scentivaid mycapturer thelightindonesia

Kebesaran dan Tuah “Baliau Balubuih”

Kebesaran dan Tuah “Baliau Balubuih”
Foto Dok. Penulis

Saya merasa beruntung sekali, penuh syukur, dengan wasilah dari Ust. Habiburrahman, saya dapat berjumpa dengan Enek Asma (87 tahun). Enek Asma adalah satu dari beberapa famili yang menjadi khadam dari alm. Al-‘Arif Billah Maulana Syekh Mudo bin Abdul Qadim Belubus (1875-1957) atau “Baliau Balubuih”, ulama karismatik dan tokoh sufi besar di Pedalaman Minangkabau. Beliau, Enek Asma, merawat, menjaga, dan membantu keperluan Maulana Syekh Mudo; mulai dari hal terkecil, karena ketika itu Syaekh Mudo sudah sepuh. Waktu itu Enek Asma masih muda belia. Ia masih keluarga, setingkat cucuk, oleh Baliau Balubuih. Ia berada di Surau Gadang Belubus bertahun-tahun sebelum wafatnya Baliau Balubuih pada 1957. Banyak hal yang beliau saksikan, tetamu Maulana Syekh Mudo yang ditemui, dan banyak pengetahuan tentang kebiasaan, tindak tanduk, ketegasan, dan rutinitas Maulana Syekh Mudo, yang sampai saat ini masih segar dalam ingatannya.

Saya mendengar kisah dengan seksama. Kadang, karena kisah-kisah yang mengharukan dan menabjukkan, hati bergelora karena rindu; sekuat-kuatnya air mata harus ditahan, agar tidak bederai. Banyak kisah-kisah baru yang saya dengar; mulai dari kebiasaan hidup dihari tua, hubungan kekeluargaan, hal-hal “khariqul lil ‘adah”, hingga sifat-sifat manusiawi ulama besar sufi ini. Di antaranya, kita sebut di sini, sebagai ingatan bersama; semoga semakin kokoh rabitah.

Baca Juga: Beberapa Fakta tentang Arif Billah Syekh Balubuih/ Belubus

Pertama, ketokohan. Maulana Syekh Mudo, ialah sosok berpengaruh luas di Minangkabau, di masanya. Kesaksian mata Enek Asma membuktikan ketokohan beliau. Hampir tidak ada hari di surau tanpa tamu. Tamu-tamu itu datang dari berbagai daerah di Minangkabau, bahkan dari tempat jauh-jauh, seperti Medan dan Betawi. Tetamu datang dengan berbagai hajat. Ada yang hanya sekeadar mengambil berkah, meminta nasihat, meminta do’a kesembuhan, atau melepas nazar. Semua itu disambut oleh Maulana Syekh Mudo dengan adat kesopanan seorang ulama yang begitu ramah. Hormatnya tamu, sangat luar biasa kepada Maulana Syekh Mudo.

Kedua, pakaian. Selain tidur, beliau, Maulana Syekh Mudo memakai sarung dan sorban. Beliau sangat mewanti-wanti, kalau ada tamu yang tidak memakai tutup kepala; peci atau “deta”. Apabila ada tamu begitu, beliau akan menegur. Sedangkan orang yang ditegur menundukkan kepada, karena takut dan segan kepada Maulana Syekh, sampai meminta maaf berulang kali.

Ketiga, kenderaan. Ketika masih kuat, beliau menaiki bendi Bugih. Beliau memiliki bendi bugih dan juga seorang kusir bendi, yang juga muridnya. Dengan Bendi Bugih itu beliau kemana-mana. Ketika sudah agak sepuh, kenderaan beliau ialah becak. Sedangkan yang membawa becak, diantaranya anak beliau, Ongku Mudo Asih (Syekh Mudo Abdul Aziz Tigo Balai). Anaknya ini yang biasa mengantarkan beliau pergi berjum’at.

Keempat, khutbah. Meski sudah sepuh, beliau tetap memberi khutbah di Masjid Belubus. Beliau berkhutbah dengan bahasa Arab, membaca teks khutbah. Enek Asma pernah bertanya kepada beliau mengapa khutbah membaca teks. Jawabannya agar terarah, sehingga tidak membaca hal yang tidak perlu selama khutbah, apalagi yang membuat orang tidak nyaman.

Kelima, keramat bertuah. Satu ketika, saat tengah makan, beliau tiba-tiba menyelesaikan makan lebih awal. Enek Asma waktu itu membereskan makanan yang terhidang. Beliau, Maulana Syekh Mudo, lantas menyuruh menyapu surau dan membersihkan tikar. Beberapa saat setelah surau bersih, datang tamu dari Medan, seorang Cina, yang secara berkala datang mengunjungi beliau. Cerita lain, saat agresi Belanda. Datang kabar bahwa Belanda akan memasuki Negeri Belubus, masyarakat banyak yang “ijok”, bersembunyi bahkan pergi dari kampung dan tinggal sementara di hutan. Saat serdadu Belanda sudah memasuki Belubuih, Maulana Syekh Mudo malah menunggu di pinggir jalan, menyaksikan serdadu yang datang. Anehnya, serdadu-serdadu itu lewat, seolah-olah tidak melihat Maualan Syekh, padahal Maulana Syekh Mudo berdiri dipinggir jalan bersama anak-anaknya.

Keenam, wafat. Maulana Syekh Mudo wafat di Piobang, dan dibawa pagi hari ke Belubus untuk dimakamkan. Sejak malam itu, sampai pagi hari, hingga Maulana Syekh Mudo dimakamkan, Negeri Belubus penuh oleh pentakziyah. Ribuan orang hadir. Jalan dari Ompang, Piobang, Bukik Apik, hingga Surau Gadang Belubus penuh. Keranda beliau dibawa berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain, karena ramainya, dan karena inginnya masyarakat untuk menghormati beliau.

Banyak kisah lain. Sebagian ada yang bisa diceritakan kepada khalayak ramai, sebagian tidak bisa diceritakan, dan saya simpan. Allah meridhai beliau…

Baca Juga: Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus,Ulama Pemelihara Kucing

***

Enek Asma mengambil talqin Thariqat Sammaniyah Khalwatiyah dari Maulana Syekh Mudo secara langsung, ketika usia Enek masih belia. Dalam pengamalan Maulana Syekh Mudo, Tarekat Sammaniyah Khalwatiyah diamalkan terlebih dahulu, kemudian baru “dipati” dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Beliau begitu tegas. Kalau untuk Tarekat Sammaniyah beliau longgar dalam pemberian. Namun, kalau untuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, beliau lihat betul, apakah “orang yang berjalan” itu sudah mampu menerima, ataukah belum. Tidak sembarangan.

Dalam pertemuan ini, saya sangat berterima kasih kepada Ust. Habiburrahman, yang telah memberi tahu dan menginfokan kepada saya banyak hal. Meskipun masih muda, namun pengetahuannya terhadap Maulana Syekh Mudo sangat kaya; ia, ust. Habibur Rahman menemui tokoh-tokoh yang memiliki khazanah tentang Syekh Mudo, dan bahkan sampai menelusuri dimana makam ayah Syekh Mudo yaitu yang bernama Abdul Qadim/ Abdullah tersebut, dan ibunya. Allah memberi keberkahan.

Semoga turun pula berkah, madad, keampunan, dan karunia kepada saya, yang kumuh dengan dosa-dosa ini.

Saya, Apria Putra “Tuanku Mudo Khalis”

Apria Putra
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Pengampu Studi Naskah Pendidikan/Filologi Islam, IAIN Bukittinggi dan Pengajar pada beberapa pesantren di Lima Puluh Kota