Kitab Kasyafatul ‘Awishah Syarah Matan Ajurumiyah Karya Syekh Muhammad Djamil Djaho yang cukup mendalam. Untuk juzu’ I saja berhenti pada bab Ma’rifat ‘Alamatil I’rab (76 hal). Bayangkan bila sampai bab al-Makhfudhat, kira-kira berapa jilid kitab ini ditulis.
Kalau ingin tahu bagaimana kadar intelektual ulama-ulama Minangkabau tempo dulu, maka mari sejenak memperhatikan karya-karya yang lahir dari tangan mereka. Wa bil-khusus yang lahir dari kalangan ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah, organisasi berkhittah pendidikan Islam yang benar-benar lahir dari rahim Minangkabau sendiri pada tahun 1928.
Satu dari sekian banyak karya yang lahir di pertengahan abad 20 itu ialah kitab Kasyafatul ‘Awishah sebagai syarah dari Matan Ajurumiyah. Karya ini merupakan buah pena dari Syekh Muhammad Djamil Djaho atau yang masyhur dengan gelar Angku Jaho (Jaho – Padangpanjang).
Penulis Kitab Kasyafatul ‘Awishah ini ialah murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Bertahun-tahun beliau belajar di Makkah sampai diizinkan mengajar di salah satu halakha Masjidil Haram. Kepiawaiannya, di samping umumnya mutafannin, beliau menonjol dalam ilmu bahasa Arab; Nahwu, Sharaf, Balaghah, dll. Beliau Syekh Muhammad Djamil Djaho lebih terbiasa mengarang dalam bahasa Arab, sehingga uslub bahasanya pun sudah seperti pengarang bahasa Arab.
Baca Juga: Metodologi Surau, Kitab Nujumul Hidayah dan Syekh Muhammad Jamil Jaho
Beliau Syekh Muhammad Djamil Djaho ini merupakan salah satu dari tiga ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang kesohor. Dua ulama lainnya ialah Syekh Sulaiman Arrasuli Candung (1871-1970) dan Syekh Abdul Wahid Asshalihi Tobekgodang (1875-1950). Bila Syekh Djamil Jaho mendirikan pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho, dengan ilmu yang menonjol bahasa Arab (Alfiyah dengan syarah-syarah dan hasyiyah-hasyiyahnya), maka Syekh Sulaiman Arrasuli dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang menonjol dengan Fiqih Syafi’iyyah, dan Syekh Abdul Wahid dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang menonjol dengan Ushul Fiqih, Mantiq, dan Tasawuf.
Murid-murid Syekh Jaho demikian ternama sebagai ulama. Di antaranya Syekh Zakaria labai Sati Malalo, Syekh Muhammad Kanis Tuangku Tuah, dan Buya Mansur Dt. Nagari Basa. Mereka mendirikan pesantren, dan juga mengambil peran dalam sosial keagamaan di kampung halaman mereka. Menantu Syekh Jaho juga ‘alim pula. Siapa dia, yaitu al-‘Allamah Syekh Muda Wali al-Khalidi, ulama besar Aceh.
Kembali kita pada kitab Kasyafatul ‘Awishah. Kitab ini, hemat saya, ialah syarah Matan Ajurumiyah yang cukup mendalam. Untuk juzu’ I saja berhenti pada bab Ma’rifat ‘Alamatil I’rab (76 hal). Bayangkan bila sampai bab al-Makhfudhat, kira-kira berapa jilid kitab ini ditulis. Kitab ini baru ditemui satu jilid. Itupun diperoleh di kutubkhannah Alm. Buya H. Sulthani Dt. Rajo Dubalang – Maninjau.
Baca Juga: Syekh Muhammad Jamil Jaho: Ulama, Tokoh PERTI dan Guru Syekh Muda Waly Al-Khalidy
Saya berangan-angan. Andaikan kitab ini dapat dijumpai semua, kemudian ditahqiq ulang, dicetak ulang, alangkah membantu sekali bagi pelajar-pelajar agama di negeri ini. Tentu saja muru’ah ulama-ulama tua Minangkabau bangkit kembali setelah lama terkubur oleh modernisasi. Dan dengan lantang kitapun dapat berkata: “Ulama-ulama kami ialah ‘alim ‘allamah belaka, warisannya ialah khazanah ilmu yang ibarat permata.” Kitapun akan iri hati, iri ingin memperoleh ilmu seperti ilmu mereka. Tapi bila hanya dikurung di lemari, atau hanya untuk proyek penelitian, takkan berguna kitab hasil cucuran pikiran ulama tua-tua itu. Bakar saja.[] Semoga ada yang tergerak.
26 April 2017
Leave a Review