Sayyid Amir Kullal al-Bukhari
Baca: Pengantar Sejarah Ringkas Masyaikh Tarekat Naqsyabandi
Baca Juga Sebelumnya: Masyayikh Tarekat (13) Muhammad Baba as-Samasi
Sayyid Amir Kullal al-Bukhari (w. 772 H./1371 M.)
Sayyid Amir Kullal al-Bukhari, adalah penerus Baba Samasi. Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam Jami Karomatil Auliya, menyebutnya sebagai anak dari Sayid Hamzah, salah satu imam agung thariqah Nasyabandiyah, dan guru mulia dari Syekh Agung Muhammad Bahaudin an-Naqsyabandi (JKA, I: 601). Sedangkan dalam kitab ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha, (TNWA, 1987: 74, No. 32), disebutkan tokoh ini dilahirkan dan dimakamkan di daerah Sukhar, dekat dengan kota Bukhara.
Sumber-sumber yang menyebut tokoh ini, menyebutkan bahwa ketika remaja, Sayyid Amir Kullal al-Bukhari menelaah dan belajar berbagai cabang ilmu. Ketika menyaksikan dan bersama Syekh Baba Samasi, melihat Muhammad Bahaudin an-Naqsyabandi mengalami jadzbah. Sayyid Amir Kullal al-Bukhari bersama Syekh Baba Samasi selama 20 tahun. Pada waktu sebanyak itu, beliau menekuni dzikir dan tarekat, melakukan khalwat dan memperbanyak amal nawafil, dan selalu mengunjungi Syekh Baba Samasi di Samas pada setiap hari Senin dan Kamis.
Sayyid Amir Kullal al-Bukhari dalam fikih mengikuti Madzhab Hanafi dan dekat dengan Timur, keturunan Mongol yang masuk Islam, pelanjut Caghatai (keturunan Jenghis Khan). Sayyid Amir Kullal di Asia Tengah menjadi guru spiritual sangat dihormati, sampai menjadi gurunya Timur. Beliau sejaman hidupnya dengan Syekh Ni’matullah Wali. Johan GJ Teer Haar dalam Warisan Sufi (1999, II: 544), menyebut Sayyid Amir Kullal termasuk guru Naqsyabanbdiyah dengan melafalkan dzikir, maksudnya adalah dzikir jahr. Akan tetapi pada masanya itu, muridnya yang bernama Syekh Bahaudin Naqsyabandi sudah mulai berdzikir sirr, berbeda dengan sang guru.
Sayyid Amir Kullal, suatu ketika ditanya sebagian muridnya yang lain, kenapa Syekh Bahauddin Naqsyabandi, yang juga muridnya, saat itu menggunakan dzikir diam. Sayyid Amir Kullal menyebutkan (dalam 1999, II: 546-547): “Tuhan selalu melihat atas tindakan Bahaudin dan tidak pantas bagi manusia (muridnya yang bertanya itu) bertanya tentang apa yang disukai Tuhan”; dan dia juga menyebutkan “tindakan-tindakan Bahaudin terinspirasi oleh Tuhan dan berdasarkan kebijaksanaan ilahiah, sedangkan segala tindakannya tersebut, tidak dilakukannya berdasarkan keleluasaan kemanusiannya (ikhtiyar).”
Yusuf bin Ismail an-Nabhani (JKA, I: 601) menyebutkan sebagian keramat Sayyid Amir Kullal al-Bukhari, berdasarkan cerita dari ibu Sayyid Amir Kullal sendiri, yang berkata: “Ketika aku sedang hamil, setiap kali aku akan makan sesuatu yang meragukan, aku menemukan diriku tersiksa. Tatkala hal ini berulang-ulang terjadi dalam persoalan ini, aku mengambil jalan berhati-hati dalam makananku. Maka aku tidak menemukan sesuatu setelah itu, dan aku berharap dengan hal itu menjadi baik dan berkah (dalam makanan yang aku makan).”
Sayyid Amir Kullal selain berkecimpung dalam bidang tarekat, juga menekuni cabang mushara`ah (olahraga gulat), dan suatu ketika dia berkumpul dengan para ahli yang berani dan ahli petarung. Karena hal itu, ada seseorang yang khawatir (dan berfikir) karena dia adalah seorang sayyid dan syarif, bagaimana bisa dia menyibukkan dirinya dengan mushara`ah dan berjalan di jalannya para ahli bathil? Setelah itu laki-laki itu tertidur, dan melihat dalam tidurnya bahwa hari kiamat telah datang. Dia merasa mengalami kesulitan dan tenggelam sampai dadanya, dia mengalami berbagai kesulitan besar. Maka (dalam mimpi itu) datanglah Sayyid Amir Kullal kepadanya dan membantunya, dan Sayyid Amir Kullal berkata: “Apakah engkau mengetahui himmahku dan apa makna mushara`ah (gulat)?”
Tatkala Baba Samasi wafat, Sayyid Amir Kullal menggantikannya sebagai khalifahnya, dan membimbing para murid untuk mengamalkan tarekat. Dan, Sayyid Amir Kullal sendiri memiliki banyak murid dan khalifah, tetapi yang meneruskannya sampai kepada silsilah Naqsyabandiyah adalah Syah Naqsyaband. Sayyid Amir Kullal al-Bukhari memiliki beberapa anak dan wafat pada tahun 772 H. (1371 M.). [Nur Khalik Ridwan]
Selanjutnya baca: Masyayikh Tarekat (15): Khawaja Muhammad Baha’udin Naqsyabandi
Leave a Review