Universitas Persatuan Tarbiyah
Sebelumnya baca: Persatuan Tarbiyah yang Jauh dari Umatnya
Kenapa Persatuan Tarbiyah Tidak Punya Universitas? Ini pertanyaan berat. Setelah enam tulisan berturut kemarin, sebenarnya, saya ingin menulis yang lain lagi. capek, selama bertahun-tahun, tiap hari mikirin Persatuan Tarbiyah terus. Capek mikirin perkembangan sekolah terus. Capek mikirin alumni pesantren Tarbiyah gagap baca kitab, tapi tetap dapat ijazah. Capek mikirin intelektual Tarbiyah, setelah jadi sarjana mau ngapain. Capek mikirin kenapa tak ada wacana Islam dalam tubuh Persatuan Tarbiyah, baik wacana hukum Islam, sosial, pemikiran, demokrasi dan kebudayaan.
Saya ingin berhenti memikirkan masalah ini, tapi ada saja yang menjadi alasan untuk tetap memikirkannya. Kenapa capek? Karena tidak ada manfaatnya. Meski diam-diam ada yang memanfaatkan ide-ide itu, yang membuat lebih capek itu, ya biasa, orang-orang kita, sudahlah tidak mau membantu mengembangkannya, cimeehnya banyak pula. Padahal ngak bisa ngapa-ngapain.
Mungkin dia mengira, untuk menemukan satu pemikiran itu seperti buang hajat pagi hari. Mudah dan tak perlu susah payah. Tak perlu membaca dan berdiskusi, tapi begitulah.
Kalau kita sudah bicara sesuatu secara serius, (bahasa saya biasanya agak keras memang), kita bakal disebut sebagai sok hebat atau dibilangin begini, “kamu itu belum apa-apalah. Jangan sok-sok begitu”. tapi lama-lama sadar juga, kok. Satu persatu sudah ada yang nyesal, malah. Mau apa lagi. Sudah telat dan kalian tahu?
Orang yang bilang begini, maaf, kadang ndak ngerti apa yang kita bicarakan tapi mencimeeh itu bagi mereka wajib hukumnya. Kalau kita tidak ikut memberi ide dalam waktu agak lama misalnya, juga tak ada ide lain. Ini yang parah. Tapi ketika kita memberi ide, ada saja kalau tidak mematahkan, ya tak mau membantu. Meski tujuannya untuk semua bukan pribadi. Alasannya, kenapa ia tak diberitahu dari awal. emangnya siapa lho broo?
Sebagian lagi, ini tak kalah parah dan keikhlasan diuji. Kita ada ide yang akan dijadikan proyek, tapi diam-diam, ide itu digarap tanpa pemberitahuan. Oke, kita bantu dari awal, kita beri arahan dan teknis, tapi kemudian kita tidak tahu perkembangan bagaimana, bahkan tiba-tiba pekerjaan itu telah selesai. Dan hebatnya, hal itu diklaim sebagai pemikiran dari mereka. Hebat tho?
Barangkali, sejak dulu inilah sebabnya, banyak intelektual dari kalangan muda Persatuan Tarbiyah tidak banyak yang mau bicara soal Persatuan Tarbiyah. Di samping tak ada manfaatnya, juga tak bakal ada apresiasi dan dukungannya. Kalau pun ada, paling disuruh kerjakan sendiri. Mau apa coba?
Meski saya ingin berhenti membicarakan Persatuan Tarbiyah, tapi malu belum akan dibagi. Malu kenapa? Ketika ada orang mempertanyakan bagaimana kondisi Persatuan Tarbiyah sekarang? Pertanyaan ini sama seperti orang bertanya, tentang orang sakit yang bakal mati. Nyesek banget.
Pertanyaan itu muncul kemarin di sekolah Pascasarjana UIN. Teman saya pun ‘ngadu’. Kemarin itu, teman saya ditanya oleh Prof. Iik Arifin Mansurnoor, tentang Islam di PERTI (Persatuan Tarbiyah, tapi beliau tahunya PERTI). Pertanyaannya tak sederhana, yakni: apa wacana keislaman PERTI yang berkembang saat ini? Kenapa Persatuan Tarbiyah tidak punya universitas?
Kamu jawab apa, tanya saya. Ia jawab “saya hanya bisa bilang, Persatuan Tarbiyah tengah berupaya membangun sistem organisasi dan manajemen pendidikan yang baru”.
Saya ngurut dada dan berterimakasih. Ia telah menyelamatkan muka warga Persatuan Tarbiyah di ruang akademik yang diisi oleh banyak calon doktor dari berbagai daerah seluruh Indonesia.
Baca Juga: Suara yang Hilang dari Persatuan Tarbiyah
Tapi penyelamatan itu, sungguh tak ada manfaatnya bila setiap insan Persatuan Tarbiyah tidak mencoba berpikir soal wacana keislaman, satu sama lain saling diam seolah tak ada masalah dan tak ada yang bisa dilakukan untuk membangun Persatuan Tarbiyah. Atau kita pesimis dengan Persatuan Tarbiyah saat ini. Lho, kan ada yang bergerak diam-diam? Iya, tapi semangatnya sektarian. Gerakan itu tidak didasarkan atas dan untuk Persatuan Tarbiyah, melainkan individu atau kelompok.[]
Wallau A’lam.
Ciputat, 26/10/2017
Muhammad Yusuf El-Badri
Alumni MTI sdh sangat banyak yg yg akademiknya Dr. sampai Guru Besar. Tinggal bagaimana memantik diskusi yg berujung pd eksekusi bagaimana Perti punya universitas
Terus dan terus berjuang, Buya 🙏❤️