Pembahasan manhaj dan kurikulum belajar itu memang gak ada habisnya. Kamu bisa aja mencoba puluhan kali mencoba manhaj terbaik, memilih buku ini dan buku itu yang cocok dalam belajar, dan terus memperbaiki kurikulum yang kamu lihat baik, tapi percayalah perjalanan kamu itu akan berakhir pada kurikulum yang sudah dipilih para ulama selama ratusan tahun dalam mencetak ulama. Kamu akan menemukan bahwa manhaj terbaik dalam ilmu nahwu ya, Jurumiyah, dalam akidah ya, Sughra-Sughra atau Aqidatul Awam atau Kharidah, dalam fikih Syafi’i ya, Matan Taqrib atau Muqaddimah Hadramiyah, dalam sharaf ya, Matan Bina, dst.
Kenapa? Karena manhaj itu adalah hasil percobaan yang terbukti sukses selama ratusan tahun dalam mencetak ulama, dan itu bukan ditemukan satu dua orang biasa. Jika kamu pintar maka mereka adalah orang yang sepintar kamu bahkan sebagian berkali-kali lipat kecerdasanmu. Dan jumlah mereka bukan satu orang, tapi ribuan bahkan jutaan orang yang jauh lebih cerdas, lebih alim dan lebih berpengalaman darimu.
Baca Juga: Imam Syathibi dan Maqashid Syariah
Bukan maksud tidak menerima percobaan baru, tentu sedikit tambahan harus dilakukan agar bisa menghadapi zaman, tapi terlalu banyak perubahan dan “banting stir” malah terbukti membuat kualitas turun. Lihatlah betapa pembaruan minhaj yang dicoba di seluruh dunia, lebih 90 persen gagal. Adapun yang bertahan dengan manhaj lama walaupun kadang gak bisa berkembang, minimal kualitas gak menurun dan terus mencetak ulama karismatik dan jarang kontroversial dan keluar dari manhaj.
Kita bisa melihat bahkan pusat studi Islam seperti Al-azhar pelan-pelan mengajak kembali ke turats dan metode lama dalam belajar, tanpa menafikan beberapa tambahan tentunya. Ini bukti bahwa, berpegang teguh pada manhaj madrasi klasik adalah cara terbaik mencetak para ulama.[]
Leave a Review