Naskah ini merekam pemikiran tasawuf Ibnu Arabi ketika diperkenalkan ke Nusantara, dan diintegrasikan ke dalam kajian-kajian tasawuf falsafi Islam Nusantara
Oleh: Ahmad Baso
Ngaji ilmunya Ibnu Arabi adalah sesuatu yang eksklusif, khusus takhassus. Levelnya santri-santri Ma’had Aly. Dan harus melalui jaringan tarekat dan ada guru atau mursyidnya.
Ini contohnya. Ini adalah naskah kitab Muntahal Madarik karya Sa’dudin atau Sa’iduddin Muhammad bin Ahmad al-Farghani (wafat 700 H./1300 M). Beliau adalah murid Sadruddin al-Qunawi (wafat 672 H./1273 M); dan yang terakhir ini adalah murid Ibnu Arabi.
Naskah ini disalin dan dikomentari oleh seorang guru tarekat Syathariyah dan Qadiriyah bermazhab Syafi’i asal Minangkabau, kelahiran Sampadang, Kota Tengah, Padang, Naskah ini ditulis di kota suci Madinah hari Rabu 6 Jumadil Awal 1096 H. (10-11 April 1685 M).
Nama ulama Nusantara penulisnya ini: Muhammad Jamaluddin bin Syarafuddin as-Sampadanawi al-Minangkabawi (lihat kolofon).
Naskah ini lalu masuk ke Aceh di abad 18, dan menjadi bahan pengajian takhassus komunitas tarekat. Pas perang Aceh bergolak sejak 1874, naskah ini dirampas dari satu dayah, bersama ratusan naskah-naskah lainnya, lalu dibawa pegawai Kompeni ke Batavia awal abad 20, dan kini masuk koleksi Perpusnas Jakarta (kode A 426/PNRI)
Kini ada yang memvonis haram baca Ibnu Arabi, tapi tidak pernah ikut tarekat Syathariyah atau Qadiriyah, tidak pernah masuk JATMAN, dan tidak pernah nyantri di Ma’had Aly takhassus tasawuf falsafi. … ya rusaklah agama ini… []
Leave a Review