Madrasah Tarbiyah Islamiyah Koto Petai Madrasah Tarbiyah Islamiyah Koto Petai
Tidak seperti para kiai di Pulau Jawa yang sangat banyak dikenal masyarakat secara umum, barangkali dua nama yang akan saya ceritakan ini, masih asing di telinga pembaca. Bahkan, jika dicoba untuk ditelusuri lewat peramban Googlepun, nama ini masih sulit bahkan tidak ditemukan.
Tapi, bagi masyarakat Koto Petai, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, beliau berdua merupakan sosok yang berpengaruh dalam masyarakat, terutama di bidang agama. Selain mempunyai hubungan kekerabatan, dari beliau berdua inilah mulainya cikal bakal Pondok Pesantren Al-Muhsinin yang berada di Koto Petai-Kerinci (Madrasah Tarbiyah Islamiyah Koto Petai Kerinci-Jambi). Beliau adalah: KH. Mukhtar Khamidi (tahun lahir tidak diketahui-1979) dan KH. Abdul Malik Imam bin Abdullah Imam (1923-1988), Dua ulama ini lahir dan besar di Desa Koto Petai, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Pendidikan beliau, Berdasarkan penelusuran penulis melalui tanya-jawab dengan warga Desa Koto Petai dan anak beliau, KH. Mukhtar Khamidi belajar di Desa, jujun, Koto Iman, dan berguru kepada Ulama setempat yang merupakan alumni Ummul Qura’ di Makkah (tidak disebutkan kepada siapa beliau berguru).
Sedangkan KH. Abdul Malik Imam pernah belajar di Pesantren di Sumatra Barat, tidak diketahui dengan tepat di mana beliau menempuh pendidikannya. Ada yang mengatakan di Thawalib.
Menurut penulis, dari buku yang beliau susun yang berjudul Nazaratul Afkar, dari pengatarnya tertulis bahwa buku tersebut diserahkan oleh Syekh Sulaiman Arrasuli kepada Haji M. Dalil Syarif Datu’ Maninjun tertanggal pada bulan Desember 1969, berdasarkan hal tersebut kemungkinan beliau belajar di Madarasah Tarbiyah Islamiyah (selanjutnya disebut MTI) Candung, Atau kemungkinan juga di MTI Jaho, Berguru Kepada Syekh Muhammad Jamil Jaho. Hal ini berdasarkan dari tulisan di tarbiyahislamiyah.id bahwa MTI di Kerinci di bawa oleh Syekh Muhammad Jamil Jaho, hal ini juga didasarkan pada disertasi yang ditulis oleh Darmadi Saleh bahwa Syekh Jamil Jaho sering kali berulang ke kerinci dari Bukittinggi. Dari istri beliau juga mengatakan bahwa KH. Malik Imam berguru kepada Syekh Jamil Jaho. Selain itu, dari catatan beliau di dalam Nazaratul Afkar yang diberi judul “tema yang amat menarik”, bahwasanya beliau pergi ke Mekah sekitar umur 8 tahun bersama ayah beliau pada tahun 1926, dan bertemu dengan ulama asal Indonesia yang telah lama tinggal dan mengajar di sana, yaitu: Tuan Syekh Mukhtar at-tharid al-Bughuri al-Jawi. KH. Malik Imam tidak menyebutkan ke pada siapa saja beliau berguru di Makah. Berdasarkan wawancara dari istri beliau yang masih hidup, beliau ke Ikut ayah beliau yakni KH. Abdullah Imam.
Terkait dengan karya beliau, KH. Mukhtar Khamidi tidak ada buku yang ditulis oleh beliau. Sedangkan KH. Abdul Malik Imam memiliki tiga karya tulis, yaitu: Nazaratul Afkar, yang diterbitkan di Padang Panjang oleh penerbit Sa’adjiah Putra pada tahun 1971, buku ini berisi tentang beberapa i’tikad, seperti Ahlusnnah waljama’ah, Murji’ah, Qadariah, Jabariah, juga berisi jumlah bilangan rakaat salat tarawih dan perdebatan masalah agama lainnya, selain itu juga dibahas tentang syukur dan sabar, dan lain sebagainya. Buku lainnya berjudul, Miftahu Al-Salikin. Tapi karya tersebut tidak ditemukan,dan tidak diketahui isinya mengenai apa. Juga karya beliau yang satunya juga tidak ditemukan bahkan judulnya pun tidak diketahui.
Baca Juga: Jalan Sunyi Perti di Bumi Kerinci
KH. Khamidi dan KH. Abdul Malik ini menjadi guru atau tempat bertanya bagi masyarakat Koto Petai, beliau berdua menerima murid yang datang langsung ke rumah, pada masa KH. Mukhtar Hamidi, tempat belajar ini dinamakan At-Thawalib Al-Muhsinin. Kemudian karena banyaknya minat orang-orang untuk ikut belajar, maka didirikanlah Pondok Pesantren yang cukup besar bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah dan setelah kepemimpinan KH. Mukhtar Khamidi dilanjutkan Oleh KH. Malik Imam.
Alasan mengapa pesantren itu bernama Madrasah Tarbiyah Islam (MTI) diantaranya adalah karena madrasah tersebut berafiliasi (maksudnya: ada hubungan murid dengan guru) dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Arrasuli. Ini terlihat dari ijazah yang pernah diterbitkan, jelas diijazah tersebut disandarkan kepada Syekh Sulaiman Arrasuli. Nama pesantren tersebut, bagaimanapun, sangat terpengaruh dari pola pendidikan dari ulama Sumatra Barat, Yakni: Syekh Sulaiman Arrasuli dan Syekh Muhammmad Jamil Jaho.
Pola pembelajaran keislaman dimulai dari surau-surau kemudian bertransformasi kepada model sekolah klasik, yakni mempunyai kelas, meja, papan tulis. Hal ini sebagaimana juga catatan sejarah tentang berdirinya Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Candung, yang berawal dari surau kemudian bertransformasi menjadi kekas klasik. Santri Yang belajar ke pondok itu juga dari berbagai daerah, begitu juga MTI yang ada di Koto Petai, selain masyarakat setempat, warga disekitarnya juga belajar ke Koto Petai.
Uniknya, yang menjadi tempat tinggal atau pondok bagi santri yang belajar di pondok pesantren tersebut adalah rumah warga setempat, dulunya rumah warga masih berbentuk rumah tradisional yang dikenal dengan nama Rumah Larik Panjang, santri yang berasal dari luar daerah Koto Petai, kemudian tinggal di rumah warga, disebut dengan anak siak. Istilah ini juga menjadi sebutan bagi yang belajar di Madrasah Tarbiyah Islamiyah, khas sebutannya adalah urang siak[1]. Kitab yang diajarkan juga sama persis seperti yang diajarkan di MTI, seperti Aqwalul Mardhiyah yang ditulis oleh pendiri MTI itu sendiri, yaitu Syekh Sulaiman Arrasuli. Dan Kitab Tadzkiratul Qulub tentang akhlak yang dikarang oleh Syekh Muhammad Jamil Jaho, dua kitab ini hampir banyak dimiliki oleh masyarakat Koto Petai, selain kitab-kitab lainnya, di masyarakat Koto Petai terdapat juga kitab Al-Mabadi al-Awwaliyah fi al-Qaw id a -Nahwiyyah yang dikarang oleh Zainuddin Labi al-Yunusi.
Kedua Kiai ini yakni Syekh. Mukhtar Khamidi dan Syekh. Malik Imam sangat berpengaruh di Koto Petai, dari zaman beliau hingga sekarang. Beliau berdua dijadikan sebagai tempat bertanya bagi masyarakat Desa Koto Petai, Khususnya dalam bidang keagamaan. Berdasarkan info dari yang pernah belajar dan warga setempat, beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Misalkan KH. Khamidi, berdasarkan cerita dari murid beliau, KH. Khamidi, diundang ke acara syukuran, biasanya di acara syukuran disuguhkan makanan, tetapi sampai di rumah, beliau lansung memuntahkannya, karena makanan yang disuguhkan tidak dicuci dengan baik, sebagaimana ajaran Islam. Begitu juga dengan KH. Abdul Malik Imam, dari orang yang pernah bertemu dengan beliau, KH. KH. Abdul Malik Imam memiliki kemampuan untuk mengetahui tindakan atau prilaku buruk seseorang, sehingga apabila bertemu dengan beliau, orang ketakutan (Hj. Hariah: 73 tahun).
Baca Juga: Parabek dalam Imaji Orang Kerinci
[1] Muhammad Kosim,Tradisi Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Sumatera Barat, Vol. IV No. 1 Th. 2013, hlm. 28.
Leave a Review