scentivaid mycapturer thelightindonesia

Inyiak Canduang, Pembaharu Nan Moderat

Inyiak Canduang, Pembaharu Nan Moderat

Inyiak Canduang Pembaharu Nan Moderat Inyiak Canduang Pembaharu Nan Moderat Inyiak Canduang Pembaharu Nan Moderat Inyiak Canduang Pembaharu Nan Moderat

Oleh: Duski samad[2]

Judul di atas diangkat adalah bahagian dari refleksi penulis setelah membaca buku Biografi Inyiak Candung Perjalanan Hidup dan Perjuangan Syekh Sulaiman Arrasuli[1] yang ditulis oleh Mestika Zed, dkk  hari ini, 5 Juni 2021 diluncurkan bersamaan dengan Halal bil Halal Keluarga Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (TARBIYAH PERTI) Provinsi Sumatera Barat. Konklusi penulis bahwa salah satu karakter kepribadian dan kepemimpinan Syekh Sulaiman Arrasuli adalah pembaharu nan moderat ditarik dari berapa argument di bawah ini.

Pada halaman pengantar Biografi Inyiak Candung Perjalanan Hidup dan Perjuangan Syekh Sulaiman Arrasuli dapat dibaca…selain menunjukkan sikapnya secara langsung dengan kecerdasan otak dan kata yang santun, teguh memegang prinsip Ahlussunah wal Jamaah, yang membuat penjajah gamang dan cemas, setiap diajak ia menolak tegas. Jinak-jinak burung merpati, tetapi tidak pernah bisa dipegang kolonial yang mengintainya, apalagi diajak kolonialisme bersekutu. Justru ia memiliki konsistensi jiwa dan semangat Islam dan kebangsaan yang tinggi. Tak dapat dilupakan jasanya melahirkan dan menghasilkan gagasan besar dan pemikiran piawai yang lompatannya melebihi usianya.

Biografi Inyiak Candung Perjalanan Hidup dan Perjuangan Syekh Sulaiman Arrasuli

Pengambaran tentang Inyiak Candung dengan diksi kecerdasan otak, kata-kata santun, teguh memegang prinsip, membuat penjajah gamang dan cemas adalah indikasi bahwa beliau sosok pemimpin pembaharu yang hidup di zamannya, bahkan pemikiran dan jejak perjuangannya jauh melompati waktu hidupnya.

Pemakaian kata-kata metofaris, jinak-jinak burung merpati, menunjukkan kekuatan sikap, dan pendirian beliau yang tegas, jelas dan tidak menyakiti pihak lain, hebatnya tidak mudah di bawah kendali dan hegomeni pihak lain yang mengincarnya. Besar dugaan bahwa perjuangan hidupnya mengerakkan keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan begitu luas, tentu didasari oleh keteguhan jiwanya berbuat untuk bangsa Indonesia yang memang sejak awal sudah diterimanya memiliki keragaman suku, agama dan golongan.

Penyebutan penulis bahwa Inyiak Candaung adalah pembaharu moderat yang tercermin dari sikap, kepribadian dan rekam jejak perjuangannya sebagaimana di atas, juga dapat dibaca dari buku dan penelitian yang lebih otoritatif. Deliar Noer dalam bukunya Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1940 menempatkan Perti sebagai salah poros pergerakkan yang ikut berkontribusi dan saling memperkuat dengan gerakan modern pemikiran dan pendidikan Islam.

Deliar Noer menulis (1980:336) golongan tradisi tidak pula senantiasa berdiam diri dan bersikap statis. Merekapun mengadakan perubahan-perubahan dalam kalangan mereka, pada mulanya dengan mengorganisasi diri dalam Nahdlatul Ulama (1926) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1928) dan juga mengadakan perubahan lain. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah mengadakan perubahan dalam sekolah yang mereka dirikan dengan memperkenalkan sistim kelas disertai kurikulum. Mereka mencontoh cara-cara kalangan moderen dalam propaganda, seperti mengadakan tabligh, bukan saja di Masjid, tetapi juga di tempat lain; mereka menerbitkan majalah dan brosur. Dalam tahun 1935 Perti malah memperkuat pendapat terdahulu di kalangan moderen Islam bahwa harta pendapatan harus tunduk pada hukum faraidh.

Hamka dalam bukunya Ayahku (1982:290-298) menulis satu pasal Ulama-ulama yang menentangnya yaitu Syekh Saad Mungka, Syekh Khatib Ali, Syekh Sulaiman Arrasuli,  Syekh Muhamnad Zein Simabur, dan Syekh Muhammad Djamil Jaho. Ketika menjelaskan hubungan Syekh Muhammad Jamil Jaho dengan ayahnya ia menuliskan bahwa pandangan Syekh Muhammad Jamil Jaho tentang harta pusaka Minangkabau jauh lebih radikal dari pandangan ayahku. Dan terhadap Terikat Naqsabandi berjauhan pendapat dengan Syekh Sulaiman Arrasyuli dan berdekat dengan ayahku.

Tulisan lain yang menunjukkan bahwa kaum tua atau golongan tradisi adalah pengerak paling awal dari  kebangkitan Islam, Gerakan Padri dan perjuangan kebangsaan ada pada karya Christine Dobbin, judul bukunya Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam dan Gerakan Minangkabau 1784-1847.(terj.2008: 198-225)…kira-kira tahun 1784 seorang Syekh yang ternama menjadi kepala surau Syathariyah di Kota Tuo. Dia adalah Tuanku Nan Tua, seorang guru istimewa yang menarik ribuan murid ke Kota Tuo dan surau Syathariyah di sekitar desa itu. Surau-surau ini sejak dahulu membaur dengan damai dalam panorama agraris….muridnya yang terkenal Jaluddin mendirikan surau di Koto Laweh…ia mulai mengajarkan aspek hukum Islam dan hukum lainnya, termasuk hukum dagang.

Fakta sejarah di atas menunjukkan pada semua pihak bahwa perjalanan panjang ormas Persatuan Tarbiyah Islamiyah, PERTI dalam mendinamisasi pergerakan umat adalah bahagian yang tak terpisahkan dari gerakan modern Islam. Perbedaan pendekatan, metode dan sikap pembaharuan yang dijalan oleh ulama, aktivis dan jamaah Perti lebih memilih berjalin berkelindan dengan adat dan budaya lokal, khususnya budaya Minangkabau adalah ijtihad ulama yang mesti dihargai dengan baik.

Pemahaman dan gerakkan keislaman moderen yang diusung sejak awal sampai usia mendekati satu abad ini masih tetap kukuh mengembangkan paham moderasi dalam aqidah pola pemahaman Ahlusunah wal Jamaah, As’ariyah Maturidiyah. Dalam ibadah mengikuti mazhab dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali  serta mengamalkan thariqat. Dalam konteksi ini, patut diingatkan, bahwa sejarah pergerakkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (TARBIYAH-PERTI) adalah berjalin berkelindan dengan perjalanan hidup dan perjuangan Inyiak Candung.

Pilihan penulis menarik benang merah bahwa paham dan pemikiran Inyiak Candung sebagai modernis atau pembaharu nan moderat juga didasari oleh keberadaan beliau yang secara akademik menimba ilmu di Makkah, bersamaan dengan tokoh pembaharu Inyiak DR, dkk. Bedanya Inyiak Canduang dalam mengaktualisasikan gerakan pembaharuannya memilih cara-cara moderat, mengakomodasi kearifan lokal, memilih pola, gaya dan pendekatan yang lebih humanis dan tidak mudah menuduh kelompok yang berseberangan dengannya dengan tuduhan sesat, bid’ah dan stigama lain yang tidak sesuai dengan akhlakul karimah. 

Pendekatan pendidikan, dakwah dan sosial yang berbasis pada realitas sosial umat Islam pada masa penjajahan dan masih dalam keterbatasan pengetahuan adalah pilihan bijak yang dilakukan oleh ulama, aktivis dan pengerak Ahlusunnah wal Jamaah di Minangkabau pada zaman itu. Keberadaan dan kiprah Inyiak Candung menjadi lokomotif pembaharuan dengan mengubah pola halakah menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) di mulai dari MTI Canduang adalah membawa perubahan besar bagi lembaga pendidikan Islam di Minangkabau, Jambi, Riau dan akhirnya Indonesia.

Baca Juga: Berziarah ke Makam Syekh Sulaiman Arrasuli

Tarbiyah Perti dan Moderasi Beragama

Pembacaan penulis tentang paham keagamaan dan pemikiran ulama Tarbiyah Perti, ada relasi yang kuat dan saling berhimpitan dengan moderasi beragama. Moderasi beragama secara harfiah maksudnya adalah sikap moderat, jalan tengah, adil, tidak vulgar, dan tidak kasar  dalam menampilkan sikap keagamaan. Pemahaman moderasi keagamaan dapat diraba dari pemikiran, sikap dan aktulisasi diri umat terhadap agama, lazimnya dipengaruhi oleh internalisasi iman, pra kondisi dan situasi sosial dimana mereka hidup. Permulaan moderasi keagamaan itu dari konsepsi yang melekat kuat dalam keyakinan dan sikap diri bahwa, (1). Saya benar, pihak lain salah. (2). Saya benar, pihak lain benar.(3). Saya benar pihak boleh jadi benar dan boleh jadi salah.

Moderasi keagamaan menjadi salah satu dari matra capaian yang hendak diwujudkan oleh Kementrian Agama RI sejak tahun 2019[3]. Untuk menerimanya maka sikap dan mentalitas keberagamaan yang ada sekarang mesti harus berani diubah atau digeser sedikit. Bukan agama atau obyeknya yang digeser, melainkan sikap dan perilaku keberagamaannya (subyek) dan interpretasi keagamaannya yang perlu disegarkan kembali. Dari pola keberagamaan yang semula bercorak taqlidy (sekadar mengikut apa saja yang dianjurkan, dinasihatkan, dan diperintahkan oleh para senior, guru, mubaligh, amir, kiai, atau ustaz) ke arah corak keberagamaan yang ijtihady. Artinya, seorang pemeluk agama mampu mengolah secara matang informasi, anjuran, dan nasihat-nasihat keagamaan yang masuk ke dalam memori dan pengalaman hidupnya.

Moderasi berlawan dengan istilah konservatif. Dalam KBBI kon·ser·va·tif / konsérvatif/ a 1 kolot; 2 bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku. Dalam konteks paham keagamaan, Bruinessen mendefinisikan Islam konservatif sebagai “berbagai aliran pemikiran yang menolak penafsiran ulang atas ajaran-ajaran Islam secara liberal dan progresif, dan cenderung untuk mempertahankan tafsir dan sistem sosial yang baku”. Islam konservatif juga dibedakan dari Islam fundamentalis, yakni gerakan atau aliran yang mengajak kembali kepada sumber ajaran Islam yang mendasar, yakni al-Qur’an dan hadis. Gerakan konservatif juga berbeda dari gerakan “Islamis” yang didefinisikan sebagai gerakan yang mendukung gagasan Islam sebagai sebuah sistem politik dan berjuang untuk mendirikan negara Islam (Bruinessen, 2013: 16-17).

Mencermati karakteristik moderasi beragama seperti di atas, maka dapat dikatakan bahwa pemikiran dan paham keagamaan yang ditumbuhkan dilingkungan Tarbiyah Perti melalui pendidikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI), Pondok Pesantren, halakah tarekat, surau dan tempat pengajian adalah memiliki ketersambungan yang jelas, dan bahwa ulama Tarbiyah Perti sejak awal adalah pengerak moderasi beragama di Indonesia.

Paham dan sikap moderasi beragama dikalangan ulama dan jamaah Tarbiyah Perti tidak pula dapat disamakan sepenuhnya dengan moderasi beragama di tempat dan organisasi lain. Tarbiyah Perti yang lahir dari rahim ranah Minangkabau yang masyarakatnya egeliter, kritis, berfikir progresif, dan Islam yang sudah menyatupadu dengan dengan adatnya, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, (ABS-SBK) paham dan sikap moderasinya hanya dalam batas tekhnis dan sikap sosial. Moderasi dalam pemahaman dan sikap ulama Tarbiyah Perti bukan menuju liberalisme dalam berakidah, ibadah dan muamalah. Moderasi beragama ditempatkan hanya sebatas, dima bumi dipijak, disinan lagik di jujung, etika sosial dan sikap tasamuh dalam kehidupan berbangsa.

Baca Juga: Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli Ulama Tanggung Pembela Mazhab Syafi’i

Sebagai bahagian akhir dari tulisan ini ditegaskan bahwa menjemput dan menghadirkan sikap sebagai pembaharu nan moderat, kini dan masa datang adalah tugas mulia yang wajib segera dilakukan seluruh eksponen ulama, aktivis Tarbiyah Perti, Madrasah, Pondok Pesantren, Sekolah, halakah, surau dan pusat jamaah menunggu kinerja kita semua. Ketulusan dalam mengerakkan organisasi, keinsyafan pribadi-pribadi pengusung visi, dan kesadaran kolektif jamaah Tarbiyah Perti adalah prasyarat untuk segera bangkit dan bergerak cepat meresponi tuntutan zaman, jika tidak mampu membuat sejarah, ya tentu akan menjadi catatan sejarah gelap bagi generasi mendatang.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

Artinya:  Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad, 7). DS.04062021.


[1] Peluncuran Buku Biografi Inyiak Candung dan Halal Bil Halal, Tarbiyah Perti Sumatera Barat, Sabtu, 5 Juni 2021.

[2] Guru Besar UIN Imam Bonjol, dan Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (TARBIYAH-PERTI) 2017-2022

[3] Paham moderasi menjadi tema kajian di tahun 2018 lalu dalam seminar, simposium, pertemuan ilmiah, satu di antaranya Islamic High Education Professor IHEP II di Bandung 25-27 Novmber 2018. Deklarasi Bandung menyatakan bahwa hubungan agama dan negara sudah final.

Prof. Duski Samad
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sumatera Barat dan Ketua Pimpinan Pusat Tarbiyah Perti Masa Khidmat 2016-2021