Terima kasih saya ucapkan pada seorang mukhlishah yang telah menghadiahi sebuah karya yang begitu berharga, “Kitab Himpunan Hadis” yang merupakan buah pena salah seorang ulama besar Minangkabau yaitu alm. Syekh Muhammad Yunus Tuanku Sasak, Pasaman (wafat sekitar 1975).
“Kitab Himpunan Hadis” ini dicetak pada Mathba’ah Tsamarat al-Ikhwan, Bukittinggi, pada 1938. Karya ini semakin membuktikan intelektualitas ulama-ulama Minangkabau, terutama dari kalangan PERTI.
Syekh Muhammad Yunus Tuanku Sasak merupakan faqih dan sufi. Selain menimba ilmu agama di berbagai surau, beliau juga menyempatkan diri belajar di Tanah Suci Makkah.
Dalam ilmu dan amal thariqat, beliau ditarbiyah dan menerima ijazah irsyad dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dari Maulana Syekh Ibrahim al-Khalidi Naqsyabandi Kumpulan (w. 1915).
Guru beliau ini, Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan, merupakan salah seorang khalifah terkemuka dari Maulana Syekh Abdullah Afandi – Jabal Abi Qubaisy Makkah, selain Syekh Isma’il al-Khalidi Simabur.
Hal yang menarik, dalam kata pengantar kitab yang ditulis pengurus PERTI setempat: “Telah berulang-ulang kami meminta advisour kami Tuanku Sasak supaya beliau suka mengarang satu buku untuk menjadi peringatan bagi kami dan peringatan bagi keturunan di belakang hari. Sebanyak kali kami meminta sebanyak kali itu pula beliau menolak dengan alasan takut riya’.”
Hati beliau, yang awalnya menolak, kemudian luluh. Di antara yang meluluhkan hati Tuanku Sasak menulis adalah Syekh Haji Yunus Yahya Magek (Tilatang Kamang).
Kitab ini, selain berisi pengetahuan, juga menjadi kenangan abadi seorang sosok ulama besar, yang selalu menjadi buah bibir di surau-surau, bukan hanya di kalangan PERTI, di kalangan ulama Naqsyabandi, juga di kalangan ulama Syathari, hingga hari ini.
Al-Fatihah….
********
Yang selalu saya katakan pada santri-santri, ketika bercerita tentang ulama silam: “Kita saat ini belum ada apa-apanya dibandingkan ulama-ulama kita dulu. Boleh jadi kita ‘alim, namun belum tentu kita terjun ke tengah-tengah masyarakat, menjadi teladan dan pengikat hati, seperti ulama dulu. Boleh jadi kita terjun ke tengah masyarakat, namun belum tentu kita ma’rifat sebagaimana ulama-ulama dulu. Bayangkan, ada di antara mereka, yang hanya dengan Matan Ajurumiyah, mereka sudah “wushul” kepada Allah.[]
Leave a Review