Mengqadha Hutang Puasa
Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan diwajibkan baginya untuk mengganti puasa tersebut. Kemudian jika ia meninggalkan puasa itu karena uzur syar’i, seperti karena sakit atau karena haid, maka kewajiban qadhanya adalah secara “tarakhi”. Artinya, ia tidak mesti langsung mengqadha puasa itu selesainya bulan Ramadhan, tetapi ia boleh mengakhirkannya di hari-hari yang lain, meskipun mempercepat qadha itu lebih baik.
Lalu apakah ada batasan untuk mengakhirkan itu? Jawabannya adalah ada.
Para ulama mengatakan kelapangan untuk mengqadha itu bukanlah seumur hidup, akan tetapi hanya terbatas sampai masuknya bulan Ramadhan berikutnya saja. Kalau lah ia masih belum mengqadha puasa itu sampai masuknya Ramadhan berikut tanpa ada uzur syar’i maka ia berdosa, dan hutang puasa itu tetap wajib ia qadha, kemudian kewajibannya bertambah yaitu membayarkan fidyah per harinya.
Berkata Ibnu Naqib dalam Umdatus Salik:
ومنْ لزمهُ قضاءُ شيءٍ منْ رمضانَ يندبُ لهُ أنْ يقضيَهُ متتابعاً على الفورِ، ولا يجوزُ أنْ يؤخرَ القضاءَ إلى رمضانَ آخرَ بغيرِ عذرٍ، فإنْ أخَّرَ لزمهُ معَ القضاءِ عنْ كلِّ يومٍ مدُّ طعامٍ
“Orang yang berkewajiban mengqadha puasa Ramadhan (karena uzur) disunatkan baginya mengqadanya langsung secara berturut-turut. Dan tidak boleh ia akhirkan qadha itu sampai Ramadhan berikutnya tanpa ada uzur, kalau ia akhirkan juga maka wajib hukumnya beserta qadha itu membayarkan satu mud makanan untuk setiap harinya”.
Baca Juga: Qadha Puasa dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Baca Juga: Hukum Berpuasa di Pertengahan Kedua Bulan Sya’ban
Wallahu ta’ala a’la wa a’lam
Leave a Review