al-‘Alamah Ismail Kalanbawi
Oleh: Maulizal Akmal
Dalam mempelajari agama, kita dituntut untuk mendalami dua ilmu Manqul dan Ma’qul. Karena Manqul tanpa ma’qul terlihat kosong, seperti dongeng. Jika hanya mengandalkan ma’qul tanpa manqul jadi sesat, tidak ada arah. Secara singkat, Ilmu manqul adalah Nash al-Qur’an dan Hadis sedangkan ma’qul ilmu yang dihasilkan dari perahan pikiran. Karena itu, ulama yang mampu menguasai ilmu manqul dan ma’qul dengan setara, tanpa condong ke salah satunya. Mempunyai kedudakan yang tinggi di sisi para ulama, karena ini sangat jarang, tapi ada, satu dari seratus dan kebanyakannya orang ajam.
Disini saya tertarik untuk mengenalkan satu sosok ulama yang diceritakan Syekh Zahid Kautsary dalam maqalahnya, yang hidup di masa pemerintahan Ottoman. Beliau mampu menguasai ilmu agama Manqul dan Ma’qul serta ilmu pengetahuan yang berkembang di masanya seperti ilmu Riyadhah (matematika dan sejenisnya) dan Ilmu Thab’iyah (ilmu pengetahuan alam).
Beliau adalah al-‘Alamah Ismail Kalanbawi. Nama aslinya Ismail bin Mushtafa bin Mahmud Al Kalanbawi. Beliau lahir pada tahun 1143 H di Kalanbah, salah satu daerah yang berada di kota Izmir terletak di ujung barat anatolia, Turki. Beliau adalah keturunan orang-orang berilmu dan berakhlak mulia. Ayah dan kakek-kakeknya adalah penanggung Jawab dalam pengajaran agama dan memberi fatwa di daerah itu.
Tapi, ayahnya wafat saat sang Imam masih anak-anak, sehingga tidak ada yang memotivasi dan mengajarkannya ilmu agama saat ia masih kecil. Jadinya, Kalanbawi kecil menghabiskan kesehariannya hanya untuk bersenang-senang dan bermain bersama teman-temannya. Hingga suatu hari, saat beliau sedang asik bermain dengan temannya, ia didatangi oleh salah seorang teman ayahnya dan menegurnya “hei nak, lihatlah dirimu, kau menghabiskan hari-harimu hanya untuk bersenang-senang dan bermain sedangkan ayah dan kakek-kakemu adalah adalah para ulama yang masyhur! Ternyata kata ini sangat berbekas di hati Kalanbawi kecil. Berangkat dari situ, beliau mulai belajar dan hadir di majlis-majlis di kampungnya dan setelah nenyelesaikan mabadi’-mabadi’ ilmu, beliau berangkat ke Istanbul untuk melanjutkan belajarnya.
Di sana, al-‘Alamah Ismail Kalanbawi berguru dengan beberapa masyaikh, bahkan di antaranya adalah ulama yang sangat tersohor, seperti al-‘Alamah Said Muhammd Amin bin Yusuf al-Anthaly atau lebih dikenal dengan sebutan Mufti Zadah. Mufti Zadah sering disebut-sebut sebagai Ayatullah, karena keluasan ilmunya serta kekuatan hafalan dan ke-daqiq-an pemahamannya, tak heran jika beliau digelari dengan Khizanatul Ulum (gudangnya Ilmu). Jadi, Agak kurang keren, jika hanya menceritakan Kalanbawi tanpa tahu cerita gurunya yang satu ini, tapi insyaallah akan hadirkan di tulisan selanjutnnya tentang Syekh Muhammad Amin bin Yusuf bin Ismail al-Anthaly (Mufti Zadah), Gurunya al-‘Alamah Kalanbawi.
Tidak banyak tulisan-tulisan yang memperkenalkan Imam Kalanbawi secara detail, hal ini sama seperti yang dikatakan Syekh Kautsary. Keterbatasan jarak waktu memang menyulitkan, kita hanya bisa menerka-nerka lewat karya seraya berdecak kagum atas karya yang luar biasa. Seperti kitab-kitabnya dalam ilmu Mantiq, Adab Bahast, ilmu Ushuluddin, al-Jabar, Matematika, Arsitektur, dll.
Di antara karya-karya al-‘Alamah Ismail Kalanbawi yang paling monumental adalah Hasyiyah Kabir ‘ala Syarah Adhudiyah karangan Jalaluddin ad-Dawany dalam ilmu Kalam. Kitab ini menjadi salah satu kitab kurikulum dars di Turki Ustmani saat itu, bahkan hingga sekarang banyak mukhasis ilmu Kalam yang sangat ber-inayah dengan kitab ini. Karena di dalamnya terdapat tahqiqan–tahqiqan yang tidak akan kita jumpai dalam kitab ulama Mutaqaddimin.
Selain itu, kitabnya yang paling populer adalah dua Hasyiyahnya atas syarahnya Abi Fattah terhadap Tahzib Mantiq dan Adab Bahast. Dua kitab ini tidak hanya populer, bahkan sangat dianggap penting oleh para ulama. lebih-lebih bagi pelajar yang akan menjadi peserta ujian Alimiah Kubra. Ujian, di mana para thalib yang telah menyelesaikan studinya terhadap 14 disiplin ilmu agama, akan dituntut untuk menguraikan masalah dan dalil-dalilnya, kemudian akan di munaqasyahkan oleh ulama-ulama besar, bukan main susahnya. Jika dibayangkan tentu lebih susah dari munaqasyah tesis S3 dan ujian baca kitab di dayah.
Nah, di saat-saat seperti ini, dua kitab Kalanbawi inilah manjadi solusi. Karena di dalamnya Syekh Kalanbawi mencoba memunaqasyahkan setiap masalah dan dalilnya, dari sudut setiap disiplin Ilmu, dari mantiq misalnya, ma’ani, bayan, dll. Dari kitab ini para pelajar dapat memahami metode pemahaman, mengkritisi serta cara menerima dan menolak pendapat dalam ilmu. Jadi, dengan membaca dua kitab Kalanbawi ini, para pelajar akan mudah lulus dalam ujian Alimiah Kubra.
Juga, di antara bukti ahlinya Syekh Ismail Kalanbawi dalam ilmu Riyadhah adalah seperti yang diceritakan Syekh Zahid Kautsary, ketika diselenggarakannya uji coba alat perang pada masa pemerintahan Sultan Salim III, terjadi sedikit masalah saat percobaan meriam. Peluru yang ditembakkan sama sekali tidak mengenai target, bahkan lucunya peluru malah terlempar jauh ke arah lain (penggunaan alat perang seperti meriam dan senjata api masih belum sempurna dan canggih seperti sekarang). Sultan pun marah, karena petugas militer tidak mengukur berat peluru dan kekuatan meriam serta jarak antara meriam dan target. Berkali-kali dicoba tetap gagal. Akhirnya, salah seorang menyusulkan untuk memanggil Imam Kalanbawi sebagai ahli dalam Mekanik dan Matematika. Walhasil, peluru meriam berhasil mengenai target setelah diperbaiki dan dihitung kembali dengan benar oleh Al ‘alamah Kalambawi. Ribuan tentara bertepuk tangan kepadanya, bahkan Syekh Kalanbawi juga mendapat hadiah dari Sultan.
Kejadian yang sama juga terjadi pada tahun 1201 H, ketika salah seorang Insinyur dari Prancis datang ke Turki dan menghadap menteri luar negeri untuk bertanya, adakah di Turki seseorang yang bisa memecahkan salah satu dari masalah Logaritma yang tidak bisa ia selesaikan, bahkan oleh ilmuan dari negerinya. Menteri membawanya ke tempat Imam Kalanbawi.
Namun, ketika tiba di sana insinyur Prancis terkejut bukan kepalang saat melihat rumah dan pakaian Imam, ia seperti tidak melihat sosok penting di sana. Sosok ahli Logaritma yang ia lihat sangat berbeda dengan ekspektasinya. Imam Kalanbawi tinggal di rumah yang sangat kecil dan hanya memakai baju tua dan kusut. Ya, wajar saja, itulah pakaian dan tempat tinggal ulama kita yang zuhud dan jauh dari cinta dunia. Karena merasa tidak meyakinkan, ia hanya meninggalkan kertas pertanyaannya di situ, kemudian pergi dan berjanji akan kembali lain waktu.
Baca Juga: Syekh Muhammad Zahid Kautsari; Ulama Besar Turki dan Muhaqqiq Handal Pada Masanya
Ketika kembali ke rumah Kalanbawi untuk kali keduanya sang Insinyur kembali terkejut, terkejutnya kali ini lebih dahsyat. Karena ia melihat sang Kalnbawi berhasil memecahkan masalah, bahkan Syekh Kalanbawi telah berhasil merumuskan seribu formula baru yang ditulis dalam dua maqalah. Bagaimana tidak terkejut, orang Eropa saja baru memulai mempelajari Logaritma, tapi penelitian Kalanbawi telah sejauh itu. Lantas Insinyur berdecak kagum terhadap Syekh, “jika ia tinggal di negeriku, harganya seperti harga emas,” bahkan ia meminta Kalanbawi untuk berfoto dengannya.
Namun demikian, nama Kalanbawi sangat jarang kita dengar dalam buku-buku Matematika di kampus, bahkan jika ada yang menyebutkan Logaritma orang-orang hanya akan ingat nama John Napier, Henry Briggs dan tokoh Barat lainnya. Ya, ini kesalahan kita sendiri, maklum saja kita sedang menjadi umat yang diatur, bukan mengatur dan keilmuan kita juga sedang melemah. Tapi, setidaknya sekarang kita telah mengenal Kalanbawi, selanjutnya baru kita pelajari dan sebarkan kitab-kitab beserta rumus-rumus yang telah dibuatnya.[]
Tulisan ini pernah dimuat juga di Serambi Salaf
Leave a Review