scentivaid mycapturer thelightindonesia

Kapan Batas Waktu Mengqadha Puasa Ramadan?

Kapan batas waktu nengqadha puasa Ramadan? Berikut ini pernjelasan beberapa ulama dalam kitab.

Menurut Syekh Abdurrahman Al-Juzairi dalam Fikih Empat Madzhab Jilid 2, bahwa tidak ada batas waktu mengganti utang puasa Ramadan. Ini berarti, qadha puasa dapat dilakukan kapan saja selama di luar hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, seperti dua hari raya, hari tasyrik, hari bernazar puasa, dan hari-hari di bulan Ramadan.

Pada sisi lain, dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, utang puasa Ramadan boleh dilakukan kapan saja, baik setelah tahun puasa Ramadan yang ditinggalkan atau tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat batas waktu mengganti utang puasa Ramadan yakni hingga datangnya waktu puasa Ramadan tahun selanjutnya. Dengan kata lain, puasa ganti dapat dilakukan pada hari-hari terakhir menjelang bulan Sya’ban, bulan terakhir sebelum Ramadan.

Ibnu Rusyd, dalam kitab Bidayatul Mujtahid fi Nihayatil Muqtashid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2013 M/1434 H], cetakan kelima, halaman 287) mengatakan batas waktu qadha puasa menurut pendapat yang lebih kuat, yaitu bahwa batas waktu qadha puasa Ramadan adalah sebelum datangnya bulan Ramadhan berikutnya. Artinya, di bulan Sya’ban, kendatipun sudah lewat pertengahan masih tetap diperbolehkan qadha puasa.

وأما صيام النصف الآخر من شعبان فإن قوما كرهوه وقوما أجازوه. فمن كرهوه فلما روي من أنه عليه الصلاة والسلام قال: لا صوم بعد النصف من شعبان حتى رمضان. ومن أجازه فلما روي عن أم سلمة قالت: ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم صام شهرين متتابعين إلا شعبان ورمضان، ولما روي عن ابن عمر قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرن شعبان برمضان. وهذه الآثار خرجها الطحاوي

Artinya; “Adapun puasa separuh terakhir bulan Sya’ban terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, ada yang menyatakan makruh, dan sebagian lagi memperbolehkannya. Adapun ulama yang mengatakan makruh, maka berdasarkan hadis yang diriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidak ada puasa setelah pertengahan bulan Sya’ban hingga Ramadan.”

Sementara itu, ulama memperbolehkannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasul berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadan.”

Dan berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: “Rasulullah Saw selalu mengaitkan bulan Sya’ban dengan Ramadan.” Dan hadits ini ditakhrij oleh At-Tahawi.” [Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid fi Nihayatil Muqtashid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2013 M/1434 H], cetakan kelima, halaman 287).

Pada sisi lain, bagi orang yang terlambat meng-qadha-kan puasa sampai datang Ramadan berikutnya padahal mempunyai kesempatan untuk melaksanakannya, memiliki konsekuensi, yakni: pertama, Wajib meng-qadha puasa: Ini adalah kewajiban utama yang harus dipenuhi. Qadha puasa dilakukan dengan cara mengganti hari-hari puasa yang ditinggalkan di bulan Ramadhan sebelumnya.

Kedua, wajib membayar fidyah: Fidyah adalah denda yang diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti dari puasa yang tidak terlaksana. Besaran fidyah adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Satu mud setara dengan 675 gram beras atau 543 gram gandum.

إذا أفطر أياما من شهر رمضان لعذر أو غيره، فالأولى به أن يبادر بالقضاء، وذلك موسع له ما لم يدخل رمضان ثان، فإن دخل عليه شهر رمضان ثان صامه عن الفرض، لا عن القضاء، فإذا أكمل صومه قضى ما عليه، ثم ينظر في حاله، فإن كان أخر القضاء لعذر دام به من مرض أو سفر، فلا كفارة عليه، وإن أخره غير معذور فعليه مع القضاء الكفارة عن كل يوم بمد من طعام، وهو إجماع الصحابة، وبه قال مالك، وأحمد، وإسحاق، والأوزاعي، والثوري .

Artinya: Ketika seseorang membatalkan puasa bulan Ramadan beberapa hari karena faktor uzur atau hal yang lain, maka hal yang utama baginya adalah segera mengqadha’i puasanya. Mengqadha’ ini bersifat muwassa’ (luas/panjang) selama tidak sampai masuk Ramadhan selanjutnya. Jika sampai masuk waktu Ramadan selanjutnya maka ia berpuasa fardhu, bukan puasa qadha.

Ketika puasa Ramadhan pada tahun tersebut telah sempurna, baru ia mengqadha puasanya yang lalu dan dilihat keadaannya: jika ia mengakhirkan qadha karena ada uzur yang terus-menerus berupa sakit atau perjalanan maka tidak wajib kafarat baginya. Jika ia mengakhirkan qadha tanpa adanya uzur maka wajib baginya untuk mengqadha puasa sekaligus membayar kafarat pada setiap hari (yang belum diqadha) senilai satu mud makanan, hal ini telah menjadi konsensus para sahabat.”

Tarbiyah Islamiyah
tarbiyahislamiyah.id | Ranah Pertalian Adat dan Syarak