau jumlahnya sedikit dan tidak mempengaruhi secara kuantitas andai baunya masih ada misalnya, maka tetap dianggap suci dan mensucikan. Contohnya ada air mawar satu gelas yang sudah tidak berbau lagi dicampurkan dengan satu ember air sumur. Seandainya satu gelas air mawar itu masih memiliki bau dan saat dicampurkan ia dapat mengubah satu ember air sumur, maka air mawar yang satu gelas dan tidak berbau tidak dianggap suci dan tidak mensucikan. Sebaliknya, jika saat satu gelas air mawar itu masih memiliki bau dan ketika dicampurkan dengan satu ember air sumur tidak terjadi perubahan pada sifat air, maka dianggap suci dan mensucikan. Intinya, kalau hanya sedikit campurannya, maka dimaafkan dan tetap dianggap suci serta mensucikan.
  8. Kalau air mutlak tersebut bercampur dengan najis, maka kalau jumlah airnya adalah dua kulah serta tidak terjadi perubahan pada sifat air secara radikal/drastis, maka air tersebut tetap dianggap suci dan mensucikan. Sebaliknya, kalau terjadi perubahan pada sifat air secara radikal/drastis, maka air tersebut dianggap air mutannajis. Ukuran dua kulah ini terdapat perbedaan di antara ulama. Rowwas Qol’ahji berpendapat 2 kulah itu setara dengan 321 liter. Wahbah Az-Zuhaili berpendapat 2 kulah itu setara dengan 270 liter. Ali Jum’ah berpendapat 2 kulah itu setara 191,25 Kg (liter). Rifa’i berpendapat 2 kulah itu setara dengan 216 liter. KH M Ma’sum Ali berpendapat 2 kulah itu setara dengan 174,58 liter. Mushthafa Dib al-Bugha berpendapat 2 kulah itu setara dengan 190 Liter. Ada pula yang berpendapat 2 kulah itu setara dengan 198,857 liter dan ada juga yang berpendapat setara dengan 160, 5 liter.

Baca Juga: Hukum Anak-anak Berjamaah di Saf Orang Dewasa

Apa Hukum Air yang Dicampur Kaporit?

Setelah dijelaskan beberapa aturan air, lalu bagaimana kalau air itu dicampur dengan kaporit atau klorin seperti yang saat ini banyak dilakukan oleh air PDAM?

Kaporit atau kalsium hipoklorit adalah salah satu jenis disinfektan (bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman) berbentuk bubuk putih yang biasa digunakan di air PDAM atau kolam renang untuk menjernihkan dan membunuh bakteri-bakteri patogen yang tersebar pada air PDAM atau kolam renang. Kaporit akan terpecah di dalam air sehingga menghasilkan oksigen dan gas klorin yang berbau khas menyengat dan sifatnya melebur menjadi satu dengan air.

Penggunaan kaporit harus disesuaikan dengan konsentrasi yang dibutuhkan dan batas aman yang telah ditetapkan oleh badan regulasi. Konsentrasi kaporit yang kurang dapat menyebabkan bakteri patogen yang ada di kolam renang tidak terbabat habis sehingga bisa menyebabkan penyebaran penyakit menular. Sedangkan konsentrasi kaporit yang berlebihan akan menyebabkan bahaya bagi kesehatan karena gas klorin yang tersisa pada air kolam renang. Jadi takarannya harus tepat.

Sebagaimana pembahasan di atas, kita tahu bahwa yang bisa membuat status air tidak bisa digunakan untuk bersuci adalah benda najis atau benda yang terkena najis atau benda suci yang jumlahnya banyak dan mengubah sifat air secara drastis kemudian tercampur dengan air sehingga membuat perubahan netralitas air secara radikal/drastis.

Zat kaporit bukanlah benda najis, sehingga tercampurnya kaporit ke dalam air tidaklah mengubah air menjadi mutannajis. Air yang sudah dicampur oleh zat kaporit statusnya adalah suci, sehingga bisa digunakan untuk diminum. Lalu apakah air bercampur kaporit tersebut bisa mensucikan atau dipakai untuk bersuci (berwudhu, mandi)?

Uraian di atas tentang air menyebutkan bahwa kalau air bercampur dengan zat suci dalam jumlah banyak, tetapi larut dan hancur sehingga mengubah sifat air (warna, bau, rasa) sampai mengubah penamaan terhadap air tersebut, maka status airnya suci, tetapi tidak dapat mensucikan (tidak dapat digunakan untuk bersuci). Sebaliknya, kalau air dicampur zat suci dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak mengubah sifat air secara radikal (drastis) serta tidak mengubah penyebutan terhadap air tersebut, maka air ini statusnya sama adalah suci dan mensucikan (bisa digunakan untuk bersuci). Imam Syafi’i RA mengemukakan:

وَإِذَا وَقَعَ فِي الْمَاءِ شَيْءٌ حَلَالٌ فَغَيَّرَ لَهُ رِيحًا أَوْ طَعْمًا، وَلَمْ يَكُنْ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِهِ وَذَلِكَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ الْبَانُ أَوْ الْقَطْرَانُ فَيَظْهَرُ رِيحُهُ أَوْ مَا أَشْبَهَهُ. وَإِنْ أَخَذَ مَاءً فَشِيبَ بِهِ لَبَنٌ أَوْ سَوِيقٌ أَوْ عَسَلٌ فَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ لَمْ يُتَوَضَّأْ بِهِ؛ لِأَنَّ الْمَاءَ مُسْتَهْلَكٌ فِيهِ إنَّمَا يُقَالُ لِهَذَا مَاءُ سَوِيقٍ وَلَبَنٍ وَعَسَلٍ مَشُوبٌ

Jika ada air kemasukan benda halal (suci) kemudian mengubah bau dan rasanya sedangkan antara benda yang membuat berubah dan air tidak melebur jadi satu, maka wudhu menggunakan air yang seperti ini hukumnya sah. Misalnya ada air kemasukan kayu atau ter (pelangkin) kemudian baunya menyengat atau sejenisnya. Jika ada orang mengambil air, lalu dicampuri dengan susu, tepung atau madu sehingga airnya larut menjadi satu, maka wudhu dengan air seperti ini hukumnya tidak sah. Karena air larut bersama benda dan mengubah netralitas nama air, bisa menjadikan namanya berubah menjadi air tepung, air susu, air madu yang tercampur. (Muhammad bin Idris As-Syâfi’i, Al-Umm, [Dârul Ma’rifah, Beirut, 1990], juz 1, halaman 20)

Jadi, untuk mengatakan bahwa air yang dicampur kaporit itu tidak dapat digunakan untuk bersuci setidaknya harus memenuhi beberapa unsur:

Pertama, bahwa jumlah kaporitnya banyak.

Kedua, bahwa akibat percampuran tersebut mengubah sifat air secara radikal/drastis.

Ketiga, bahwa akibat perubahan tersebut adalah mengubah penyebutan terhadap air tersebut.

Jika dianalisis dari unsur-unsur di atas, maka secara kuantitas jumlah kaporit yang dicampurkan kepada air sebenarnya tidaklah banyak, melainkan diukur oleh para ahli agar dapat membunuh kuman penyebab penyakit tanpa mengakibatkan efek samping bagi manusia saat dikonsumsi. Perbandingan kadar antara jumlah air dengan kaporit tidaklah sama dengan saat membuat air susu yang jumlah susunya banyak sehingga mengubah air bening menjadi air susu.

Secara akibat, kaporit yang jumlahnya sedikit ternyata mengakibatkan efek yang luar biasa, yaitu perubahan pada bau dan juga warna air.

Dari sisi perubahan, maka harus dinilai apakah perubahan tersebut membuat terjadinya perubahan dari sisi penamaan? Pada dasarnya air PDAM yang mengalir di rumah-rumah saat ini tetaplah disebut Air PDAM, bukan air kaporit. Lebih sering dikenal oleh masyarakat dengan “air PDAM kami berbau kaporit, atau bercampur kaporit”, tidak disebut “air kaporit kami”. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya status air tersebut secara umum masih disebut air mutlak (air PDAM), tetapi memang diakui ada perubahan bau.

Syekh Ismail bin Zen dalam fatwanya mempunyai pandangan yang menarik untuk digunakan. Syekh Ismail berpandangan obat atau zat yang membuat bening jika dicampurkan di air, selama tidak dalam rangka merekayasa air yang semula mutanajjis atau tidak mensucikan, maka tidak ada masalah. Kaporit digunakan PDAM atau kolam renang tidak bertujuan ingin mengubah status air yang semula terkontaminasi najis sampai berubah warna, lalu direkayasa kimiawi supaya bening. Kaporit digunakan oleh PDAM dalam rangka menghindarkan konsumen dari kemudharatan akibat kuman dan infeksi yang ada pada sumber air. Syekh Ismail Bin Zain mengemukakan:

 أَنَّ تَغَيُّرَ اْلمَاءِ بِالْكَدُوْرَاتِ وَنَحْوِهَا مِنَ اْلأَشْيَاءِ الطَّاهِرَةِ لاَ يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّتَهُ وَإِنْ تَغَيَّرَ رِيْحُهُ فَيَبْقَى طَاهِرًا مُطَهِّرًا عَلَى اْلأَصْلِ وَإِذَا عُوْلِجَ بِمَا ذُكِرَ فِي السُؤَالِ مِنَ اْلأَدْوِيَّةِ لِتَصْفِيَّتِهِ كَانَ ذَلِكَ نَوْعَ تَرَفُّهٍ ِلأجْلِ التَنْظِيْفِ لاَ ِلأَجْلِ التَّطْهِيْرِ بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَ تِلْكَ اْلأَدْوِيَةُ غَيْرَ نَجِسَةٍ وَحِيْنَئِذٍ فَيَصِحُّ الْوُضُوْءُ وَسَائِرُ أَنْوَاعِ الطَّهَارَةِ بِالْمَاءِ الْمَذْكُوْرِ قَبْلَ الْمُعَالَجَةِ أَوْ بَعَدَهَا اه

Sesungguhnya perubahan air dengan benda keruh dan sejenisnya dari barang-barang yang suci tidak bisa merusak kesucian air meskipun baunya sampai berubah. Dengan demikian, status air masih tetap suci menyucikan sebagaimana aslinya. Jika barang yang dicampur ke air tersebut dengan tujuan mengobati air sebagaimana dalam pertanyaan supaya menjadi bening maka hal itu termasuk kategori kemewahan saja (bukan hal primer) untuk tujuan membersihkan air, bukan dalam rangka mengubah air yang semula tidak suci kemudian direkayasa menjadi suci dengan syarat obat atau kimiawi yang dipakai untuk hal tersebut bersumber dari benda yang tidak najis. Maka wudhu beserta macam-macamnya bersuci sah menggunakan air tersebut baik sebelum diobati atau pun sesudahnya.” (Isma’il bin Zain, Qurratul Ain bi Fatawa Isma’il Az-Zain, halaman 47).

Bac Juga: ukum Haji dengan Utang Bagian 1

Mayoritas pendapat para ulama dan ahli fikih di dunia saat ini menyatakan bahwa boleh hukumnya bersuci dengan menggunakan air bercampur kaporit. Hal ini difatwakan juga oleh banyak lembaga fatwa di dunia Islam seperti Darul Ifta’ Mesir, lembaga fatwa Saudi, dan lain-lain.

Kesimpulannya, hukum air yang bercampur dengan kaporit adalah suci dan mensucikan. Air PDAM yang bercampur kaporit dapat digunakan untuk berwudhu dan mandi wajib. Hal ini karena air PDAM yang bercampur kaporit saat ini tidaklah dalam jumlah banyak, dan bertujuan untuk kepentingan menjaga air konsumsi masyarakat dari penyakit, kuman, infeksi, dan hal-hal lain yang membahayakan. Adanya perubahan bau pada air PDAM yang dicampuri kaporit tidaklah secara otomatis mengubah nama air tersebut menjadi air kaporit, dan tidak pula menanggalkan statusnya sebagai air mutlak.[]

Wallahu a’lam

Zamzami Saleh
Calon Hakim Pengadilan Agama, Alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah MTI Canduang. Alumni al-Azhar Mesir dan Pascasarjana di IAIN IB Padang.