Jam’iyah PERTI Jam’iyah PERTI Jam’iyah PERTI
Oleh: Rozal Nawafil
Setelah perjuangan panjang akhirnya pada 21-23 Okober 2016, PB Tarbiyah dan DPP PERTI berhasil melaksanakan Munas dan Muktamar Islah di Jakarta. Sekaligus menjam’iyyahkan Tarbiyah dan PERTI dalam satu bentuk yang disebut Tarbiyah-PERTI. Sekaligus mengangkat Buya Basri Bermanda (Sebelumnya Ketua Umum PB Tarbiyah) sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Tarbiyah-PERTI dan Tgk.H. Moh. Faisal Amin (Sebelumnya Ketua Umum DPP PERTI) sebagai Wakil Ketua Umum PP Tarbiyah-PERTI.
Saat ini, Tarbiyah-PERTI secara organisasi memang sudah islah. Namun dualisme nama dalam singkatan Persatuan Tarbiyah Islamiyah saat ini sebenarnya menunjukkan jauhnya jarak antara jama’ah dengan jama’ah dan jama’ah dengan jam’iyyah dalam waktu yang lama sehingga ruh jam’iyyah atau ruh organisasi Tarbiyah-PERTI sejatinya sudah hilang dari jama’ahnya sendiri. Secara organisasi, PP Tarbiyah-PERTI hakikatnya sudah tercemar oleh banyak hal. Ia tidak lagi berada dalam keasliannya. Terkadang ia dibajak, dibelokan dan dinodai dalam lubang oligopolist, elitisme, egosentris, pragmatisme, political interest dan avonturisme baik dari kader atau oknum yang menumpang dalam biduk besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Karenanya sudah semestinya sejarah dan semangat berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah dijadikan momentum mengembalikan pinang ke tampuknya dan sirih ke gagangnya dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Memaksakan pemaknaan baru terhadap Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang tidak sejalan dengan identitasnya akan mendorong ia kepada ketidakpastian identitas perjuangan. Ketika ketidakpastian identitas perjuangan terjadi maka yang terjadi adalah pemaksaan identitas baru yang mungkin sudah tercemar. Persatuan sebagai nama depan Tarbiyah-PERTI sudah seharusnya betul-betul menjadi modal hebat perjuangan jam’iyyah Tarbiyah-PERTI.
Baca Juga: Tarbiyah-Perti Rejang Lebong Seminarkan Moderasi Adat dan Syarak
Masalah yang dialami organisasi Tarbiyah-PERTI sejatinya sudah tumbuh lama dan cukup disadari oleh para petinggi jam’iyyah ini. Di usianya yang hampir satu abad, selain akarnya yang sudah tercabut, arah organisasi atau jam’iyyah juga tidak jelas duduk tegaknya dan cenderung hanya untuk kepentingan elit dan kelompok. Terlihat jelas, eksistensi nampakknya jauh lebih penting dari kondisi jama’ah dan umat. Fakta yang terjadi umat dan jama’ah Tarbiyah-PERTI hingga kini masih jauh dari jam’iyyahnya. Bantuan hukum, rumah sakit, perguruan tinggi berkualitas, dakwah media sosial kita kalah jauh dibanding kelompok-kelompok lain serta kalah jauh dari firqah-firqah yang menyerang tembok-tembok ajaran Sunniyah Syafi’iyyah. Bersyukur muncul sosok Buya Abdul Somad Batubara (Wakil Ketua Dewan Ifta’ Tarbiyah-PERTI Riau) yang seakan menjadi air penghilang dahaga yang menjadi harimau penjaga ajaran Aswaja melalui media sosial. Nampaknya memang sudah terlalu lama muncul Jama’ah Tarbiyah-PERTI merindukan model atau sosok teladan cendekia dari jam’iyyahnya sendiri. Saat ini, konteks moral Islam (Syari’at Islam) dan keaswajaan harus bersama-sama kita perjuangkan dan kuatkan kuatkan mulai dari akar rumput jama’ah Tarbiyah-PERTI. Gerakan ini harus dimulai dari diri sendiri sebagaimana pesan Nabi “ibda’ binafsik” (mulailah dari dirimu sendiri).
Ruh PERTI sejatinya telah mengakar kuat di tengah-tengah jama’ahnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya kaum muslimin di Sumatra seperti di Jambi, Bengkulu, Sumut, Aceh dll yang jika ditanya apa paham keagamaannya seringkali dengan yakin mereka katakan “Saya orang PERTI”. Tapi kebanyakan jama’ah PERTI tidak tau menau tentang jam’iyyahnya sendiri, tentang organisasinya sendiri. Jangankan struktur pengurus, lambang saja banyak yang tidak tau. Banyak sekali jama’ah PERTI yang aktif di organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi kepemudaan (okp) lain dikarenakan kemelut panjang dalam rumahnya sendiri. Bahkan khusus di Aceh sebenarnya hampir seluruh Dayah Salafi (Dayah Tradisional) atau Ma’had Sunniyah Syafi’iyah pada dasarnya berafiliasi kepada PERTI karena sanad keilmuan sebagian besar alim ulama Aceh merupakan murid pembawa PERTI ke Aceh yaitu Syaikh Muhammad Waly Al Khalidy (Abuya Muda Waly) pendiri Dayah Darussalam Al Waliyah Labuhan Haji dan juga menantu Syaikh Muhammad Jamil Jaho dan juga murid dari Tgk. Hasan Krueng Kalee (Ketua PERTI Aceh pertama). Namun saat ini sebagian santri Dayah di Aceh (dan di tempat-tempat lain) tidak mengetahui tentang jam’iyyah Tarbiyah-PERTI. Mereka bahkan lebih mengetahui tentang jam’iyyah NU daripada Tarbiyah-PERTI. Malah banyak lagi jama’ah PERTI yang mengaku orang PERTI namun tidak mengerti tentang ajaran Sunniyah Syafi’iyah bahkan terperangkap dalam ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran ulama-ulama PERTI. Hal ini menjadi bukti lemahnya keberadaan dan peran Tarbiyah-PERTI sebagai jam’iyyah benteng Aswaja khususnya Mazhab Syafi’i.
Sudah hampir 1 abad usia perjuangan jam’iyyah atau organisasi ini dalam membentengi akidah dan paham keagamaan masyarakat muslim Indonesia khususnya yang bermazhab Syafi’i dari paham-paham menyimpang. Agaknya, sudah cukuplah pasang surut yang kita alami. Sudah seharusnya para elit berhenti memanfaatkan pengaruh Tarbiyah-PERTI untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Jangan sampai jam’iyyah persatuan bernama Tarbiyah-PERTI yang dirindukan lebih dari 40 tahun ini keberadaan masih saja tidak dapat dirasakan kehadirannya di tengah-tengah jama’ah Persatuan Tarbiyah Islamiyah atawa “wujuduhu ka ‘adamihi” (ada seperti tidak ada). Terakhir penulis mengutip kalimat dari Maulana Syaikh Muhammad Jamil Jaho “La ghalbata illa bil quwwah, wa la quwwata illa bil ittihad” (tidak ada kemenangan tanpa kekuatan dan tidak ada kekuatan tanpa persatuan). Wallahu waliyyuttaufiq wal hidayah warridha wal inayah.
Baca Juga: Sejarah PERTI Dilihat dari Aceh
Penulis : Rozal Nawafil bin Nawawi Al Asyi
Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Wakil Ketua ROHIS IPDN Kampus Kalbar, Wakil Ketua II PD OPI Aceh
Kapan kita bangkit kembali, tarbiyah-perti
Kami menantikan panggilan untuk merapatkan shaf
Bagimu negeri, kami berbakti