Ketika pulang kampung lebaran Idul Fitri dua bulan yang lalu, kami bersama istri menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan salah seorang guru dan mursyid kami, Buya Amilizar Amir Hafizahullah, seorang guru yang alim secara lahir dan batin. Pakar Ilmu Kalam, Fikih, Ushul, dan tata bahasa Arab serta mendalami Ilmu tasawuf. Beliau juga dikenal sebagai seorang mursyid dalam tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyyah yang bersurau di Jorong Lompatan, Nagari Barulak, Kecamatan Tanjung Baru, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Dalam Ilmu Syariat beliau pernah berguru langsung dengan Syekh Sulaiman Arrasuli, salah seorang ulama besar dan pendiri PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), salah satu organisasi yang bergerak di bidang sosial keagamaan yang lahir dan berkembang di daerah Sumatera Barat sejak 5 Mei 1928. Buya Amilizar Amir bertalaqi dengan Syekh Sulaiman setelah diperintahkan oleh guru beliau yang lain, Syekh Amran Asshamad yang juga merupakan murid senior Syekh Sulaiman.
Sementara itu, dalam Ilmu hakikat beliau mendapatkan ijazah dari gurunya, Syekh Kanis Tuanku Tuah yang lahir pada tahun 1911 dan wafat pada tahun 1989 dalam usia 78 tahun. Syekh Kanis juga salah seorang ulama besar PERTI dan pernah menjadi ketua Persatuan Tarekat Muktabarah pada tahun 1976. Selain itu, beliau adalah menantu dari Syekh Muhammad Jamil Jaho dan murid dari Syekh Sulaiman Arrasuli. Beliau bersurau di daerah Batu Tanyuah, Batu Hampar, Kabupaten Lima Puluh Kota.
Syekh Kanis berguru dan mendapat ijazah irsyad dari Syekh Muda Abdul Qadim Balubus yang lahir pada tahun 1878 dan wafat pada tahun 1957 dalam usia 79 tahun. Beliau merupakan madar sanad (pusat silsilah) tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyyah di daerah Sumatera Tengah yang muridnya berasal dari berbagai penjuru negeri, mulai dari Sumatera Barat hingga ke Sumatera Utara. Selain mendapat ijazah tarekat Naqsyabandi, beliau juga pakar dan mendapat ijazah dalam tarekat Sammaniyah dari gurunya Syekh Abdurrahman al-Khalidi (Syekh Kumango), Tanah Datar.
Dalam tarekat Naqsyabandi, beliau mendapat ijazah dari beberapa orang mursyid, di antaranya Syekh Abdurrahman Batuhampar ibn Abdullah al-Khalidi (1783-1899 H), Syekh Muhammad Saleh Padang Kandih (W. 1912), Syekh Ibrahim al-Khalidi Kumpulan (1764-1914 H), Syekh Ismail al-Khalidi Simabua’. Namun yang masyhur tersebut dalam sanad tarekat Naqsyabandi (yang dimiliki oleh Buya Amilizar), beliau mengaitkan sanadnya kepada Syekh Muhammad Shaleh Padang Kandih.
Terkait dengan Syekh Abdurrahman Batuhampa, salah satu makam guru Syekh Muda Abdul Qadim Balubus yang sempat kami ziarahi, adalah seorang ulama kebanggaan Sumatera Barat yang berumur panjang. Beliau menghabiskan sebagian besar umurnya untuk menuntut ilmu di berbagai daerah, mulai dari Batusangkar, Sumbar, terus ke daerah Tapak Tuan, Aceh, lalu berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan sekaligus menuntut ilmu-ilmu keislaman di sana selama beberapa tahun.
Dalam Ilmu Tarekat, beliau mendapatkan ijazah dari salah seorang syekh mursyid di Jabal Abi Qubaisy, Mekah. Setelah itu, beliau pulang dan menetap di daerah Aceh beberapa saat dan kembali lagi ke Mekah hingga berumur 63 tahun. Setelah itu beliau kembali ke kampung halamannya, di Batuhampar, untuk mengembangkan ilmu yang sudah dipelajari dan menjadi mursyid Tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyyah hingga akhir hayatnya di usia 120 tahun. Surau beliau terletak di daerah Kampung Dagang, Batuhampar, Lima Puluh Kota, Sumbar.
Biografi lengkap dari Syekh Kanis Tuanku Tuah, Syekh Muda Abdul Qadim Balubus, dan Syekh Abdurrahman Batuhampa (yang merupakan rangkaian silsilah tarekat Naqsyabandi al-Khalidi) dapat dibaca secara utuh dalam buku “Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Luak Nan Bungsu, Luak Lima Puluh Kota” karya Angku Mudo Khalish Buya Apria Putra Faqiha Hilwa Masyithah. Buku ini pernah beliau hadiahkan kepada kami pada tahun 2014 silam dan menjadi wasilah kami dalam mengenal biografi ulama-ulama besar Sumatera Barat, khususnya di Luak Lima Puluah Kota. Jazahullah Khair al-Jaza’.!!
Adapun biografi Buya Amilizar Amir, yang kebetulan adalah guru kami sendiri, insyaAllah akan ditulis dalam edisi yang agak lengkap di lain waktu. Tidak ada tujuan lain dalam menuliskan memori ziarah ini, melainkan hanya sebatas tahadduts binni’mah karena telah dihubungkan oleh Allah dengan beliau dan ulama-ulama besar Minangkabau sebagai guru-guru beliau, sekalipun belum bisa meniru ataupun menjalankan amanat beliau secara penuh dan paripurna. Uhibbu al-Shalihin wa Lastu Minhum, Wa Arju An Anala Bihim Syafa’ah.!! []
*Tulisan ini pernah dimuat di ritvone.com tahun 2017
Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com
Leave a Review