Oleh: Rony Ramadhan Putra
Momentum Isra’ Mi’raj tidak dilewatkan begitu saja oleh sebagian muslimin di Indonesia bahkan dunia. Sebab terdapat sejumlah peristiwa besar yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, dan itu merupakan cobaan terberat beliau, sehingga Allah SWT memperjalankan Sang Kekasih dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.
“Anak-anak bisa membayangkan bagaimana Baginda Nabi di 27 Rajab, kehilangan paman tercintanya, Abdul Muthalib, sang meskipun tidak menyatakan memeluk Islam, pembelaannya terhadap dakwah Rasulullah tak diragukan. Lebih menyedihkan lagi, di waktu yang sama, beliau ditinggal istri setia, Siti Khadijah. Pergi menghadap Allah, sehingga Nabi Muhammad benar-benar merasa dalam keadaan terpuruk”, demikian cerita Abuya Ahmad Dison, Mubaligh Senior keturunan Minangkabau saat mengisi pengajian anak-anak TNI di Kubu Raya (28/2/21).
Baca Juga: Kisah Ringkas Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ
Dalam keadaan menyedihkan tersebut, Rasullullah dikehendaki anugerah bertemu Rabbnya, sampai akhirnya turun perintah Salat, sebagai bentuk penghiburan juga bekal bagi umat beliau. Bermula dari perintah mengerjakan 50 kali sehari, sampai akhirnya diwajibkan 5 waktu saja.
Sepanjang pantauan penulis, anak-anak terlihat antusias menyimak tuturan Buya Ahmad, didampingi Guru Ngaji mereka, Buya Ronny JJoctorha, seorang Personel TNI yang mewakafkan dirinya mengabdi kepada Bangsa, Negara, dan Agama, melalui pembelaan terhadap NKRI dan menanamkan nilai-nilai spiritualitas terhadap buah hati para tentara yang bertugas.
“Saya tegaskan buat orang tua murid, saat pengajian semuanya sama. Adab sebelum ilmu dikedepankan, tanpa memandang pangkat apalagi jabatan,” ungkap Ronny.
Kendati murid-murid TPA tergolong usia 5 – 13 tahun, mereka sudah mengerti masalah kepangkatan. Bagi yang merasa orang tuanya berkedudukan tinggi, mereka ingin diperlakukan istimewa, sehingga membentuk adab menjadi tantangan tersendiri.
Hemat penulis, pembentukan karakter seperti ini telah memenuhi unsur 3B dalam memilih pengajian. 3B yang dimaksud ialah, Baik, Benar, dan Bagus. Alasannya karena pesan substansial dalam Isra’ Mi’raj terkombinasi apik dengan penanaman spirit keilahian bernafaskan al-Qur’an dan al-Hadist, Tauhid Sifat 20, serta nilai-nilai Tasawuf.
Artinya, setiap pengajian yang berpatokan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah adalah “Baik”, apapun latar belakang aliran maupun jama’ahnya. Namun tidaklah berhenti sampai di situ, dibutuhkan penghalusan berupa pembelajaran ringkas bagi anak usia sekolah dasar mengenai dasar-dasar Ilmu Tauhid Sifat 20 (Wujud, Qidam, Baqa’, dst…), sehingga ia memasuk kategori pengajian yang “Benar”.
Baca Juga: Israk Mi’raj dan Sisi Metafisik Nabi Muhammad Saw
Akan tetapi “Baik” dan “Benar” belum tentu “Bagus”. Oleh karena itu, Unsur-unsur di atas juga perlu dilengkapi dengan memasukkan kajian Tasawuf, meski belum mendetail, mengingat usia anak-anak yang terpenting adalah melatih memori skill mereka.
Dengan demikian, pengajian yang baik belum tentu benar, pengajian yang benar belum tentu bagus. Ketiganya saling berkait berkelindan erat, tidak saling mengeliminir. Petualangan Isra Mi’raj dengan memandang wajah-wajah bersih nan polos mereka, memberikan pengajaran penuh hikmah untuk kami. Terima kasih Ustadz Firdaus Al Bekuti Al Pattaniy selaku wasilah atas pengalaman indah ini.[]
Leave a Review