Semua ulama Islam telah bersepakat (ijma’) bahwa hukum mengangkat tangan saat takbir (takbiratul ihram, takbir saat turun mau ruku’, takbir saat bangkit dari ruku’, dan takbir saat berdiri setelah tasyahud awal) adalah mustahabb (Sunnah). Imam al-Syirazi menyatakan dalam kitabnya al-Muhadzzab:
ويستحب أن يرفع يديه مع تكبيرة الاحرام حذو منكبيه لما روى ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم ” كان إذا افتتح الصلاة رفع يديه حذو منكبيه وإذا كبر للركوع وإذا رفع رأسه من الركوع “
Disunnahkan mengangkat tangan sejajar dua pundak saat mengucapkan takbiratul ihram, karena ada hadis riwayat dari Ibn Umar RA bahwa Rasulullah SAW ketika memulai salat mengangkat tangannya sejajar dengan bahunya, begitu juga ketika takbir untuk ruku’, dan ketika mengangkat kepala (bangkit) dari ruku’. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Masalah sunnahnya mengangkat tangan ketika takbiratul ihram ini tidak ada yang menyelisihinya, meskipun ada nukilan dari al-Abdari yang menyatakan bahwa sekte syiah zaidiyyah tidak mengangkat kedua tangannya ketika takbiratul ihram. Namun, kalaupun benar nukilan tersebut, maka penyimpangan syiah zaidiyyah tersebut tidak dianggap merusak ijma’ ulama, karena syiah zaidiyyah sendiri adalah kelompok mubtadi’ah (pelaku bid’ah) yang bukan termasuk ahli Sunnah. Imam Nawawi menyebutkan dalam al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab:
ونقل العبدري عن الزيدية أنه لا يرفع يديه عند الإحرام والزيدية لا يعتد بهم في الإجماع
Al-Abdari menukilkan pendapat dari syiah zaidiyyah bahwa mereka tidak mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. Zaidiyyah sendiri tidak dianggap dalam urusan ijma’.
Meskipun semua ulama telah sepakat tentang sunnahnya mengangkat kedua tangan tersebut, tetapi terdapat perbedaan tentang posisi tangan ketika terangkat. Pendapat Imam Syafi’i dan para ulama mujtahid dalam mazhab Syafi’i bahwa posisi kedua tangan ketika terangkat adalah sejajar dengan kedua pundak. Sementara secara lebih detail menurut al-Rafi’i (dan diklaim sebagai pendapat mazhab) bahwa ketika kedua tangan terangkat posisi jari-jari tangan sejajar dengan ujung telinga, posisi ibu jari tangan sejajar dengan daun telinga. Imam Nawawi menjelaskan:
وأما محل الرفع فقال الشافعي في الأم ومختصر المزني والأصحاب يرفع حذو منكبيه والمراد أن تحاذي راحتاه منكبيه قال الرافعي والمذهب أنه يرفعهما بحيث يحاذي أطراف أصابعه أعلى أذنيه وإبهاماه شحمتي أذنيه وراحتاه منكبيه وهذا معنى قول الشافعي والأصحاب رحمهم الله يرفعهما حذو منكبيه وهكذا قاله المتولي والبغوى والعزالى
Tentang posisi tangan (saat terangkat), maka pendapat Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dan Mukhtashar al-Muzani, serta para ashhab adalah diangkat sejajar dengan dua pundaknya, maksudnya adalah bahwa kedua telapak tangan sejajar dengan dua pundaknya. Al-Rafi’i berkata bahwa menurut pendapat mazhab, kedua tangan diangkat sekira-kira dua ujung jari-jari tangan sejajar dengan bagian paling atas kedua telinganya, kedua ibu jarinya sejajar cuping telinganya, dan bagian telapak tangannya sejajar kedua pundaknya. Inilah makna dari pendapat Imam Syafi’i dan para ashhab RA bahwa kedua tangan diangkat sejajar dengan kedua pundak. Pendapat seperti ini juga disampaikan oleh al-Mutawalli, al-Baghawi, dan al-Ghazali RA.
Baca Juga: Hukum Bersedekap dalam Salat
Paparan Imam Nawawi di atas ini dapat dimaknai bahwa pendapat Imam al-Rafi’i merupakan pendapat yang sama dengan Imam Syafi’i atau bisa jadi merupakan pendapat yang berbeda sama sekali. Pendapat Imam Syafi’i murni mengikut hadis riwayat Ibn Umar, meskipun dari sisi makna masih umum dan memunculkan penafsiran, tentang bagian tangan manakah yang sejajar dengan pundak. Apakah seluruh bagian tangan mulai dari pergelangan sampai ujung jari, atau cukup sebagian saja yang sejajar dengan pundak. Keumuman ini lah yang dijelaskan oleh Imam al-Rafi’i dengan pendapatnya. Imam al-Rafi’i menyatakan bahwa Imam Syafi’i sebenarnya menggabungkan beberapa riwayat yang berbeda tentang masalah ini, di antara hadis-hadisnya:
روى ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم ” كان إذا افتتح الصلاة رفع يديه حذو منكبيه وإذا كبر للركوع وإذا رفع رأسه من الركوع “
Riwayat dari Ibn Umar RA bahwa Rasulullah SAW ketika memulai salat mengangkat tangannya sejajar dengan bahunya, begitu juga ketika takbir untuk ruku’, dan ketika mengangkat kepala (bangkit) dari ruku’ (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
وروى مالك بن الحويرث أن النبي صلى الله عليه وسلم ” كان إذا كبر رفع يديه حتى يحاذي بهما أذنيه وفي رواية فروع أذنيه “
Riwayat dari Malik bin al-Huwairits bahwa Nabi Muhammad SAW ketika takbir mengangkat tangannya sampai sejajar dengan dua telinganya, dan pada riwayat lain sejajar dengan bagian dua telinganya. (H.R. Muslim)
وفي رواية لابي دواود في حديث وائل ” رفع يديه حتى كانتا حيال منكبيه وحاذى بإبهاميه أذنيه “
Pada riwayat dari Wail bin Hujr dalam Sunan Abu Daud dengan redaksi “Rasulullah SAW mengangkat tangannya hingga kedua telapaknya sejajar dengan pundaknya dan ibu jarinya sejajar dengan telinganya (H.R. Abu Daud).
Kesimpulannya adalah bahwa hukum mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, takbir ketika mau ruku’, dan takbir ketika bangkit dari ruku’ (i’tidal) adalah sunnah. Namun, para ulama berbeda pendapat dalam masalah posisi tangan ketika diangkat, apakah sejajar dengan bahu atau telinga. Imam Syafi’i berpendapat bahwa posisi tangan ketika takbir adalah sejajar dengan pundak. Imam al-Rafi’i berpendapat (dengan upaya mengkonkretkan pendapat Imam Syafi’i) bahwa posisi tangan ketika takbir adalah ujung-ujung jari tangan sejajar bagian atas telinga, ibu jari tangan sejajar dengan cuping telinga, dan bagian telapak tangan sejajar dengan bahu.
***
Tambahan
Ketika mengangkat tangan, maka jari-jari tangan tersebut agak direnggangkan. Imam al-Syirazi menjelaskan:
ويفرق بين اصابعه لما روى أبو هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم “كان ينشر اصابعه في الصلاة نشرا “
Jari-jari tangan direnggangkan (ketika mengangkat tangan saat takbir). Dalilnya adalah hadis riwayat Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar merenggangkan jari-jari beliau dalam salat. (H.R. al-Tirmidzi)
Dalam internal mazhab Syafi’i terdapat perbedaan tentang berapa ukuran merenggangkan jari-jari tangan tersebut. Imam Nawawi menjelaskan.
واختلف أصحابنا في استحباب تفريق الاصابع هنا ففطع المصنف والجمهور باستحبابه ونقله المحاملي في المجموع عن الأصحاب مطلقا وقال الغزالي لا يتكلف الضم ولا التفريق بل يتركها منشورة على هيئتها وقال الرافعي يفرق تفريقا وسطا والمشهور الاول
Para ashhab kita (ulama mujtahid mazhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang ukuran merenggangkan jari-jari tangan yang disukai di sini. (Pertama), Imam al-Syirazi dan mayoritas ulama mujtahid mazhab Syafi’i berpendapat bahwa yang disukai adalah benar-benar merenggangkan (ada usaha merenggangkannya). Pendapat ini dinukil pula oleh al-Mahamili dari beberapa orang ashhab. (Kedua), Al-Ghazali berkata tidak perlu berlebihan merapatkan dan merenggangkan, tetapi biarkan saja merenggang sebagaimana kondisi tangannya biasa. (Ketiga) Al-Rafi’i berpendapat bahwa ukuran merenggangkannya adalah ukuran pertengahan, tidak terlalu dipaksakan, juga tidak ada usaha perenggangan sama sekali. Pendapat mazhab yang masyhur adalah pendapat yang pertama.
Tambahan Kedua
Dalam mazhab Syafi’i, ada beberapa kondisi jari-jari tangan dalam salat. Imam Nawawi menjelaskan:
للأصابع في الصلاة أحوال (أحدها) حالة الرفع في تكبيرة الإحرام والركوع والرفع منه والقيام من التشهد الأول وقد ذكرنا أن المشهور استحباب التفريق فيها (الثاني) حالة القيام والاعتدال من الركوع فلا تفريق فيها (الثالث) حالة الركوع يستحب تفريقها على الركبتين (الرابع) حالة الركوع يستحب ضمها وتوجيهها إلى القبلة (الخامس) حالة لجلوس بين السجدتين وفيها وجهان (الصحيح) أنها كحالة السجود(والثاني)يتركها على هيئتها ولا يتكلف ضمها (السادس) حالة التشهد باليمنى مقبوضة الأصابع إلا المسبحة والإبهام خلاف مشهور واليسرى مبسوطة وفيها الوجهان اللذان في حالة الجلوس بين السجدتين الصحيح يضمها ويوجهها للقبلة
Ada beberapa kondisi jari-jari tangan dalam salat:
Pertama, ketika mengangkat tangan saat takbiratul ihram, ruku’, bangun dari ruku’, dan takbir saat berdiri setelah tasyahud awal, kondisi jari-jari tangannya direnggangkan.
Kedua, ketika berdiri dan i’tidal, kondisi jari-jari tangan tidak direnggangkan.
Ketiga, ketika ruku’, jari-jari tangan direnggangkan di atas lutut.
Keempat, ketika sujud, jari-jari tangan dirapatkan dan diarahkan ke arah kiblat.
Kelima, ketika duduk antara dua sujud ada dua pendapat, pendapat yang sahih jari-jari tangan dirapatkan sama seperti ketika sujud. Pendapat yang lain, jari-jari dibiarkan sebagaimana biasa, tidak direnggangkan dan tidak pula dipaksa untuk dirapatkan.
Keenam, ketika tasyahud, jari-jari tangan kanan dikepalkan kecuali jari telunjuk dan jempol (ibu jari). Adapun jari-jari tangan kiri, maka ada dua pendapat sama seperti perbedaan pendapat tentang duduk antara dua sujud. Pendapat yang sahih, jari-jari tangan kiri dirapatkan dan dihadapkan ke arah kiblat.[]
Wallahu A’lam
Leave a Review