Tawasul dari segi bahasa dari kata “wasilah” yang berarti “darajah’ (kedudukan) ‘qurbah’ (kedekatan), atau dari ‘washlah’ (penyampai dan penghubung). Dalam istilah syariat Islam, tawasul dikenal sebagai sarana penghubung kepada Allah melalui ketaatan.
Dulu putra Imam Ahmad bin Hambal pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal soal mencium mimbar Nabi ﷺ dan beliau menjawab tidak apa apa.
سألته عن الرجل يمس منبر النبي صلى الله عليه و سلم ويتبرك بمسه ويقبله ويفعل بالقبر مثل ذلك أو نحو هذا يريد بذلك التقرب إلى الله جل وعز فقال لا بأس بذلك
“Aku bertanya padanya (ayahku, Ahmad bin Hanbal) tentang lelaki yang mengusap mimbar Nabi Muhammad ﷺ, dan bertabarruk dengann mengusap dan mencium mimbar tersebut, lalu ia melakukan hal yang serupa pada kuburan dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah Ia pun menjawab “hal tersebut tidak masalah” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Ilal wa Ma’rifat ar-Rijal, Juz 2, Hal. 492).
Sebagian orang mengatakan bahwa tawasul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah ﷻ:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az Zumar: 3).
Ayat di atas tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.
Selain itu kalimat ما نعبدهم الا ليقربونا “kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah.” Apakah sama yang diyakini orang yang bertawasul? Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah kepada selain Allah, dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka tawasuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada Allah berkat orang-orang yang saleh yang telah diridhai oleh Allah. Salah besar jika melarang tawasul dengan ayat di atas, ayat yang ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang orang-orang beriman yang meng-esakan Allah.
Imam Bukhori berkata: “Ini adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil dan disertai fanatik yang keterlaluan.” (lihat kitab Mas’alatul al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrahim hal. 8).
Dan mereka juga keliru di dalam memahami hadis:
اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah”. (HR. Turmudzy juz 9 hal. 56).
Mereka berkata hadis di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul. Sebenarnya hadis ini mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah. Jelasnya, bila kamu meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya dari Allah, bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah sebagaimana zhahir hadis. Sesuai dengan hadis berikut:
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Ketahuilah seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu.” (HR. Turmudzy juz 9 hal. 56)
Baca Juga: Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi Mungka Syaikhul Masyaikh Ulama Minangkabau
Bandingkan dengan hadis Nabi ﷺ yang berbunyi:
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Janganlah bergaul dengan kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Abi Daud juz 12 hal. 458).
Apa hadis ini sebagai larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan orang yang tidak betakwa itu haram? Tidak! hadis di atas peringatan “janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang bertaqwa dari pada selainnya.” Hadis tersebut hanyalah anjuran, bukan kewajiban.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadanya.” (QS Al-Ma’idah: 35).
Perintah dari Allah di atas untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). Dalam kitab tafsir Asshowy diterangkan “Termasuk kesesatan dan kerugian yang nyata apabila mengkafirkan kaum muslimin karena berziarah ke makam para wali Allah, dengan menuduh bahwa ziarah merupakan penyembahan kepada selain Allah. Tidak! Bahkan termasuk bentuk cinta karena Allah, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah.
اَلاَ لاَ إِيْمانَ لِمَن لاَ مَحبةَ له والوسيلة له التي قال الله فيها وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Ingatlah! Tidak ada iman bagi orang yang tidak ada cinta, dan wasillah kepadanya yang dikatakan al-Qur’an “dan carilah wasilah menuju Allah”. (As-Showi ala Tafsir jalalain juz 1 hal. 372).
Macam-macam Tawasul:
- Tawasul dengan Amal Salih
Hadis riwayat Imam Bukhari No. 2111 hal. 40 juz 8 menceritakan tiga orang yg terperangkap di dalam goa yang tertutup batu besar. Mereka keluar dengan selamat setelah memohon kepada Allah dengan wasilah amal-amal saleh mereka.
2. Tawasul dengan Orang Shalih yang Hidup
Disebutkan dalam sahih Bukhari
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَة بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْد الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab ra, ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdo’a “Ya Allah! Dulu kami bertawasul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawasul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”. Perawi hadis mengatakan “Mereka pun diberi hujan.”. HR Bukhary: 4/99.
Jelas sekali bahwa Sayidina Umar r.a. memohon kepada Allah dengan wasilah Sayyidina Abbas ra, paman Rasulullah SAW padahal Sayidina Umar lebih utama dari Sayyidina Abbas dan dapat memohon kepada Allah tanpa wasilah.
3. Tawasul dengan Orang yang Tepah Wafat
Dari Sayyidina Ali krw “Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengubur Fatimah binti Asad, ibu dari Sayyidina Ali, Nabi mengatakan:
“Ya Allah! Dengan Hakku dan Hak para Nabi sebelumku ampunilah ibu setelah ibuku (wanita yang mengasuh Nabi sepeninggal Ibu-Nya)”. (HR. Thabrani dalam kitab Ausat juz 1 hal. 152}. Pada hadis tersebut Nabi ﷺ betawasul dengan para Nabi yang sudah meninggal.
4. Tawasul dengan yang Belum Wujud.
Allah berfirman:
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
“Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (QS Al-Baqarah 89).
Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi memohon pertolongan untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj dengan wasilah Nabi ﷺ yang kala itu belum diutus dan mereka diberi kemenangan oleh Allah, Akan tetapi setelah beliau diutus sebagai Rasul mereka mengkufurinya (Tafsir Attabari juz 2 hal 333).
Disebutkan pula dalam hadis yang diriwayatkan Umar bin Khatthab Ra. Rasullulah bersabda “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, Beliau berkata, “Wahai Tuhanku! Aku meminta kepada-Mu dengan Hak Muhammad, ampuni aku”. Kemudian Allah menjawab “Wahai Adam! Bagaimana kamu mengetahui tentang Muhammad padahal Aku belum menciptakan-Nya?”. Adam berkata “Wahai Tuhanku! Karena ketika Engkau ciptakan aku dengan kekuasaan-Mu dan Kau tiupkan ruh ke dalam diriku, setelah aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang Arsy tertulis “Lailaha illallah Muhammad Rasullullah” maka aku pun meyakini, tidaklah Kau sandarkan sebuah nama pada nama-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai”. HR. Hakim dalam kitab Mustadrak juz 10 hal 7 dan dishahihkan oleh al-Hafidz As-Suyuthy kitab khasais an–Nabawiyyah, Imam baihaqy kitab Dalailun Nubuwwah, Imam al-Qasthalany dan Zarqany kitab al-Mawahib al-Ladzunniyah juz 2 hal. 62, dan Imam As-Subky dalam kitab Syifa’us Siqam}.
Ini adalah bukti bahwa Nabi Adam pun menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai wasilah sehinga Allah menerima tobatnya, padahal beliau belum diwujudkan oleh Allah SWT.
5. Tawasul dengan Benda Mati
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 248:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman”.
Al-Hafidz Ibn Kasir dalam kitab Tarikh mengatakan: “Ibn Jarir berkata: “Bani Israil apabila berperang melawan musuh, mereka membawa tabut, dan mereka mendapatkan kemenangan berkat tabut, yang berisi bekas peninggalan keluarga Musa dan Imran””.
Ibn Kasir mengatakan pula dalam kitab tafsirnya “Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa dan Nabi Harun serta baju Nabi Harun, sebagaian ulama mengatakan tongkat dan dua sandal”.
Apabila bertawasul dengan bekas peninggalan para Nabi, Allah SWT ridha dengan perbuaatan mereka dengan mengembalikan tabut itu ke tangan mereka setelah lama hilang, karena kemaksiatan mereka dan menjadikan tabut itu tanda keabsahan kerajaan Thalut, padahal isi tabut adalah benda-benda mati maka apakah menjadi syirik bila kita bertawasul dengan sebaik-baik Nabi?
Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil tentang di perbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu anjuran. Wallahualam Semoga bermanfaat!
Leave a Review