scentivaid mycapturer thelightindonesia

Melalui Pesan Petatah-Petitih Orang Minangkabau Memperjuangkan Perdamaian

Petatah-Petitih Orang Minangkabau Petatah-Petitih Orang Minangkabau Petatah-Petitih Orang Minangkabau Petatah-Petitih Orang Minangkabau

Oleh: Harfani

Perdamaian Adalah Hakiki dari Penyelesaian Perang

Walaupun dalam sejarah, Minangkabau sudah mengalami keseringan terjadinya peperangan, dari perang melawan bangsa lain, penjajah dan perang melawan saudara sendiri, kemudian setelah itu ada yang kalah dan menang hingga akhirnya ada juga di akhiri dengan perdamaian. Kesemua ini membuat orang-orang Minangkabau dewasa pada pemikiran, sikap, dan tindakan karena bagi mereka, perang bukanlah bentuk penyelesaian masalah akan tetapi adalah salah satu langkah untuk menempuh tujuan perdamaian.

Kita sebut saja invasi pasukan kerajaan Majapahit ke Minangkabau pada tahun1409. Invansi ini berakhir dengan terjadinya banyak runding antara kedua kubu karena memang sewaktu perang itu lebih meminimalisir kerugian dan mengedepankan rasa kemanusiaan hingga berakhir pada adu kerbau antara kedua belah pihak sebagai pengganti perang.

Begitu jua dengan peristiwa Batu Batikam yang terjadi di Lima Kaum kabupaten Tanah Datar. Peristiwa yang telah mengorbankan dua pandangan berbeda, dua sistim, dua tujuan berbeda yang membuat Datuak Parpatiah nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan. Keduanya mengakhiri perseteruan tersebut dengan komitmen akhir yang meninggal jejak perdamaian ‘Batu Batikam’.

Baca Juga: Islam di Sumatra Barat yang Sedang Sial

Kemudian pada Perang Paderi selama 23 tahun dari 1803-1838 yang dilakukan oleh kaum Paderi. Bagi kaum Paderi prrang ini bertujuan untuk menumpas kemaksiatan dan kelaliman yang di lakukan oleh kaum adat. Dan pada akhirnya, Perang Paderi yang lama dan menguras pikiran dan nyawa selesai di tangan kolonial Belanda dengan sangat bermuatan politik dan kepentingan.

Pada masa-masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Orde Lama, orang-orang Minangkabau pada wilayah Sumatera bagian tengah yang termasuk padanya Riau dan Jambi telah berperjuang atas ketidakadilan yang di lakukan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Perjuangan ini dipicu oleh adanya ketidak sama-rataan pembangunan terhadap wilayah Sumatera Tengah. Kemudian peristiwa ini dinamakan dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang terjadi pada tahun 1958. Hingga dari peristiwa tersebut penafsiran dari orang-orang pemerintah pusat kepada orang-orang Minangkabau dan wilayah Sumatera Tengah sebagai perlawanan pada pemerintahan Soekarno.

Sungguh benar orang-orang Minangkabau tidak asing dengan peperangan dan sungguh benar perdamaian menjadi fenomena di Minangkabau hingga orang-orang Minangkabau bisa berlapang dada akan hal itu. Belum lagi keadaan yang terjadi pada rakyat Indonesia pada saat ini seperti ketakutan, teror, pembunuhan, intoleransi, begal, konflik agraris, konflik agama, konflik suku, kejahatan kemanusiaan yang dibalut dengan motif isu PKI, intoleransi, terorisme dan radikalisme juga dialami oleh rakyat Minangkabau membuat kita semua harus bijaksana menyikapi hal itu.

Si vis pacem, para bellum (“Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“), sebuah Peribahasa Latin mengatakan demikian dan menjadikan ini paradigma perdamaian menurut orang Eropa (latin). Seterusnya sebuah perjalanan hidup orang-orang Minangkabau sudah menjawab akan peribahasa latin tersebut dan menjadikan perdamaian sebagai ‘jalan alternatif’ untuk menyelesaikan semua pertikaian dan konflik. Sungguh perdamaian menjadi fenomena pada sepanjang sejarah kehidupan orang orang Minangkabau

Kemanusiaan yang Menumbuhkan Perdamaian

Dan jika seseorang menyelamatkan satu jiwa, maka dia seolah-olah telah menyelamatkan jiwa seluruh umat (Q.S al-Maidah 5: 35).

Dulukalah kesadaran untuk selalu menjaga keseimbangan sosial. Dalam konteks perdamaian, menjadi prioritas bagi orang Minangkabau dengan meninggikan rasa persaudaraan kepada semua aspek yang ada pada orang-orang Minangkabau. Agar kehidupan orang-orang Minangkabau akan menjadi stabil.

tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum aia.

Kesadaran tinggi bahwa pada kehidupan ada esensi kemanusiaan yang slalu menumbuhkan perdamaian. Orang-orang yang mengorbankan nyawanya dan materi untuk kehidupan seseorang. Orang tersebut sudah berarti menyelamatkan dan melindungi orang-orang lemah yang tidak mampu berperang, tidak mampu ekonomi, tidak mampu pada kecerdasannya dan tidak mampu fisiknya agar bisa punya kesamaan dengan yang lain.

Yang harus sama-sama diketahui, selama ini keluhuran sikap perdamaian yang tumbuh dengan dasar kemanusiaan begitu menjadi karakter permanen pada diri orang-orang Minangkabau. Inilah yang membuat orang-orang Minangkabau tersebut bisa menerapkan sikap kebersamaan kapanpun dan dimanapun.

Menciptakan Perdamaian dengan Paradigma Petatah-Petitih

Keseharian orang-orang Minangkabau yang hidup di tengah-tengah atmosfer adat yang mengakar membuat orang-orang Minangkabau berkomunikasi menyisipi “petatah petitih” kepada semua orang, pada mamaknya, kemenakannya, kantinya dan datuaknya. Komunikasi itu selalu pada kerangka “kato nan ampek“. Petatah-petitih yang digunakan oleh orang-orang Minangkabau sudah menjadi “pegangan hidup” karena pada petatah-petitih itu mengandung nilai-nilai keluhuran hati, sopan santun, berjiwa besar dan perihal kegunaan hingga akan menimbulkan rasa-rasa perdamaian.

Kemudian petatah-petitih adalah serangkaian kalimat atau ungkapan yang mengandung unsur estetika yang mulia, pengertian yang dalam, tepat, halus dan kiasan yang mencerminkan diri yang paling luhur pada orang Minangkabau. Kemudian pada petatah petitih akan menjadi khazanah budaya lisan yang khas yang membangun karakter pribadi orang-orang Minangkabau.

Menurut Semi (1993:35) jenis sastra lisan yang terdapat di daerah Minangkabau adalah petatah-petitih, pituah, pantun, mantra, teka-teki, kaba dan syair. Di antara semua itu jenis sastra lisan yang sangat tinggi nilai kebergunaannya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau adalah petatah-petitih.

Pembuktian bahwasanya petatah-petitih sebagai Kearifan lokal -yang merupakan warisan masa lalu menjadi tradisi yang dilaksanakan oleh individu maupun kelompok dalam suatu wilayah kecil dan atau luas di Minangkabau- membuat petatah-petitih memiliki muatan nilai penghormatan pada sesama makhluk, alam semesta dan yang Maha Kuasa yang ditujukan untuk mencapai kebaikan manusia. Petatah-petitih yang merupakan Kearifan lokal adalah kekayaan budaya yang tumbuh dikenal, dipercayai, atau diakui, sebagai elemen penting yang mampu mempertebal ikatan antar warga masyarakat.

Selama ini orang-orang Minangkabau nyinyia (nyinyir) pada keseharian hidupnya, dengan menggunakan petatah-petitih orang-orang Minangkabau tidak pernah kehabisan ota (obrolan) untuk ngobrol dan berdialektika kepada siapapun. Sedikit saja yang berubah pada situasi orang Minangkabau akan segera bertindak dengan lisannya supaya sesuai patut dengan ketentuan. Secara global petatah-petitih Minangkabau yang menjadi rujukan kuat untuk menyampaikan pesan perdamaian di antaranya:

1.Tenggang Raso

Bajalan paliharo kaki , bakato paliharo lidah, kaki tataruang inai padahannyo , lidah tataruang ameh padahannyo, bajalan salangkah madok suruik, kato sapatah dipikiakan, nan elok dek awak katuju dek urang, lamak dek awak lamak dek urang, sakik dek awak sakik dek urang”.

Prinsip kehati-hatian terlihat jelas pada petatah- petitih ini, menghadirkan keseimbangan nilai emosi dan nilai sikap. Tujuaanya, membuat apapun yang dilakukan seseorang harus dimulai dengan pikiran matang sehingga tidak terjadi akibat yang jelek pada bersikap dan bertindak.

Baca Juga: Paderi vs Wahabi: Catatan Surau Mengenai Paham Keagamaan Ulama Paderi

2.Antisipasi

Tahu di kilek baliuang nan ka kaki, kilek camin nan ka muko, tahu jo gabak di ulu tando ka ujan, cewang di langik tando ka paneh, ingek di rantiang ka mancucuak, tahu di dahan ka maimpok, tahu di unak ka manyangkuik, pandai maminteh sabalun anyuik”.

Sudah memikirkan dan berfikir sesuatu yang akan terjadi adalah sikap yang membuat kita akan terhindar dari masalah karena dengan menumbuhkan sikap antipati akan meminimalisir masalah. Kehidupan manusia akan bertemu dengan berbagai masalah maka dari itu problem solving sangat dibutuhkan untuk sebelum bertemu masalah dan ketika berhadapan dengan masalah tersebut dan petatah petitih merupakan problem solving.

3.Memikirkan resiko sebelum bertindak

Bakato bapikia dulu, ingek-ingek sabalun kanai, samantang kito urang nan tahu, ulemu padi nan ka dipakai

Kita yakin setiap tindakan yang dilakukan akan bermuara pada akibat, ada akibat baik dan ada berakibat resiko, dengan mempergunakan pikiran yang dalam resiko yang akan menimpa kita bisa menghindarinya.

4.Budi baik sumber kedamaian

Dek ribuik rabah lah padi, di cupak Datuak Tumangguang, Hiduik kok tak babudi, duduak tagak kamari cangguang, Rarak kaliki dek binalu, tumbuah sarumpun di tapi tabek, kalau habih raso jo malu , bak kayu lungga pangabek”.

Kehidupan yang damai, menjadi idaman Adat Minangkabau dan orang-orangnya karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan dan kehidupan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basabasi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi pekerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah. Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh orang-orang Minangkabau. Pada budi pekerti akan mengikis rasa malu, rasa dendam, rasa iri dan sifat kejahatan lainnya.

5. Mengukur Peristiwa yang Akan Terjadi

Alun rabah lah ka ujuang, Alun pai lah babaliak, Alun di bali lah bajua, Alun dimakan lah taraso

Pepatah-petitih yang satu ini menjelaskan bagaimana hidup kita harus berakal, terukur dan berjangka. Singkatnya hidup harus mempunyai visi, berpikir jauh ke masa depan. Seperti, alun dimakan alah taraso yang bermakna belum dimakan sudah terasa, makanannya belum dimakan tapi sudah terbayang bagaiman rasanya. Begitulah hidup seharusnya mempunyai visi dan tau kemana arah dan tujuan. Semua terencana dan direncanakan dengan baik.

Kecakapan orang-orang Minangkabau dengan mahir berkata-kata melalui petatah-petitih bukti bahwasanya orang-orang Minangkabau memperoleh pendidikan komunikasi dengan capaian berbahasa tinggi dengan petatah petitih. Kita akan takjub dengan rangkuman kata-kata orang Minangkabau yang termaktub pada petatah-petitihnya. Mereka telah mampu menciptakan paradigma hidup yang mengikat pada muara perdamaian. Kemudian Keelokkan performance, tujuan, tutur kata dan sikap yang terkandung pada petatah-petitih sangat bermuatan narasi perdamaian. Ini merupakan kunci bagi orang-orang Minangkabau untuk terus memperjuangkan perdamaian.[]

Harfani, menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ekonomi islam di STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi (sekarang IAIN Bukittinggi) pada tahun 2014, selesai kuliah melanjutkan pekerjaan-pekerjaan profesional yang sesuai dengan disiplin ilmu dan passion hingga sampai sekarang. Pernah menjadi finalis pada lomba karya tulis ilmiah dengan tema “Membangun Sumatera Barat” di selenggarakan oleh Presiden Institut pada tahun 2014. Menjadi inisiator dan pendiri Aksi Kamisan Bukittinggi pada tahun 2018. Sekarang banyak menghabiskan waktu dan bergiat pada gerakan advokasi HAM dan demokrasi dan masih terus belajar menulis dan menciptakan narasi yang berbeda dengan orang lain. Memiliki motto hidup in solitude in revolution dan silahkan kunjungi blog pribadi harfanisme.wordpress.com untuk melihat dan membaca pemikiran saya.

Harfani
Harfani, menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ekonomi islam di STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi (sekarang IAIN Bukittinggi) pada tahun 2014, selesai kuliah melanjutkan pekerjaan-pekerjaan profesional yang sesuai dengan disiplin ilmu dan passion hingga sampai sekarang. Pernah menjadi finalis pada lomba karya tulis ilmiah dengan tema “Membangun Sumatera Barat” di selenggarakan oleh Presiden Institut pada tahun 2014. Menjadi inisiator dan pendiri Aksi Kamisan Bukittinggi pada tahun 2018. Sekarang banyak menghabiskan waktu dan bergiat pada gerakan advokasi HAM dan demokrasi dan masih terus belajar menulis dan menciptakan narasi yang berbeda dengan orang lain. Memiliki motto hidup in solitude in revolution dan silahkan kunjungi blog pribadi harfanisme.wordpress.com untuk melihat dan membaca pemikiran saya.