scentivaid mycapturer thelightindonesia

Ketika Seorang Alim Merasa Cukup Penguasa pun Merasa Takut

Ketika Seorang Alim Merasa Cukup Penguasa pun Merasa Takut
Ilustrasi/Dok. https://id.pinterest.com/8rana8/sufism/

Seorang Alim

Oleh: Yendri Junaidi

Sebelum berangkat ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik رحمه الله تعالى, guna memudahkan segala urusan, Imam Syafi’i رحمه الله تعالى sengaja meminta semacam surat pengantar dari Gubernur Makkah yang ditujukan kepada Gubernur Madinah dan Imam Malik. Surat itu untuk jaga-jaga agar niatnya datang ke Madinah belajar kepada Imam Darul Hijrah tidak mengalami kendala apa-apa. Namun persiapan yang lebih utama beliau lakukan adalah menghafal kitab Muwattha` sebelum belajar langsung pada sang penulisnya. Beliau tidak ingin datang dengan ‘tangan hampa’.

Sesampai di Madinah beliau langsung menemui Gubernurnya. Lalu diserahkannya surat dari Gubernur Makkah. Dalam surat itu Gubernur Makkah meminta bantuan Gubernur Madinah untuk menyampaikan tekad Imam Syafi’i belajar dengan Imam Darul Hijrah.

Baca Juga: Imam Syathibi dan Maqashid Syariah

Setelah membaca surat tersebut, sang Gubernur berkata: “Wahai anak muda, sungguh berjalan dari ujung kota Madinah ke ujung kota Makkah dengan kaki telanjang lebih ringan bagiku daripada harus menemui Imam Malik bin Anas. Saya selalu merasa rendah dan hina kalau sudah berada di depannya.”

Tapi karena ini permintaan Gubernur Makkah, ditambah lagi Imam Syafi’i adalah seorang muththalibiy; keturunan Abdu Manaf yang juga adalah buyut Rasulullah Saw, akhirnya ia bersedia mengantar beliau ke rumah Imam Malik.

Setelah mengetuk pintu Imam Malik, keluarlah seorang budak wanita. Sang Gubernur berkata, “Sampaikan pada tuanmu bahwa saya Gubernur Madinah.” Sang budak pun masuk. Agak lama baru ia keluar. Ia berkata, “Tuanku menyampaikan salam pada kalian. Ia berpesan, kalau kalian ada pertanyaan silahkan tuliskan, beliau akan menjawabnya. Tapi jika kalian ingin belajar hadis, kalian tentu sudah tahu jadwalnya, maka datanglah pada hari itu. Sekarang silahkan pulang.”

Sang Gubernur berkata, “Sampaikan pada tuanmu bahwa aku datang membawa surat dari Gubernur Makkah untuk sesuatu yang penting.”

Akhirnya budak itu masuk kembali. Tak berapa lama setelah itu ia keluar sambil membawa sebuah kursi. Beberapa saat kemudian keluarlah Imam Malik dengan penuh wibawa dan sangat tenang. Tubuhnya tegap dan jenggotnya rapi. Lalu ia duduk di kursi yang telah disediakan budaknya.

Gubernur Madinah menyerahkan surat dari Gubernur Makkah. Imam Malik membacanya. Ketika sampai pada kalimat: “Ini ada seorang pemuda yang begini dan begini… mohon sampaikan padanya hadis, serta ini dan ini…” Imam Malik melempar surat itu dan berkata: “Sejak kapan ilmu Rasulullah صلى الله عليه وسلم harus diambil melalui perantara (wasithah)?”

Imam Syafi’i berkata, “Saya melihat Gubenur Madinah hanya terdiam. Aku pun memberanikan diri untuk berbicara, “Saya adalah seorang pemuda muththalibiy (keturunan Muthalib bin Abdu Manaf)…” lalu saya menyampaikan tentang diri saya dan maksud kedatangan saya.”

Setelah mendengar ucapan Imam Syafi’i, Imam Malik memandanginya sejenak lalu berkata, “Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah dan jauhilah maksiat. Suatu saat nanti engkau akan menjadi seorang yang sangat diperhitungkan.”

Baca Juga: Ketika Imam Syafi’i Terdiam dalam Sebuah Perdebatan

☆☆☆

• Ketika seorang alim tidak butuh kepada penguasa, penguasa akan merasa segan pada alim tersebut. Sebaliknya, ketika seorang alim ‘termakan’ pemberian penguasa maka harga dirinya akan jatuh di mata mereka. Adapun yang dilakukan Imam Syafi’i dengan meminta surat dari Gubernur Makkah, barangkali hal tersebut disebabkan oleh suasana politik saat itu yang tidak stabil sehingga beliau perlu jaga-jaga dengan mengantongi surat dari sang Gubernur.

• Imam Syafi’i tidak hanya mengandalkan nasab dan relasinya dengan sang Gubernur. Ia mempersiapkan diri dan keilmuan dasar sebaik mungkin sebelum belajar pada Imam Malik agar manfaat yang bisa diperolehnya dari Imam Darul Hijrah itu semakin maksimal.

• Seorang alim yang selalu menjaga hubungan dengan Allah سبحانه وتعالى niscaya memiliki firasat yang tajam karena sesungguhnya ia melihat dengan nur Allah.

اتقوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله

Yendri Junaidi
Alumni Perguruan Thawalib Padangpanjang dan Al Azhar University, Cairo - Egypt