scentivaid mycapturer thelightindonesia

Manuskrip Ilmu Debat di Tatar Sunda: Kitab “Taqrîrât Natîjah al-Âdâb” Kiai Izzuddin Cibatu

Manuskrip Ilmu Debat (‘Ilm al-Munâzharah) di Tatar Sunda Kitab “Taqrîrât Natîjah al-Âdâb” Kiai Izzuddin Cibatu (Murid Terpintar Kiai Syathibi Gentur) Bertahun 1923 M

Ilmu Debat Ilmu Debat Ilmu Debat Ilmu Debat

Manuskrip Ilmu Debat (‘Ilm al-Munâzharah) di Tatar Sunda: Kitab “Taqrîrât Natîjah al-Âdâb” Kiai Izzuddin Cibatu (Murid Terpintar Kiai Syathibi Gentur) Bertahun 1923 M

============================

Berikut ini adalah manuskrip kitab “Taqrîrât ‘alâ Natîjah al-Âdâb” (تقريرات على منظومة نتيجة الآداب) yang ditulis oleh seorang ulama Tatar Sunda asal Cibatu (Cisaat, Sukabumi), yaitu Kiai Izzuddin. Kitab ini mengulas satu bidang kajian ilmu yang terbilang langka dan jarang ditulis oleh para ulama Nusantara, yaitu ilmu dialektika atau ilmu berdebat dan berargumentasi (‘ilm al-munâzharah/ ‘ilm âdâb al-bahts).

Kiai Izzuddin Cibatu menulis kitab ini dalam bahasa Arab, sebagai bentuk penjelasan (taqrîrât) atas teks puisi (manzhûmah) “Natîjah al-Âdâb” karya seorang ulama Makkah, yaitu Syekh ‘Abd al-Malik b. ‘Abd al-Wahhâb al-Fattanî al-Makkî (w. 1332 H/ 1913 M). Selain taqrîrât, Kiai Izzuddin Cibatu juga menuliskan terjemah interlinear (terjemah antar baris, makna gantung) berbahasa Jawa Pegon.

Menariknya, karya hebat ini ditulis ketika Kiai Izzuddin masih menjadi santri yang sedang belajar di Pesantren Gentur (Cianjur, Jawa Barat) asuhan Kiai Ahmad Syathibi (Mama Gentur, w. 1947). Mama Gentur adalah salah satu ulama terbesar Tatar Sunda pada paruh pertama abad ke-20 yang banyak melahirkan ulama-ulama besar Jawa Barat generasi berikutnya. Pun, Pesantren Gentur yang diasuhnya tercatat sebagai salah satu pusat terpenting bagi perkembangan tradisi intelektual dan pendidikan Islam tradisional di Jawa Barat pada masanya. Hal menarik lainnya lagi adalah, meski berada di jantung Tatar Sunda di Priangan, yaitu di Cianjur, tetapi Pesantren Gentur tampaknya menggunakan bahasa Jawa dalam menerjemahkan dan memaknai teks-teks kitab keilmuan Islam yang dipelajari di sana. Barulah kemudian, bahasa Sunda digunakan untuk menjelaskan maksud dari kandungan teks Arab yang diterjemahkan oleh bahasa Jawa tersebut.

Syekh ‘Abd al-Malik b. ‘Abd al-Wahhâb al-Fattanî al-Makkî sendiri sebenarnya memiliki karya syarah atas teks puisi “Natîjah al-Âdâb” yang dikarangnya ini. Syarah tersebut berjudul “Kamâl al-Muhâdharah fî Âdâb al-Bahts wa al-Munâzharah” (كمال المحاضرة في آداب البحث والمناظرة). Kitab ini dicetak oleh al-Mathba’ah al-Khairiyyah di Kairo (Mesir) pada tahun 1306 Hijri (1889 Masehi).

Baca Juga: Buku Verslag Debat Paham Kaum Muda dan Kaum Tua: Sebuah Konten tentang Perdebatan Ushalli di Sumatera Timur Awal Abad 20

Tampaknya, kitab “taqrîrât” Kiai Izzuddin ini merupakan rangkuman catatan dari apa yang disampaikan oleh Kiai Syathibi Gentur saat mengajar teks “Natîjah al-Âdâb”. Dalam beberapa penjelasan yang ditulisnya, Kiai Izzuddin juga tampak merujuk pada kitab “Kamâl al-Muhâdharah” karya al-Fattanî al-Makkî di atas.

Kiai Syathibi Gentur memang terhitung sebagai ulama yang memiliki kepakaran dalam bidang ilmu dialektika. Beliau menulis sejumlah karya dalam bidang ilmu ini, di antaranya adalah “Manzhûmah al-Maqûlât al-‘Asyrah” (منظومة المقولات العشرة), yang ditulisnya dalam bentuk nazhaman (puisi) berbahasa Arab.

Dalam kitab “al-Risâlah al-Qanthûriyyah” yang memuat biografi Kiai Syathibi Gentur, disebutkan bahwa salah satu murid beliau yang paling cerdas adalah Kiai Izzuddin Cibatu. Keduanya pernah berkolaborasi menulis satu buah karya bersama, yaitu “Nazham Sullam al-Taufîq”. Tertulis dalam risalah tersebut:

سرڠ كتاب نظم سلم التوفيق. ايت مه انو ڠانظمكن ننا كو دوائن ڽاايت انجن سرڠ مريدنا ڽاايت أجڠن عز الدين چي سئت چي بتو سوكابومي

(Sareng kitab “Nazham Sullam al-Taufîq”, eta mah anu nganadomkeunana ku duaan, nyaeta anjeuna sareng muridna nyaeta Ajengan Izzuddin Cisaat Cibatu Sukabumi [Dia antara kitab-kitab karangan Kiai Syathibi Gentur adalah “Nazham Sullam al-Taufîq”. Kitab ini ditulis berdua, yaitu oleh beliau bersama muridnya, yaitu Ajengan Izzuddin Cisaat Cibatu Sukabumi])

Meski terbilang sebagai ulama yang hebat dan menjadi salah satu murid Kiai Syathibi tercerdas, namun biografi Kiai Izzuddin Cibatu belum banyak diketahui jejaknya.

* * * * *

Kondisi fisik manuskrip kitab “taqrîrât” Kiai Izzuddin Cibatu ini terbilang masih sangat bagus dan terjilid dengan baik. Bisa dikatakan hampir tidak ada cacat atau pun kerusakan di dalamnya. Sayangnya, tidak ada penomoran halaman dalam naskah ini. Diperkirakan, jumlah keseluruhan halaman adalah 150 halamanan. Kertas yang digunakan sebagai media tulis adalah kertas Eropa. Bahasa teks pada naskah adalah bahasa Arab dan Jawa Pegon. Kiai Izzuddin menulis taqrîrât-nya dalam bahasa Arab, juga menulis terjemah interlinear dalam bahasa Jawa Pegon.

Tertulis pada halaman akhir sekaligus menjadi kolofon naskah:

فوندوك ݢدى قنطور ليلة الاثنين 14 رمضان سنة 1341 من هجرة من على صاحبها أفضل الصلاة والسلام

(Pondok gede Gentur, malam Senin 14 Ramadhan tahun 1341 Hijrah Nabi. Semoga shalawat dan salam terbaik senantiasa tercurah untuknya).

Tarikh hijri di atas bertepatan dengan 1 Mei 1923 Masehi. Jika dihitung dengan hitungan tahun Hijri (1341), maka usia manuskrip kitab ini telah berusia seratus tahun pada saat ini (1441 Hijri).

Sementara itu, identitas Kiai Izzuddin Cibatu tertulis pada halaman tengah:

الفقير محمد عز الدين الجشواري العبرفي السوكابومي
غفر الله له ولأصوله بجاه نبيه محمد صلى الله عليه وسلم

(al-Faqir ‘Izzuddîn al-Jasywârî al-‘Abrafî [?] al-Sûkâbûmî. Semoga Allah mengampuninya, juga leluhurnya, dengan kebesaran Nabi Muhammad SAW).

Baca Juga: Ketika Imam Syafi’i Terdiam dalam Sebuah Perdebatan

Manuskrip kitab ini kemudian diberikan oleh Kiai Izzuddin kepada Kiai Abdullah Sanusi b. Shiddiq. Peralihan kepemilikan naskah ini sebagaimana tercatat dalam keterangan berikut:

ثم انتقل الى الحقير الحج عبد الله سنوسي سكامنتري

(Lalu [kepemilikan manuskrip ini] beralih kepada seorang yang hina, Haji Abdullah Sanusi Sukamantri)

Kiai Abdullah Sanusi b. Shiddiq (1910–1983) adalah junior Kiai Izzuddin di Pesantren Gentur. Dua-duanya adalah murid langsung dari Kiai Syathibi Gentur. Kiai Abdullah Sanusi adalah putra dari Kiai Muhammad Shiddiq b. Abdurrahman (1873–1943), pendiri Pesantren al-Falah Sukamantri, Cisaat, Sukabumi (didirikan pada 1908). Kiai Muhammad Shiddiq, ayah dari Kiai Abdullah Sanusi, tercatat sebagai kawan satu angkatan dengan Kiai Syathibi Gentur dan Kiai Tubagus Bakri Sempur (Purwakarta, w. 1975). Kiai Muhammad Shiddiq juga tercatat sebagai guru dari Kiai Ahmad Sanusi Gunungpuyuh (w. 1950) dan Kiai Masthuro Tipar (w. 1968).

Saya sendiri menjumpai manuskrip ini ketika sowan ke KH. Mumu Muhyiddin (l. 1960), salah satu pengasuh pesantren al-Falah Sukamantri (Cisaat, Sukabumi) beberapa hari lalu bersama Ajengan Ahmad Muhibbuddin dan Sufyan Tsauri. KH. Mumu Muhyiddin adalah putra dari Kiai Abdullah Sanusi yang namanya tercantum dalam manuskrip.

* * * * *

Jejaring pesantren al-Falah Sukamantri terbilang cukup luas sekaligus rumit. Kiai Abdullah Sanusi b. Shiddiq beristrikan Nyai Atiqah (1920–2010), putri bungsu dari Syekh Kiai Adzra’i dari Bojong (Garut), salah satu ulama sepuh Garut yang sangat penting. Syekh Adzra’i Garut adalah kawan junior dari Syekh Shoheh Bunikasih Cianjur (w. 1886) juga Syekh Nawawi Banten (w. 1897). Syekh Adzra’i Garut juga adalah guru dari Kiai Syathibi Gentur.

Baca Juga: Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh; Kitab Pusaka Seks Versi Melayu Jawi (1911 M)

Di antara putra Syekh Adzra’i Garut adalah Kiai Umar Basri Fauzan, pendiri pesantren al-Fauzan Garut, murid dari Kiai Syathibi Gentur. Syekh Adzra’i juga memiliki menantu, yaitu Syekh Muhammad Garut (Mama Jabal) yang bermukim di Makkah. Syekh Muhammad Garut ini memiliki putra yaitu Syekh Siraj Garut, ulama besar alhi qira’at di Makkah yang juga pelantun al-Qur’an di Masjidil Haram. Nyai Atiqah, putri bungsu Syekh Adzra’i, ketika masa kecilnya pernah diasuh oleh Syekh Siraj Garut di Makkah selama bertahun-tahun lamanya. Nyai Atiqah pulang ke tanah air setelah dipersunting oleh Kiai Abdullah Sanusi b. Shiddiq Sukamantri.

Wallahu A’lam

Sukabumi, akhir Dzulhijjah 1441 Hijri/Agustus 2020
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

Ahmad Ginanjar Sya'ban
Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta