Salah satu ibadah yang paling utama adalah dengan menggabungkan salat dan membaca al-Qur’an. Bahkan, umat Islam sangat dianjurkan untuk mengkhatamkan al-Qur’an dalam salatnya. Rasulullah SAW bersabda:
أفضل الصَّلَاة طول الْقُنُوت
Salat yang paling utama adalah yang panjang berdirinya (H.R. Muslim)
Maksud panjangnya berdiri itu tentu saja dengan cara mengisinya dengan membaca al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah ibadah bacaan paling baik, serta sangat dianjurkan dalam salat.
Pada dasarnya, membaca al-Qur’an dalam salat adalah dari hafalan, karena inilah sunah dari Nabi Muhammad SAW, para sahabat, serta jadi kebiasaan para ulama dan orang saleh. Akan tetapi, mengingat menghafal al-Qur’an menjadi hal yang tidak mudah bagi sebagian umat Islam, maka para ulama kemudian membahas perkara tentang kebolehan umat Islam untuk membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat, baik mushaf itu dipegang di tangan atau ditempatkan pada tempat tertentu yang memungkinkan orang yang salat untuk membacanya.
Ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya boleh membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat, baik dilakukan oleh Imam pada salat jamaah atau ketika salat sendirian saja, baik pada salat fardhu maupun salat sunat, baik bagi yang hafal al-Qur’an maupun yang tidak hafal. Imam Nawawi RA berkata dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab:
لو قرأ القرآن من المصحف لم تبطل صلاته، سواء كان يحفظه أم لا، بل يجب عليه ذلك إذا لم يحفظ الفاتحة، ولو قلب أوراقه أحيانًا في صلاته لم تبطل.
Kalau seseorang membaca al-Qur’an dari mushaf, maka tidak batal salatnya, baik pembacanya hafal al-Qur’an atau tidak. Bahkan, hukumnya wajib membaca al-Qur’an dari mushaf bagi umat Islam yang tidak hafal surat al-Fatihah. Kalaupun pembaca membolak-balikkan halaman mushaf beberapa kali dalam salatnya, maka salatnya tidak batal (tetap sah).
Dalilnya adalah riwayat dari Aisyah RA
عن ابن أبي مليكة أن ذكوان أبا عمرو كانت عائشة أعتقته عن دبر فكان يؤمها ومن معها في رمضان في المصحف
Dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa Dzakwan (Abu Amr) –budak yang dijanjikan bebas oleh Aisyah jika beliau (Aisyah) meninggal- mengimami Aisyah dan orang-orang bersama Aisyah di bulan Ramadhan dengan membaca mushaf. (H.R. Bukhari secara Muallaq, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf).
Dalam riwayat lain disebut bahwa:
عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنِ الْقَاسِمِ «أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ تَقْرَأُ فِي الْمُصْحَفِ فَتُصَلِّي فِي رَمَضَانَ أَوْ غَيْرِهِ»
Dari Zuhri, dari Qasim, bahwa Aisyah RA membaca al-Qur’an dari mushaf dalam keadaan salat atau di lain salat.
Imam Abu Daud RA bahkan mengumpulkan dan menjelaskan riwayat-riwayat tentang membaca al-Qur’an dari mushaf dalam keadaan salat dalam kitabnya al-Mashahif pada bab “keringanan bagi imam untuk membaca al-Qur’an dari mushaf”.
Baca Juga: Hukum Bersuci dengan Air Bercampur Kaporit
Ada yang berpendapat bahwa tidak boleh membaca al-Qur’an dari mushaf dalam salat dengan alasan bahwa perbuatan itu dapat membatalkan salat. Pendapat ini dibantah dengan argumentasi bahwa yang dapat membatalkan salat adalah bergerak yang banyak secara berulang-ulang. Hitungan banyak bergerak ini tidak ada standarnya dan diserahkan pada kebiasaan. Di antara pendapat menyatakan bahwa bergerak yang banyak itu standarnya adalah bergerak berulang kali sebanyak tiga kali tanpa ada jeda. Seandainya ada jeda, maka tidak disebut sebagai bergerak yang banyak.
Ada juga yang berpendapat bahwa tidak boleh hukumnya membawa sesuatu dalam salat. Pendapat ini dibantah karena tidak ada dasarnya. Selain itu, Rasulullah SAW sendiri pernah mencontohkan bahwa beliau menggendong anak kecil ketika salat. Seandainya perbuatan membawa atau menggendong ini dapat membatalkan salat, maka Rasulullah SAW pasti akan melarangnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa tidak boleh hukumnya membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat karena perbuatan ini dianggap menyerupai ibadah non muslim yang membaca dari buku saat ibadahnya. Pendapat ini dibantah bahwa yang dilarang pada perkara menyerupai adalah kalau ada niat dari si pembaca al-Qur’an untuk menyerupai gaya ibadah non muslim serta perbuatan yang ditiru adalah perbuatan yang tercela atau berurusan dengan akidah. Adapun membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat yang dilakukan oleh seseorang muslim pastilah tidak ada niat untuk menyerupai gaya ibadah non muslim. Pastilah niatnya hanya untuk mengejar keutamaan salat dengan lama berdiri dan banyak membaca al-Qur’an di dalamnya. Terlalu berlebihan menuduh orang Islam yang membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat dengan tasyabuh (menyerupai) ibadah non muslim.
Ada juga yang berpendapat bahwa tidak boleh membaca al-Qur’an dari mushaf saat salat dengan alasan perbuatan itu menyibukkan seseorang dari perbuatan salat. Pendapat ini dibantah bahwa yang dilarang adalah sibuk dengan perbuatan yang tidak ada hubungannya dengan salat. Adapun sibuk dengan membaca al-Qur’an dari salat maka sesungguhnya perbuatan itu adalah perbuatan yang masih berhubungan erat dengan salat.
Walaupun begitu, tetap saja lebih baik bagi umat Islam adalah menghafal al-Qur’an dan membacanya dari hafalan dalam salat, karena inilah sunnahnya Nabi Muhammad SAW yang diikuti para sahabat serta para ulama. Guru-guru kami di Al-Azhar kurang menyukai membaca al-Qur’an dari mushaf dalam salat, walaupun mereka tetap membolehkannya. Ada banyak keutamaan bagi para penghafal al-Qur’an. Selain itu, akan lebih mudah memaknai al-Qur’an serta menghayati bacaannya manakala dibaca dari hafalan sendiri.
Selain itu, jadi catatan juga agar tidak meletakkan mushaf pada tempat yang tidak semestinya, seperti di atas tanah atau lantai. Pada saat salat, letakkanlah mushaf pada tempat yang tinggi dan mulia.
Lalu bagaimana hukumnya makmum yang menyimak bacaan imam dari mushaf saat salat?
Baca Juga: Hukum Anak-anak Berjamaah di Saf 0rang Dewasa
Hukumnya sama dengan membaca al-Qur’an dari mushaf dari salat, yaitu dibolehkan. Tentunya dengan ketentuan-ketentuan bahwa makmum tidak bergerak banyak, menyimak bacaan dengan benar dan tidak teralihkan dengan membaca ayat yang lain selain yang dibaca oleh imam.[]
Wallahu A’lam.
Leave a Review