Saya menyangka dulu karamah hanya terbatas hal-hal di luar adat manusia seperti bisa terbang, jalan di atas air, bisa menempuh perjalanan jauh dengan sekejap mata, tahan bacok, mengubah kacang hijau jadi tentara, dan hal-hal yang lain yang berada dalam dimensi pancaindera. Demikian yang sering diceritakan oleh para guru-guru di pesantren.
Namun sebenarnya, karamah lebih luas dari hal tersebut. Ada karomah yang lebih besar dari hal-hal tersebut: karamah ilmu. Syekh Abdul Wahab Sya’rani dalam Thabaqat Sughranya mengatakan tentang salah satu guru beliau Imam Suyuthi.
“Sekiranya Imam Suyuthi tidak punya karamah selain kitab-kitab beliau, maka itu sudah cukup.”
Syekh Abdul Wahab Sya’rani menganggap bahwa kitab-kitab ulama termasuk karomah bagi mereka.
Saya suka sekali dengan penjelasan ini. Karamah hissi (panca Indra) jauh berada di bawah karamah Maknawi yaitu karamah ilmu. Syekh Sayyid Abdurrahim, ketika menjelaskan biografi Imam Syatibi, menyebutkan karomah Imam Syathibi. Lalu beliau mengatakan bahwa ia terbesar yang dimiliki Imam Syatibi adalah al-Syathibiyah (Nazam Qiraat yang berjumlah seribu seratus lebih).
Imam Ibnu Malik memiliki karamah yang tinggi yaitu Alfiyah. Meski beliau diriwayatkan tak memiliki karamah terbang, atau jalan di atas air, Alfiyah Ibnu Malik merupakan karomah yang lebih besar dari itu. Nazam berkah ini disyarah, diikhtisahar, dihasyiahi dengan ulama-ulama setelahnya. Ratusan kitab ditulis untuk nazaman berkah ini. Jutaan orang dari berbagai generasi membacanya. Di madrasah al-Azhar, di Hijaz, di Zaitunah, di pesantren-pesantren Indonesia, nazaman Alfiyah dihafal, dipahami, bahkan dijadikan wirid hingga meninggal. Bukankan ini juga karamah
Baca Juga: Syekh Haji Hanafiyah Abbas Teungku Abi; Pemuka Ulama Samalanga, Lulusan Makkah
Imam Baidhawi juga memiliki karamah yang luar biasa menakjubkan. Tafsir beliau dihasyiahi hingga mencapai ratusan Hasyiah! Demikian ungkap guru saya. Bukanlah ini juga karamah? Demikian pula Imam Nawawi yang kitabnya: Minhaj disyarah 200 lebih syarah oleh para ulama dan ulama-ulama lain yang kitab-kitabnya dibaca berabad-abad di berbagai madrasah dunia.
Abu Thayyib al-Mutanabbi, panglima para penyair juga tak kalah saing dengan Diwan-nya yang menginspirasi banyak penyair setelahnya. Diwan Mutanabbi merupakan Diwan yang paling banyak disyarah. Demikian kata Yaqut al-Hamawi. Saya kira Diwan beliau juga karomah yang dimilikinya.
Ibnu Ajjurum, pengarang kitab Jurumiyah karamahnya ya di kitab beliau yang tipis, tapi disyarah, dihasyiahi oleh puluhan bahkan ratusan ulama. Bahkan tak ada satupun ulama di awal-awal masa tahsil ilm kecuali telah membaca matan penuh berkah itu. Karamah Jurumiyah jauh lebih besar dari karomah-karomah yang berbentuk indrawi.
Dan masih banyak lagi karomah-karomah ulama yang terinterpretasi dari karya-karyanya yang berkah.
Karomah hissi berhenti ketika orang yang diberi karomah meninggal. Karomah maknawi tetap mengalir keberkahannya meski orang-orangnya telah berada di bawah tanah. Bukankah Imam Nawawi, Imam Ibnu Malik, Ibnu Ajjurum dan lain-lain masih hidup bersama kita dengan kitab-kitabnya?
Baca Juga: Syekh Ali Jumah, Entah Bagaimana Mungkin Aku Tidak Mengaguminya
Madinatul Buuts, 7 Agustus 2020
Leave a Review