Sering kali pengertian monisme dan panenteisme dan perbedaan panteisme dengan dua paham ini dikacaukan, atau tumpang-tindih dengan panteisme. Jika monisme diartikan sebagai “Teori bahwa segala sesuatu berasal dari satu sumber terakhir yang tunggal”, maka panteisme, panenteisme, teisme, dan deisme sama dengan monisme. Dalam hal ini, karena paham-paham ini sama-sama mengakui bahwa, segala sesuatu berasal dari “satu sumber”, yaitu Tuhan.
Penekanan yang tertuju hanya pada kesatuan sumber seperti ini, tidak tepat dijadikan doktrin dasar dalam definisi monisme. Istilah monisme, seperti dikatakan Jhon H. Gestner, jarang dipahami dalam pengertian ini. Biasanya, demikian Walter Brugger, monisme dipahami bukan sebagai doktrin untuk mengungkapkan kesatuan sumber seperti ini, tetapi sebagai doktrin untuk mengungkapkan kesatuan substansi, wujud, prinsip, atau realitas.
Jadi, monisme mengajarkan bahwa keanekaan atau keragaman segala sesuatu pada hakikatnya adalah satu realitas terakhir yang tunggal (Tuhan, materi, pikiran, ide, spirit, energi, atau bentuk). Jika realitas itu adalah materi, ia disebut “monisme meterialistik,” “monisme fisis,” atau “materialisme.” Jika realitas itu adalah spirit, ia disebut “monisme spiritualistik,” atau “spiritualisme”. Jika realitas itu adalah ide, ia disebut “monisme idealistik,” atau “idealisme.”
Argumen Para Tokoh
Syahdan, jika diperhatikan pengertian monisme ini, sangat sulit membedakan antara panteisme dan monoteisme. Kedua-duanya mengakui kesatuan realitas. Jika ada sarjana yang memasukkan materialisme ke dalam panteisme, maka materialisme biasanya diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk monisme.
Materialisme sebagai salah satu bentuk monisme disebut monisme materialistik. Glenn mengatakan bahwa monisme materialistik adalah selalu panteisme. Sebenarnya, semua tipe monisme lebih kurang adalah panteistik secara sempurna. Husaini juga mengatakan bahwa panteisme adalah salah satu bentuk monisme, karena monisme di samping mempunyai bentuk panteistik, juga mempunyai bentuk-bentuk substansial, atributif, materialistik, agnostik, ateistik, dan lainnya.
Tak hanya itu, P.J. Zoetmulder mengatakan bahwa panteisme adalah salah satu bentuk monisme yang dalam menetapkan kesatuan segala sesuatu berpangkal pada Tuhan, dan mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan.
Jadi monisme mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada panteisme: setiap panteisme adalah monisme, tetapi tidak setiap monisme adalah panteisme. Pendapat Husaini dan dan Zoetmulder ini berbeda dengan pendapat Glenn tadi yang menyatakan bahwa, sebenarnya semua tipe monisme lebih kurang adalah panteistik secara sempurna. Maksudnya, yang mengandung arti bahwa monisme dan panteisme adalah itu-itu juga; keduanya mempunyai pengertian yang sama luasnya.
Namun demikian, kenyataan lain yang tetap membuat orang bingung, atau mengalami kesulitan yang tak pernah hilang, untuk melihat perbedaan antara monisme dan panteisme (jika antara keduanya diasumsikan terdapat perbedaan) adalah kesamaan contoh-contoh historis yang dikemukakan oleh para ahli.
Baik monisme maupun panteisme, sering diberi contoh yang sama. Misalnya, filsafat-filsafat Sankara, Plotinus, dan Spinoza. Pada umumnya, dalam banyak tulisan, contoh-contoh panteisme adalah juga contoh-contoh monisme. Ini bisa memberi kesan bahwa, monisme dan panteisme adalah sama, atau paling tidak sulit sekali dibedakan.
Pengertian panteisme, dapat pula dikacaukan dengan panenteisme, doktrin bahwa semuanya dalam Tuhan. Apabila panteisme biasanya diartikan sebagai doktrin yang mengidentikan Tuhan dengan alam, maka panenteisme diartikan sebagai doktrin yang memandang alam terkandung dalam Tuhan, tetapi Tuhan melebihi alam.
Sebuah Catatan Lain
Hubungan antara Tuhan dengan alam dalam panenteisme, sebagaimana dalam panteisme, sering dijelaskan dengan analogi hubungan antara jiwa dengan badan. Ketika menjelaskan ini, Donceel berkata:
“Bagi panenteisme, hubungan antara Tuhan dan alam semesta tampak mirip dengan hubungan yang ada antara jiwaku dan badanku: Aku adalah badanku, tetapi aku juga lebih dari padanya. Tuhan adalah alam semesta, tetapi juga lebih dari padanya. Sebagaimana dipengaruhi oleh alam semesta yang adalah Ia. Sebagaimana seorang manusia tidak bisa ada di dunia ini tanpa badan, Tuhan tidak bisa pula ada tanpa alam semesta.”
Panenteisme memandang bahwa alam dalm diri Tuhan terdapat pertentangan-pertentangan yang paling dasar: yang satu dan yang banyak, aktif dan pasif, sebab dan akibat, kekal dan temporal, substansi dan aksiden, wajib dan mungkin, absolut dan relatif.
Teisme mengakui bahwa Tuhan memiliki hanya salah satu pertentangan-pertentangan ini, dan mengakui bahwa yang dimiliki-Nya dengan cara berlaku diluar jangkauan persepsi manusia. Sedangkan panenteisme Hart-Shorne mengakui bahwa kedua pertentangan itu terwujud dalam Tuhan, dan keduanya ada dalam-Nya pada tingkat kemungkinan tertinggi.
Jadi Tuhan adalah Maha Satu. Namun, pada waktu yang sama adalah Maha Banyak. Ia adalah Maha Aktif dan Maha Pasif atau Reseptif. Tuhan bukan hanya substansi yang tak terbatas, tetapi juga mempunyai sejumlah aksiden yang tak terbatas. Tuhan, sebagai suatu substansi, adalah tak terbatas, absolut, wajib, kekal, sebab segala yang ada. Tuhan, dalam aksiden-aksiden-Nya, adalah terbatas, berhubungan dengan segala sesuatu, mungkin, dalam waktu, akibat segala yang terjadi.
Menurut pandangan panenteisme, apakah Tuhan identik dengan alam? Kaum panenteis tidak pernah menyatakan dengan tegas keidentikan Tuhan dengan alam. Tetapi mereka mengajarkan bahwa Tuhan mempunyai dua kutub: abstrak dan konkrit. Pada kutub abstrak-Nya, Tuhana adalah tidak terbatas, absolut, independen, wajib, dan tetap. Pada kutub ini, Ia berbeda dengan alam.
Sebaliknya, pada kutub konkrit-Nya, Tuhan adalah terbatas, relatif, tergantung, mungkin, dan berubah. Pada kutub ini, Ia identik dengan alam. Jadi Tuhan berbeda dan identik dengan alam. Alam adalah badan kosmik Tuhan, dan karena itulah Ia adalah alam. Akan tetapi, Ia sebagai diri-Nya, “jiwa”-Nya, melebihi alam. Dan, karena itu juga, Ia berbeda dengan alam. Sesuai dengan proposisi ini, panenteisme mengakui imanensi dan transendensi Tuhan sekaligus, dan mengakui impersonalitas dan personalitas Tuhan sekaligus.
Pengertian-pengertian panenteisme sebagai teori bipolar ini sangat dekat, jika tidak dikatakan saama, dengan pengertian panenteisme yang diusulkan Stace dengan paradoks panteistiknya yang mengajarkan “keidentikan pertentangan-pertentangan” atau “keidentikan dalam perbedaan”.
Kenyataan ini tentu membuat orang bingung, atau mengalami kesulitan untuk melihat perbedaan antara panteisme dan panenteisme. Kesamaran perbedaan antara panteisme dan panenteisme ditimbulkan pula oleh penggunaan perumpamaan yang sama oleh kedua-duanya. Dalam hal ini, untuk menjelaskan hubungan antara Tuhan dan alam: panteisme dan panenteisme sama-sama menggunakan perumpamaan hubungan antara jiwa dan badan.
Berkenaan dengan ini panteisme, ada beberapa catatan yang perlu dilontarkan supaya tidak membuat orang berada dalam kebingungan. Pertama, panteisme adalah satu istilah yang diartikan pemikir (penulis) dengan pengertian-pengertian yang berbeda. Bahkan, diantara pengertian itu ada yang bertolak belakang satu sama lain. Tak ada kesepakatan umum yang mengakui satu pengertian standar.
Kedua, pengertian panteisme sering dikacaukan dengan teori-teori filosofis atau teologis lain. Misalnya, monisme, panenteisme, teisme, dan ateisme. Tumpang-tindih antara panteisme dan teori-teori ini sering ditemukan. Ketiga, istilah panteisme dipakai untuk menyebut berbagai sistem filosofis dan keagamaan yan luas sekali. Baik di Timur maupun di Barat (sejak zaman kuno sampai modern sekarang). Wallahu a’lam bisshawab.
*) Salman Akif Faylasuf: Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Leave a Review