Hijrah Masa Esok
Momoment tahun baru hijriyah ini sebagai moment kebangkitan kita menuju masa esok yang lebih baik, kebahagiaan yang sempurna dan perubahan yang penuh makna. Karena, diantara makna hijrah Nabi dahulu adalah ikhtiar beliau mengubah masa depan Islam umumnya dan pengikut Nabi pada umumnya menuju masa depan yang lebih baik demi kejayaan Islam di muka bumi ini. Bukankah moment perubahan dari suasana yang kelam, terancam dan terusir menuju kepada suasana yang merdeka, bebas dan damai. Karena, di samping hijrah Nabi ke Madinah ini adalah hijrah perintah Allah swt, hijrah ini juga punya arti strategis yang sangat besar bagi keberadaan Islam di bumi ini. Setelah pengikut-pengikut Nabi disiksa, diancam dan diusir oleh kaum kafir Mekkah, Nabi diperintahkan oleh Allah untuk hijrah ke Madinah. Sebuah tantangan sekaligus tawaran yang lumayan berat, karena pada waktu itu, Nabi dan pengikutnya seperti terkepung dan terkekang oleh kelompok-kelompok kafir Mekkah yang jumlahnya lebih besar. Namun, dengan bimbingan dan arahan dari Allah swt., akhirnya Nabi beserta pengikutnya berhasil keluar dari siksaan, ancaman dan kepungan orang-orang kafir Mekkah itu.
Spirit hijrah memberikan petunjuk kepada umat Islam, untuk mengisi hidup dan kehidupan ini, maka segala potensi yang kita miliki haruslah kita daya gunakan semaksimal mungkin ke arah hal-hal yang bernuansa positif sehingga menjadi ladang amal saleh, yang Allah rida dengannya dan juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk untuk dirinya sendiri. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai motivasi atau niat. Hal ini pernah ditegaskan oleh Rasulullah, ketika seorang sahabatnya ikut berhijrah dari Makkah ke Madinah. Ketika Nabi berhijrah bersama-sama sahabatnya, motivasi utama yang memicu dan mendorong mereka adalah karena ingin memperoleh ridla Allah swt.
Menjelang hijrah kaum muslimin berada pada posisi yang lemah dan teraniaya, namun karena keyakinan yang amat dalam bahwa Allah akan menolong dan membantu mereka, maka tak pernah sirna dalam sanubari mereka bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, dan mareka pasti akan memperoleh kemenangan. Berhijrah bagi mereka adalah sama halnya dengan berpindah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik. Masa depan yang gemilang terbayang-bayang di pelupuk mata, kehidupan yang lebih baik, damai dan sejahtera telah menunggu mereka. Jadi hijrah tersebut dapat kita maknai dengan berpindah dari suatu keadaan/situasi kepada keadaan/situasi yang lebih baik, situasi yang lebih menguntungkan, situasi yang lebih kondusif untuk memaksimalisir pendayagunaan segala potensi diri yang kita miliki, mendayagunakan umur yang masih tersisa, mendayagunakan harta yang kita miliki, mendayagunakan ilmu serta ketrampilan yang kita kuasai, sehingga hidup dan kehidupan kita lebih bermakna dari hari-hari sebelumnya.
Hijrah Nabi saw telah berlalu 14 abad yang lalu, namun dari hijrah dan celah-celah peristiwanya, banyak sekali pelajaran yang dapat kita petik, oleh sebab itu mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang kita miliki didayagunakan semaksimal mungkin, agar hidup dan kehidupan kita akan lebih bermakna dan berarti, serta di akhirat kelak akan beroleh kebahagiaan yang lebih hakiki, dan lebih permanen. Oleh sebab itu, spirit hijrah untuk masa yang akan datang, merupakan sebuah planning untuk meraihi masa esok yang lebih baik bagi umat Islam, sehingga hijrah grand strategi yang harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peristiwa hijrah merupakan sebuah peristiwa yang sangat bersejarah dan diabadikan dalam tarekh Islam dengan menjadikannya sebagai awal kalender Islam. Memang kalau dilihat secara fisik, peristiwa hijrah hanyalah merupakan peristiwa biasa yang merupakan perpindahan dari Kota Makkah ke Kota Madinah, tetapi kalau dilihat secara non fisik, maka peristiwa hijrah adalah merupakan strategi besar (grand strategi) jangka panjang dan bertahap dalam rangka menuju tegaknya syari’at Islam. Peristiwa hijrah adalah merupakan strategi besar dalam rangka tegaknya syari’at Islam yang dimulai dengan tahapan-tahapan, sebagai berikut:
- Pembangunan prasarana dan sarana pokok sosial kemasyarakatan, membangun masjid sebagai langkah awal yang ditepuh oleh Nabi sesampainya di Madinah yang berfungsi sebagai tempat beribadah, balai pendidikan, forum pertemuan dan tempat dialog, tempat mengadili perkara dan penyelesaian sengketa serta tempat melakukan berbagai acara kemasyarakatan lainnya, dari sini dapat dikatakan dari serambi masjid menuju tatanan masyarakat berperadaban.
- Integrasi dan stabilisasi, Madinah masyarakatnya majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok, latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda, yang hidup dalam suasana perpecahan dan pertikaian. Maka Nabi mengambil langkah-langkah ansipatif dan strategis yang sangat arif dan bijaksana di antaranya; mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum Anshar, dan mendamaikan suku-suku yang bermusuhan dengan membuat perjanjian diantara suku-suku yang bertikai, serta memberikan hak yang sama kepada semua orang, bebas memeluk agama masing-masing.
- Pembangunan ekonomi dan sosial, karena keberhasilan pada tiap integrasi meletakkan dasar bagi tahap pembangunan ekonomi sosial. Kaum Muhajirin yang melarat akibat pelarian dari Makkah mendapat bantuan dan pekerjaan dari Anshar. Kekeluargaan antara petani Anshar dengan Muhajirin yang terdiri dari pedagang dan ahli dalam berbagai bidang, mendorong pembangunan ekonomi dan pemerataan.
- Pembentukan kelembagaan dan pranata sosial, sebab pelembagaan merupakan langkah yang melekat pada semua tahap dalam strategi hijrah. Setiap langkah norma, ketentuan dan kebijaksanaan strategi disertai dengan pengukuhan formal dalam berbagai bentuk. Pelembagaan tersebut, yang paling tinggi adalah Qur’an kemudian Hadis. Di samping itu berbagai pranata sosial seperti institusi persaudaraan, perangkat hukum, peraturan serta perjanjian.
Baca Juga: Membentuk Masyarakat Madani dari Spirit Hijrah Bag-
Hijrah Pembentukan Masyarakat Madani
Dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis, tentu diperlukan terciptanya masyarakat madani, yang ditandai dengan adanya keterbukaan di bidang politik. Kehidupan masyarakat madani memiliki tingkat kemampuan dan kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan sosial. Masyarakat madani sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembaga-lembaga yang mandiri dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu masyarakat Saba’, pada masa Nabi Sulaiman as, dan masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Nabi Muhammad saw beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Piagam Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah saw sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan mereka, pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreativitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus tanpa mengenal lelah.
Bila dikaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Baca Juga: Kajian Hadis Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu
Konsep masyarakat madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi sebuah negara yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual.
Penentuan tahun baru Islam yang dihitung semenjak hijrah Nabi ke Kota Madinah, tentunya ada nilai-nilai yang ingin disampaikan dan yang perlu ditonjolkan dalam konteks membangun masyarakat madani, oleh karena itu sebagai warga Negara Indonesia yang notabanenya adalah mayoritas beragama Islam, bagaimana momentum tahun baru hijriah ini digunakan untuk merubah karakter moral yang kurang baik, menuju karakter bangsa yang berperilaku baik dan indah demi terwujudnya masyarakat madani. Kita harus mampu memahami sekaligus mewujudkan makna terpenting hijrah ini dalam realitas kehidupan saat ini, jangan hanya menjadikan datangnya Tahun Baru Hijrah yang tidak memberikan makna apa-apa bagi kehidupan ini.
Merefleksikan diri dari perjalanan hijrah Nabi yang kemudian sampai terbentuknya masyarakat yang beradab dan bermatabat tentu perlu kiranya direalisasikan di Indonesia dengan arti menghijrahkan diri kita sebagai bangsa. Salah satu caranya mengkoreksi diri kita, membangun cara pandang, mental dan kepribadian bangsa ini itu sendiri.
Niat yang benar untuk hijrah, harus bisa meninggalkan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan bersama, dan kepentingan umat. Jangankan untuk keluar dari Kota Makkah, untuk keluar dari rumah kita saja kita masih berat. Rumah di sini adalah keakuan, ananiyah atau egoisme, yang berti juga nafsu. Untuk berhijrah kepada kehidupan yang lebih baik, kita harus mampu meninggalkan nafsu berkuasa, sifat tamak dan serakah serta keangkuhan yang menganggap kita yang paling benar. Kita harus bersedia menerima orang lain dan berbagi dengan mereka kaum papa. Karena melawan nafsu adalah jihad terbesar, karena dia menjadi penentu dalam perjalanan kita.
Penutup
Dari uraian di atas dapat diambil disimpulkan:
- Hijrah membawa pengertian yang luas yakni keluar dari medan perjuangan yang sempit ke gelanggang yang lebih luas dan pemisah di antara yang hak dengan yang batil, atau perpindahan kepada hidup yang lebih baik, lebih maju, lebih mulia dan lebih bermakna, lebih bermatabat serta berada dalam lingkungan rahmat dan keredhan Allah swt.
- Keinginan untuk berhijrah di dalam Islam harus dilandasi spirit memperoleh kebaikan yang lebih baik dan bermakna. Seorang Muslim hendaknya memaknai hijrah tidak hanya sebatas peristiwa sejarah belaka, tapi juga memaknai hijrah sebagai peristiwa yang mengandung spirit kehidupan bermanfaat.
- Hijrah Nabi saw dan sahabatnya telah melahirkan masyarakat yang mempunyai beradaban yang tinggi dan bermatabat.[]
Leave a Review