Semua ulama, selain mazhab imam Malik serta riwayat dari Atha’ dan Sufyan al-Tsauri, berpendapat bahwa disunnahkan membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dalam salat. Dalilnya adalah firman Allah SWT surat al-Nahl ayat 98:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرجيم
Apabila kamu membaca al-Qur’an maka mohon perlindunganlah kepada Allah dari setan yang terkutuk
Imam al-Syirazi membawakan hadis yang menjadi dalil juga kesunnahan membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dalam salat. Hadisnya sebagai berikut:
إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berdoa: Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari keburukan dan kesombongannya. (H.R. al-Tirmidzi)
Adapun mazhab Maliki berpendapat bahwa ta’awudz tidak dibaca (tidak diwajibkan dan tidak pula dianjurkan) ketika salat, sementara al-Abdari meriwayatkan dari Atha’ dan Sufyan al-Tsauri serta riwayat dari Daud al-Zhahiri berpendapat bahwa hukum membaca ta’awudz adalah wajib.
Baca Juga: Hukum Imam Diam Sejenak setelah Membaca al-Fatihah
Waktu dan Tata Cara Membaca Ta’awudz dalam Salat?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa ta’awudz dibaca dalam salat sebelum membaca surat al-Fatihah. Sementara sebagian lagi seperti Abu Hurairah, Ibn Sirin, dan al-Nakha’i berpendapat bahwa ta’awudz dibaca setelah selesai membaca al-Qur’an, berdalil dengan tekstual ayat di atas. Ayat tersebut dimaknai dengan “apabila engkau telah (selesai) membaca al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” Mayoritas ulama berpendapat bahwa makna dari ayat yang dimaksud adalah “apabila engkau hendak membaca al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.”
Bacaan ta’awudz dalam salat yang jahr (dikeraskan bacaannya) dapat dibaca secara jahr (keras) atau sirr (pelan). Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, ta’awudz dalam salat dibaca pada setiap rakaat. Imam Nawawi menjelaskan:
وَالْمَذْهَبُ اسْتِحْبَابُ التَّعَوُّذِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ وَصَحَّحَهُ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ فِي الْبَسِيطِ وَالرُّويَانِيُّ وَالشَّاشِيُّ وَالرَّافِعِيُّ وَآخَرُونَ
Pendapat mazhab adalah bahwa disunnahkan membaca ta’awudz pada setiap raka’at. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi Abu Thayyib al-Thabari, Imam al-Haramaini, al-Ghazali dalam kitab al-Basith, al-Ruyani, al-Syasyi, al-Rafi’i, dan lain-lain.
Apabila seseorang lupa atau sengaja tidak membaca ta’awudz dalam salat, maka tidak ada sanksi baginya, karena membaca ta’awudz adalah sunah hay’ah dalam salat, yang kalau tertinggal tidak wajib sujud sahwi. Imam Nawawi sebagaimana mengutip pendapat Imam Syafi’i berkata:
قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ لَوْ تَرَكَ التَّعَوُّذَ عَمْدًا فَإِنْ تَرَكَهُ عمدا أو سهوا فليس عليه سجود سهو
Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm: kalau seseorang meninggalkan membaca ta’awudz, baik sengaja ataupun karena lupa, maka ia tidak perlu sujud sahwi
Ada beberapa redaksi bacaan ta’awudz sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi berikut:
وَأَمَّا صِفَتُهُ فَمَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقُولَ (أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) وَبِهِ قَالَ الْأَكْثَرُونَ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَقَالَ الثَّوْرِيُّ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقُولَ (أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إنَّ الله هو السميع العليم) وقال الحسن ابن صَالِحٍ يَقُولُ (أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) وَنَقَلَ الشَّاشِيُّ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ صَالِحٍ (أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إنَّ اللَّهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ) وَحَكَى صَاحِبُ الشَّامِلِ هَذَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ واحتج بقول الله تعالى (وإما ينزغنك من الشيطان نزع فاستعذ بالله انه سميع عليم) وَحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ وَاحْتَجَّ أَصْحَابُنَا بِقَوْلِ اللَّهِ تعلى (فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرجيم) فَقَدْ امْتَثَلَ الْأَمْرَ
Tentang redaksi ta’awudz ada beberapa pendapat:
Pertama, mazhab kita (Syafi’i) dan juga merupakan pendapat mayoritas ulama, dianjurkan mengucapkan:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Kedua, menurut Sufyan al-Tsauri, redaksi ta’awudz yang dianjurkan adalah:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إنَّ الله هو السميع العليم
Ketiga, menurut al-Hasan bin Saleh, pendapat ini juga dipastikan oleh al-Badaniji, dan diriwayatkan oleh al-Rafi’i, ta’awudz dengan redaksi:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Keempat, al-Qaffal al-Syasyi menukilkan pula dari al-Hasan bin Saleh, dan pengarang kitab al-Syamil menghikayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal dengan redaksi:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إنَّ اللَّهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pada dasarnya semua bentuk redaksi ta’awudz (mohon perlindungan kepada Allah) sudah cukup untuk mendapatkan pahala Sunnah, tetapi redaksi yang utama adalah sebagaimana redaksi yang disepakati oleh mayoritas ulama. Imam Nawawi menukil pernyataan Imam Syafi’i sebagai berikut:
قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَأَصْحَابُنَا يَحْصُلُ التَّعَوُّذُ بِكُلِّ مَا اشْتَمَلَ عَلَى الِاسْتِعَاذَةِ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ لَكِنَّ أَفْضَلَهُ أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Imam Syafi’i berpendapat dalam al-Umm dan para ashhab kami (ulama mujtahid): menunaikan anjuran membaca ta’awudz sudah hasil (cukup) dengan membaca setiap lafaz yang mengandung permohonan diberikan perlindungan Allah dari setan. Namun, redaksi ta’awudz yang paling utama adalah redaksi:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Wallahu A’lam
Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com
Leave a Review