scentivaid mycapturer thelightindonesia

Lebaran Iduladha, Harus Lebih Megah

Gaya seorang yang ber lebaran yang megah
Ilustrasi/Dok. Istimewa

Hari ini kita mendapati hari raya untuk ke sekian kalinya. Semoga hari raya tahun depan, dua tahun ke depan, dan beberapa tahun ke depannya lagi kita tetap merasakannya. Ngomong-ngomong soal “rasa-merasakan”, perasaan kita dari tahun ke tahun tentu terus berubah. Cara pandang kita untuk memaknai lebaran itu sendiri juga akan terus berubah. Mhd Yazid pada tulisan sebelumnya memaknai lebaran itu harus megah. Ya, memang untuk menghadapinya kita harus merasakan kesenangan dan kebahagiaan. Dan salah satu bentuk kesenangan dan kebahagiaan itu adalah kemegahan. Untuk mencapai hasrat itulah lebaran harus megah, demikian Mhd Yazid.

Berbicara tentang makna lebaran, tentu kita memaknainya dengan cara berbeda. Demikian tergantung pada kondisi kita masing-masing. Misalnya, ketika kecil kita memaknainya dengan baju baru atau sepatu baru. Berbeda ketika kita telah beranjak dewasa, ada semacam perasaan malu ketika kita memakai baju baru pas hari lebaran. Tempat juga memengaruhi makna lebaran. Orang yang merayakan lebaran di kampung halaman tentu akan berbeda memaknai lebaran di tanah rantau. Bukankah begitu?

Perbedaan itu seolah menjadi sebuah keniscayaan. Begitupula ketika kebanyakan kita memaknai Idul Idha ini berbeda dengan lebaran Idul Fitri beberapa bulan lalu. Pikiran kita seolah terhipnotis, lebaran kali ini tidak mesti megah! Kita tidak mesti beli baju baru, tidak harus memperbaiki rumah, tidak wajib membuat kue, tidak mesti mudik dan tidak mesti melakukan hal-hal yang kita lakukan ketika lebaran Idul Fitri.

Pada Iduladha ini kita tak banyak jumpai ucapan “Selamat hari raya, mohon maaf lahir dan batin” atau “minal ‘aidin wal faizin, maafkan lahir dan batin.” Akun media sosial pun tak begitu kebanjiran kata-kata pada lebaran kali ini, jika dibandingkan pada lebaran Idul Fitri. Spanduk para calon wakil masyarakat ataupun wakil rakyat yang sedang menjabat, yang terpampang di jalanan setiap satu meter dan di persimpangan jalan pun sepi dengan ucapan tersebut. Lebaran kali ini juga tidak diwarnai dengan banyaknya discount di berbagai toko baju yang membuat kita tergiur untuk membelinya.

Baca Juga: Berkurban untuk Orang Meninggal Dunia

Kenapa? Padahal Iduladha merupakan hari pengorbanan?

Ya, pengorbanan. Iduladha identik dengan kurban. Pada hari raya inilah disyariatkan untuk berkurban, tidak pada Idul Fitri. Toh, Dalam rangka ini, dulu Nabi Ibrahim mau mengorbankan Nabi Ismail. Ia mengorbankan anak kandungnya sendiri demi menaati syariat. Lantas pada Iduladha kali ini, apa yang tengah kita korbankan? Sebagaimana kita menghabiskan sebagian uang, tenaga, dan pikiran untuk merayakan Idul Fitri. Saya rasa pengorbanan kita pada hari raya kali ini tidaklah sebanyak pengorbanan kita pada hari raya Idul Fitri bukan? Lalu kita telah mengorbankan apa?

Mengorbankan sedikit uang untuk berbaju baru saja tidak. Mengucapkan permintaan maaf dan selamat lebaran, kita sedikit sungkan. Takbiran terdengar sepi, seolah malu-malu untuk bergema. Meramaikan masjid untuk shalat Iduladha, tentu tidak akan semeriah dan sesemangat mengerjakan shalat Idul Fitri bukan? Sudah, akui saja, tidak usah malu.

Sebagaimana di atas, hal ini berangkat dari cara pandang yang berbeda. Cara pandang berbeda ini, memang menghasilkan aktualisasi diri yang berbeda pula. Ada orang-orang yang menganggap hari raya Idul Fitri lebih besar daripada hari raya Iduladha. Makanya mereka menganggap perlu bermegah-megah di hari Fitri itu, dan tak begitu bermegah di lebaran Iduladha. Ini adalah pandangan yang lebih eksis di tengah masyarakat.

Bagaimana seandainya logika tersebut kita balik. Pada hari raya Iduladha ini kita mesti lebih bermegah-megah, karena ada ibadah haji dan berkorban di dalamnya. Dengan demikian, pada Iduladha ini, setiap kita mesti berkorban minimal seekor kambing, kita mesti membeli baju baru, mempersiapkan kue lebaran, renovasi rumah, meningkatkan hasrat konsumtif kita dan lain sebagainya, sebagaimana yang telah kita lakukan pada hari raya Idul Fitri. Tentu ini akan menjadi sesuatu yang sangat berbeda bukan? Banyak hal yang belum kita korbankan di hari raya Iduladha ini.

Baca Juga: Daerah Istimew Minagkabau (DIM), Pentingkah?

Coba kita tanyakan pada Mhd Yazid, apa yang ingin dikorbankannya pada hari raya ini? Karena lebaran kali ini seharusnya juga megah, bahkan mesti lebih megah lagi karena dituntut pengorbanan di dalamnya. Untuk itu, marilah kita berkorban bersama-sama agar terkesan megah. Apa pun yang kita korbankan nantinya akan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.[]

Arifki Budiawarman
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta