scentivaid mycapturer thelightindonesia

Komunitas Melayu Bengkulu: Basis Sosial Masjid Jamik Curup

Artikel ini bahan utamanya dari unggahan photo koleksi pamanku, Erwin Hidayat, di akun Facebooknya. Photo itu kusalin lalu kuunggah ulang dengan menambah keterangannya pada akunku, Dedy Mardiansyah Sirajuddin Harby, 03 April lalu. Sebab, mereka yang di dalam photo tersebut adalah keturunan (zuriat) Poyang Mohammad Djahir dan Poyang Abi.

Keduanya adalah orang tua Nyaiku, Hj. Ummi Kaltsum. Istri Dari Yaiku, Abuya Hi. Ramli Burhany. Beliau berdua, Poyang Djahir dan Poyang Abi, berasal dari Tanjung Terdana dan Tanjung Agung, Bengkulu. Bersuku Lembak (Bulang) dan punya keturunan 2 orang bersaudara yaitu Nyaiku dan adiknya yaitu Datuk Mohammad Jasin. Poyang Djahir, ayah Nyaiku, wafat kala Nyai berusia 9 tahun. Sementara Poyang Abi, ibu Nyaiku, berpulang saat Nyai berusia 14 tahun.

Poyang Abi adalah bungsu dari tiga bersaudara. Kakaknya adalah Poyang Mohammad Salih dan Poyang Mohammad Saleh. Nyai dan Datuk Yasin lalu diasuh oleh kakak ibunya, Poyang M. Saleh yang bertugas di Kelobak Kepahiang. Mantri hewan ini membawa keduanya dari Tanjung Agung ke rumahnya di Curup yang hanya berjarak 4-5 rumah sebelah kanan dari Masjid Jamik Curup yang kini berada di kelurahan Pasar Baru.

Lingkungan Kelurahan Pasar Baru ini dulu dikenal dengan nama Gang Setia yang warganya pendatang dari Bengkulu semata. Komunitas Melayu Bengkulu ini persisnya berasal dari kawasan sekitar Padang Betuah, Pasar Bembah, Pasar Bengkulu, Tanjung Agung dan Taba Penanjung. Kalau ditilik lebih jauh, mereka ini mempunyai pertalian darah satu sama lainnya yang garis utamanya, sepertinya, adalah Pagaruyung. Mereka inilah yang menjadi basis utama dari jamaah Masjid Jamik Curup.

Komunitas ini termasuk satu dari sekian komunitas utama pendukung Kota Curup dengan salah satu ikon utamanya yaitu Masjid Jamik Curup. Bahkan, komunitas ini sangat identik sekali dengan sejarah masjid paling ikonik di Kota Idaman ini. Sebab, pembangunan Masjid ini seiring sejalan dengan kehadiran komunitas Bengkulu di sekelilingnya. Bahkannya lagi, Masjid ini muncul pula sebagai salah satu sentral gerakan sosial di Provinsi Bengkulu. Sebab, cukup banyak tokoh lintas jaringan di Provinsi Bengkulu yang terakses dengan Masjid Jamik Curup.

Masjid ini, meskipun basisnya tradisional sekali, yaitu Salafi Sufi Sunni Syafii, khas Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), tapi kosmopolit sekali. Bayangkan, elit Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Bengkulu justru diberi mimbar di Masjid ini secara bergiliran. Bahkan, penjadwalan bergilir inilah yang menjadi kontak utama pertemuan gagasan dan gerakan mereka sebagai elit Provinsi Bengkulu kemudian hari. Sementara tokoh yang paling sentral dari Masjid ini adalah duo Burhany yaitu Abuya Ki Zaidin Burhany dan adiknya Abuya KH. Ramli Burhany.

Kedua tokoh ini lahir memang di lingkungan Masjid Jamik Curup. Tidak hanya keduanya, tapi seluruh Burhany bersaudara yang berjumlah sepuluh orang itu. Burhany adalah penisbatan dari nama ayah mereka yaitu Burhanuddin yang bertugas sebagai Gharim di Masjid Jamik Curup dan dikenal dengan panggilan “Gharim Bangkak” dan sehari-harinya berprofesi sebagai Tukang Sado (kusir delman). Memang, belum diketahui apakah Poyangku Burhanuddin ini kelahiran Curup, tetapi makamnya berada di TPU Talang Rimbo Baru. Sementara makam ayahnya, Poyang Muhammad Dian, berada di TPU Pasar Ujung Kepahiang. Poyang Dian diriwayatkan juga berasal dari wilayah Padang Betuah dan Pasar Bembah.

Nama Burhany memang cukup terkenal di Curup sebab kiprah Burhany Bersaudara yang merupakan anak-anak Poyang Burhanuddin. Akan tetapi, yang paling mendorong itu semua adalah langkah Poyang Burhanuddin yang menikahi Poyang EH. Mazenah (Mak Aek). Poyang Mak Aek diketahui sebagai hartawan di lingkungan Masjid Jamik Curup. Tanah miliknya tidak hanya yang berada di lingkungan terdekat Masjid Jamik Curup, tetapi juga di Air Sengak yang kini di lingkungannya diabadikan dengan nama Gang Burhany I – III dan di Rimbo Recap. Makamnya juga di TPU Talang Rimbo Baru. Poyang Mazenah sepertinya dilahirkan di Curup dan seiring dengan masa dibangunnya Masjid Jamik Curup sekira 1880-an.

Jadi, pasangan Poyang Burhanuddin dan Poyang Mazenah, orang tua Yaiku, tinggal persis di seberang Masjid Jamik Curup. Sementara paman Nyaiku, Poyang M. Saleh, tinggal di sebelah kanan Masjid Jamik Curup. Keluarga Poyangku ini yang paling mudah dikenal adalah H. Ridwan Rahman, atau Om Duek kalau kami memanggilnya. Pemilik Percetakan Merdeka yang kini pengurus Yayasan Pembangunan Masjid Jamik Curup. Beliau adalah cucu menantu dari Poyang M. Saleh. Istrinya tentu saja adalah keponakan Nyaiku.

Sama seperti para pendahulunya, hingga berkeluarga dan wafat, Nyai dan Datuk Yasin berdomisili di Curup. Nyai dipersunting oleh Yai, Ramli Burhany. Keluarga Yai memang tinggal persis di seberang Masjid Jamik Curup. Karena berdekatan rumah, Poyang EH. Mazenah (Mak Aek), ibunya Yai, akhirnya meminta Nyai kepada Poyang M. Saleh untuk dinikahkan dengan salah satu puteranya. Dan berjodohlah Yai dengan Nyai.

Hal yang paling utama dari kekerabatan ini adalah ditunjuknya Poyang M. Saleh sebagai Datuk Cabang Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Curup pada tahun 1938. Tak lama setelah Datuk Abi Ki Zaidin Burhany, kakak Yai, pulang dari Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Yaitu pada tahun 1934.

Atas mandat dari Beliau Inyiak Canduang, Maulana Syaikh Sulaiman Arrasuly, maka Datuk Abi menyampaikan mandat pendirian MTI Curup sekaligus PERTI Curup kepada para sesepuh Masjid Jamik Curup. Maka disepakatilah Poyang Mohammad Saleh sebagai Ketua Cabangnya. Sementara Datuk Abi sebagai Kepala MTI Curup. Lalu terkenallah panggilan Datuk Cabang itu kepada Poyang M. Saleh

Datuk Abi sendiri hanya empat tahun memimpin MTI Curup sebab tugas pengembangan organisasi PERTI dan perjuangan kemerdekaan RI di wilayah Bengkulu menuntut Beliau lebih aktif di sana. Maka pada tahun 1942 pengolaan MTI Curup diserahkan kepada Yai. MTI Curup ini berada tak jauh dari rumah keluarga Burhany (anak-anak Poyang Burhanuddin).

Sepuluh tahun setelah Yai memimpin MTI Curup, didirikan pula di lokasi yang sama Sekolah Rakyat (SR) Islam PERTI Curup. Diresmikan pada 23 Juni 1953. Kemudian menjadi Sekolah Dasar Tarbiyah Islamiyah, SD Tarbiyah atau SDTI, Curup. Murid MTI Curup dan SR Islam PERTI Curup ini tentu anak-anak warga Curup dan anak-anak jaringan tokoh PERTI Curup. Terutama sekali para cucu Poyang Burhanuddin dan Poyang Djahir.

Seperti anak-anak yang terdapat di dalam photo ini. Mereka semua adalah cucu dari Poyang Djahir dan sebagiannya adalah juga cucu dari Poyang Burhanuddin. Yang tentu saja anak-anak dari Nyai dan Yai. Ya, empat orang dewasa yang berdiri di baris belakang adalah Yai yang bersongkok putih miring, Nyai yang menggendong anak kecil, terus Andung Halimah, istri Datuk Yasin, dan Datuk Yasin sendiri.

Datuk Yasin pada masanya dikenal juga dengan Datuk Kolam. Sebab senang budidaya ikan di kolam di halaman rumahnya yang berada di belakang Bioskop Kaba Theatre. Datuk pernah sekolah di Palembang dan saat pulang ke Curup setamat sekolah pernah bertugas di CIAD di Korem sebagai tenaga sipil. Karena punya jaringan Prabumulih, akhirnya kenal dengan gadis Prabumulih yang kemudian menjadi istrinya.

Adapun anak-anak di photo ini dari yang dekat Yai secara berturut adalah Ama Zumratul Aini, anak tertua Yai. Bucik Surawati, anak ketiga Yai. Mangcek Mohammad Rosyami, anak keempat Yai. Lalu anak Datuk Yasin. Terus Wancik Mohammad Rasuli, anak keenam Yai. Lalu Ayahku, Sirajuddin Harby, anak kelima Yai. Tiga berturut anak Datuk Yasin. Terus Bunga Rasumiyati, anak kedua Yai. Terakhir yang digendong adalah Om Elzamzami, anak ketujuh Yai. Saat photo ini diambil, anak kedelapan sampai kesepuluh Yai belum lahir. Mereka adalah Ciktam Muzdalifah, anak kedelapan. Paketek Muhammad Fadhil, anak kesembilan. Terakhir Bicik Zaidaryani, anak kesepuluh.

Tanjung Agung tempat asal keluarga Nyai ini sendiri merupakan lingkungan yang tak asing dengan tokoh-tokoh di Provinsi Bengkulu bahkan menasional. Satu di antaranya adalah Prof. KH. Ibrahim Hosen, pendiri Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta. Ayah dari Prof. Dr. KH. Nadirsyah Hosen.

Artikel ini ditulis dalam rangka menyambut HUT Provinsi Bengkulu Ke-55 Tahun pada 18 Nobember 2023 ini. Sekaligus menyambut Musyawarah Daerah (Musda) Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Provinsi Bengkulu Tahun 2023. In sya Allah dilaksanakan di Curup pada 2-3 Desember 2023 nanti. Allah adalah sumber bimbingan dan petunjuk yang paling otoritatif. Semoga…

D.M.S. Harby
Tulisan diolah dari berbagai sumber. Penulis adalah alumni Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyah Islamiyah (MITI) Pasar Baru Curup, MTs. Pondok Pesantren Arrahmah Air Meles Atas Curup, MAK Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur dan Kepala Sekolah Dasar Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup 2015-2017. Kini Ketua Ikatan Alumni PPNH Sukaraja, Ketua PC Tarbiyah-Perti RL dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL).