Pendeta Yahudi Masuk Islam Pendeta Yahudi Masuk Islam
Suatu ketika, Rasulullah ﷺ memiliki hutang untuk penjualan korma pada seorang habr (rabi/pendeta) Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah. Hutang itu digunakan beliau untuk membantu masyarakat sebuah daerah yang ditimpa paceklik.
Dua hari sebelum jatuh tempo, pendeta Yahudi itu datang menagih piutangnya. Saat itu Rasulullah ﷺ baru saja selesai menyalatkan jenazah seorang Anshar. Beliau bersandar ke sebuah dinding. Di sana juga ada Abu Bakar, Umar, Utsman dan beberapa sahabat senior lainnya.
Pendeta Yahudi itu melangkah ke arah Rasulullah ﷺ. Tanpa basa-basi ia langsung saja menarik baju Nabi dengan sangat keras. Lalu ia berteriak, “Muhammad, mana piutangku? Aku tahu kalian Bani Abdul Muthallib memang suka menunda-nunda melunasi hutang.”
Zaid bin Sa’nah, pendeta Yahudi itu, menceritakan: “Aku lalu menoleh ke arah Umar bin Khattab. Aku lihat bola matanya berputar-putar, saking marah dan geramnya mendengar ucapanku. Ia berkata padaku, “Hai musuh Allah, beraninya engkau menarik baju dan mengeluarkan ucapan kasar kepada Rasulullah? Demi Allah, kalau bukan karena engkau seorang dzimmiy, sungguh aku telah membelah badanmu jadi dua bagian.”
Baca Juga: Meneladani Sang Qudwah
Rasulullah ﷺ menoleh ke arah Umar dengan sangat tenang dan penuh wibawa. Beliau bersabda, “Hai Umar, kami lebih butuh darimu sikap yang jauh lebih baik dari ini; engkau nasihati aku untuk bagus dalam melunasi hutang dan engkau nasihati dia (pendeta Yahudi) itu untuk bagus dalam menagih piutang.”
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai Umar, pergilah ke baitulmal dan bayar hutang Yahudi ini, lalu tambahkan 20 sha’ korma lagi sebagai ganti dari rasa takut yang ia rasakan akibat engkau gertak tadi.”
Umar segera mengajak Yahudi itu dan membayar hutangnya, lalu ia menambahkan 20 sha’ lagi. Yahudi itu bertanya, “Untuk apa tambahan ini?” Umar menjawab, “Rasulullah menyuruhku untuk menambahkannya untukmu sebagai ganti karena tadi aku membuatmu takut.”
Yahudi itu berkata, “Hai Umar, engkau tahu siapa aku?”
“Tidak,” jawab Umar.
“Aku Zaid bin Sa’nah.”
“Pendeta Yahudi?”
“Iya.”
“Kenapa engkau bersikap kasar dan berkata kurang ajar tadi pada Rasulullah?”
“Hai Umar, seluruh tanda-tanda kenabian sudah aku lihat di wajahnya, kecuali dua tanda. Aku ingin membuktikan langsung kedua tanda itu. Kedua tanda itu adalah:
يسبق حلمه جهله ولا يزيده شدة الجهل عليه إلا حلما
“Pertama, sifat santunnya mengalahkan emosinya. Kedua, semakin ia direndahkan dan emosinya dipancing, ia malah semakin santun.”
Dan kedua tanda itu sudah aku buktikan sendiri tadi. Maka, saksikanlah, hai Umar, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Dan aku infakkan setengah hartaku untuk kaum muslimin.” (HR. Ibnu Hibban).
Baca Juga: Maulid di Minangkabau (1): Barzanji dan Syaraful Anam
Zaid bin Sa’nah menjadi muslim yang taat dan pejuang Islam. Ia wafat pada perang Tabuk dalam jihad di jalan Allah dan Rasul-Nya.
☆☆☆
Karena itulah semua yang berakal sehat dan mendapatkan informasi yang benar tentang pribadi yang mulia dan agung itu, tidak dapat tidak, pasti akan jatuh cinta kepadanya.[]
صلى الله عليك يا حبيبنا يا رسول الله عدد خلق الله ورضا نفسه وزنة عرشه ومداد كلماته
Leave a Review