Sebelumnya Baca:Menyambut Edisi Digital Kitab Pedoman Puasa Inyiak Canduang
Kemajuan teknologi informasi telah mempertontonkan dan membuka ruang diskusi keislaman umat. Terkadang dinamika diskusi menguat seiring kontennya bersifat khilafiyah. Bahkan tidak jarang terjadi, diskusi itu berujung kepada penjustifikasian kebenaran pendapat tertentu, serta menyalahkan pendapat lainnya. Di sisi lain, ada juga yang sampai pada titik “ini sunnah, itu bid’ah”, tanpa mengenal batas ruang hukum tertentu. Seluruhnya disama-ratakan antara ranah hukum aqliy, hukum syar’iy (taklifiy dan wadh’iy), dan hukum ‘adiy. Penyama-rataan inilah yang menyebabkan kenapa munculnya justifikasi tertentu terhadap hukum suatu masalah yang sulit dipertanggungjawabkan.
Penetapan awal dan akhir Ramadhan –sebagai contoh– turut serta menjadi masalah hukum yang sulit menemukan titik persamaan di kalangan umat Islam di Indonesia. Sebagian ormas Islam menyebutkan bahwa teori hisab (perhitungan waktu) dijadikan dasar ketetapan hukum wadh’iy dalam rangka penetapan awal dan akhir Ramadhan. Sementara itu, sebagian ormas Islam lainnya menjadikan teori ru’yatul hilal (melihat hilal) sebagai dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan. Kondisi ini disebabkan perbedaan di dalam makna kata “syahida” dan “ru’yah”, pada saat dalil hukum penetapan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan ayat –menurut ormas “hisab” dari kata “syahida”– dan berdasarkan hadits –menurut ormas “ru’yatul hilal” dari kata “ru’yah”.
Menurut literatur Fiqih Turats, bahwa standar penetapan awal dan akhir Ramadhan mesti didasarkan kepada ru’yatul hilal. Dalam hal ini, hadits yang dijadikan dasar hukum sangat khusus menjelaskan bahwa “puasalah kamu tersebab melihat hilal, dan berbukalah (lebaran) kamu tersebab melihat hilal”. Berbeda halnya dengan kata “syahida” yang bisa saja dimaknakan dengan “ru’yah” dan bisa saja dimaknakan dengan “hisab”. Dalam konteks ini, kata “syahida” dikenal dengan istilah “mujmal” yang membutuhkan kepada “mubayyin”. Sebab, hukum wadh’iy memiliki kecenderungan bahwa kondisi nyata alam semesta adalah dasar hukum taklifiy dilaksanakan, seperti kewajiban shalat Zuhur disebabkan adanya tergelincir matahari, bukan tersebab karena waktu jarum jam menunjukkan angka-angka tertentu. Atas dasar itu, masalah penetapan awal dan akhir Ramadhan dapat disatukan pada saat kedua belah pihak menyepakati bahwa kedua metode mesti digunakan dalam bentuk: teori hisab sangat penting digunakan dalam rangka melaksanakan ru’yah; serta teori ru’yah belum dapat dilaksanakan jika belum ada hisab tentang kapan proses ru’yah dilaksanakan.
Beranjak dari ilustrasi di atas, suatu kehormatan bagi lembaga Ma’had Aliy Syekh Sulaiman Arrasuli ketika ada niat bagi kalangan generasi muda tarbiyahislamiyah.id ingin mengaji kembali kitab “Pedoman Puasa” yang ditulis oleh Syekh Sulaiman Arrasuli. Dalam hal ini, berbagai perbicangan tentang segala yang berkaitan dengan “Puasa” diuraikan dengan lugas dan tegas berdasarkan pengkajian penulis terhadap turats-turats yang ada. Atas dasar itu, hantaran kata ini diurai dalam kerangka tema “Mangaji Pangka Alim”. Artinya, kealiman seseorang sangat ditentukan oleh seberapa banyak dan berkualitas proses mengaji dilakukan.
Candung, 1 April 2022
Pengemar Naskah Inyiak Canduang,
ZULKIFLI
selanjunya Baca: Pengantar Kitab Pedoman Puasa Karya Inyiak Canduang – Ustadz Yendri Junaidi
Leave a Review