scentivaid mycapturer thelightindonesia

Masyayikh Tarekat (16): Khawaja Muhammad Ala’udin Athar (802 H./1399 M.)

Masyayikh Tarekat (16) Khawaja Muhammad Ala'udin Athar (802 H.1399 M.)

Khawaja Muhammad Ala’udin Athar

Baca: Pengantar Sejarah Ringkas Masyaikh Tarekat Naqsyabandi

Baca Juga Sebelumnya: Masyayikh Tarekat (15): Khawaja Muhammad Baha’udin Naqsyabandi


Khawaja Muhammad Ala’udin Athar (802 H./1399 M.)

Para murid Syah Naqsyaband atau Khawaja Muhammad Baha’udin an-Naqsyabandi al-Uwaisy al-Bukhari, yang paling terkenal ada tiga orang: Khawaja Ala’udin Athar, Khawaja Ya’qub al-Jarkhi, dan Khawaja Muhammad Parsa. Tiga guru tersebut menjadi rantai silsilah penting dalam beberapa silsilah Naqsyabandiyah di dunia Islam.

Tentang Khawaja Muhammad Ala’udin Athar, dalam beberapa sumber yang menyebut biogrfinya, seperti kitab ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha (TNWA, 1987: 153) disebutkan nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad Ala’udin al-Bukhari al-Khawarizmi al-Athar. Dilahirkan di Bukhara, tetapi tidak disebutkan tahunnya. Ayahnya, wafat dengan meninggalkan beberapa anak dan warisan, dan Muhammad Ala’udin memberikan warisannya kepada saudaranya, kemudian menyibukkan diri dengan mencari ilmu di Bukhara. Di Bukhara, Muhammad Ala’udin menjadi murid Syah Naqsyabandi, dan mengikuti tarekatnya, serta dinikahkan dengan putrinya. Oleh karena itu, Khawaja Muhammad Alaudin Athar sangat dekat dengan gurunya, bukan hanya sebagai murid, tetapi juga menantu. Beliau mengisi waktu-waktunya dengan muraqabah, mencapai shahwu, sesuatu yang lebih sempurna daripada alghaibah, menurut sebagian imam sufi.

Di antara beberapa nasihat Khawaja Muhammad Ala’udin Athar, seperti dikutip dalam at-Thariqah an-Naqsyabandiyah dan kitab Al-Hadaiq al-Wardiyah adalah:

“Yang dimaksud dari riyadhah adalah menafikan hubungan nafsaniyah dan melakukan tawajjuh sampai ke alam arwah dan hakikat”;

“Sebaiknya murid berpegangan pada yang zhahir melalui tali Allah (syariat), dan di dalam bathin berpegangan kepada Allah, mengumpulkan keduanya adalah keharusan (lazim).”

Kepada murid-murid Naqsyabandiyah, Muhammad Ala’udin Athar memberi nasihat: “Aku menanggung setiap orang yang masuk ke tarekat ini, sebagai muqallid, supaya menjadi muhaqqiq, sebagai keharusan, karena sesungguhnya tuan kami (guru kami) Syah Naqsyabandi, memerintahkanku untuk mengikutinya, dan setiap apa yang telah aku kerjakan dan akan aku kerjakan, dengan mengikuti petunjuk Syah Naqsyaband aku menemukan hasilnya di dalam al-hal.”

Khawaja Muhammad Ala udin Athar wafat pad tahun 802 H. (1399 M.), dimakamkan di Jafaniyan, yang juga masuk wilayah Bukhara. Beliau meninggalkan banyak murid, yang menjadi penggantinya, di antaranya dalam Al-Hadaiq al-Wardiyah (2002: 208-212), disebutkan: Syekh Hasan al-Athar (anaknya), Syekh Hisyamudin Yarisya al-Balkhi, Syekh Abu Said, Syekh Abdullah al-Imam asy-Syami, Syekh Umar al-Maturidi, Syekh Ahmad Miskam, dan Syekh Abul Mayamin Jamaluddin Darawisy Ahmad bin Jalaludin Muhamamd as-Samarqandi, Sayid Syarif al-Jurjani, dan Syekh Nizamudidn Khumusy. [Nur Kholik Ridwan]


Selanjutnya baca juga: Masyayikh Tarekat (17): Khawaja Ya’qub al-Jarkhi (762-850 H./1360-1446/7 M.)

Nur Kholik Ridwan
Intelektual muda pesantren kelahiran Banyuwangi. Pengarang Buku Sejarah Lengkap Wahhabi: Perjalanan Panjang Sejarah, Doktrin, Amaliah, dan Pergulatannya.