Universitas Persatuan Tarbiyah
Baca Juga: Kenapa Persatuan Tarbiyah Tidak Punya Universitas?
Pada 26 Oktober 2017, saya menulis tentang Kenapa Persatuan Tarbiyah tidak punya universitas? Dalam rangka merespons itu, belakangan saya diberitahu bahwa telah ada wacana sebagian anak muda Persatuan Tarbiyah untuk membangun universitas. (Sebenarnya 2013 saya dengan beberapa orang telah membicarakan tentang universitas ini tapi tidak dilanjutkan karena kurang realistis).
Saya ditanya, soal ke mana saya setelah nanti selesai pendidikan doktoral, yang saya tangkap dari pertanyaan itu adalah (maaf), ada semacam sinisme seolah saya tidak punya tempat dan tidak bisa menjadi apa-apa tanpa ada Universitas Persatuan Tarbiyah itu, meski universitas itu belum ada. Ini tentu saja sangat subjektif.
Satu hal yang pasti, saya tidak akan mengambil keuntungan pribadi dari organisasi Persatuan Tarbiyah. Saya tidak akan membesarkan nama saya dengan menompang nama Persatuan Tarbiyah. Sebaliknya, saya akan membesarkan organisasi dengan kemampuan yang ada dan saya akan menopang organisasi Persatuan Tarbiyah. Itulah niat dan tekad saya sejak lama. Apalagi ketika melihat banyak orang mengambil keuntungan dari organisasi, baik keuntungan kekuasaan maupun ekonomi.
Bagaimana cara saya membesarkan Persatuan Tarbiyah? Duduk bersama dengan orang-orang yang punya kompetensi ‘ketarbiyahan’ dan sesuai dengan semangat Persatuan Tarbiyah adalah salah satu cara yang saya membesarkan Persatuan Tarbiyah yang telah saya lakukan sejak lama. Saya tidak memandang orang dari latar dan asal sekolah mereka, tapi dari gagasan dan semangatnya yang sama dengan Persatuan Tarbiyah.
Saya juga duduk bersama dengan orang, yang orang tua bahkan kakeknya pernah dan masih menjadi bagian dari organisasi Persatuan Tarbiyah. Juga dengan anak-anak muda yang berasal dari, pedesaan, yang keluarganya memegang erat tradisi ketarbiyahan. Dengan melihat tradisi yang menjadi pegangannya, saya tidak perlu bertanya dia tamatan dari mana. Apalagi bertanya tamat Tarbiyah mana.
Perjuangan panjang itu, pada akhirnya (2014) melahirkan istilah Tarbiyah manhajan wa laa madrasatan, Tarbiyah sebagai manhaj, bukan kumpulan orang-orang tamatan madrasah. Apalagi madrasa Tarbiyah, tidak. Istilah ini keluar dari orang yang mempunyai semangat yang sama (saya tidak menyebut nama di sini, karena kode etik jurnalistik, hehe).
Dengan semangat itu, ketarbiyahan seseorang tidak diukur dari asal sekolah, organisasi mahasiswa dan di mana ia mengabdi. Tapi dari gagasan dan caranya membesarkan organisasi, secara langsung atau tidak langsung.
Inilah yang akan menjadi semangat baru Persatuan Tarbiyah ke depan. Setidaknya bagi saya. Jadi tentang, ide universitas, tentu saja ide itu baik, hanya saja belum waktunya. Berikut alasan yang ingin saya kemukakan.
Bagi Persatuan Universitas memang penting, tapi jauh lebih penting dan realistis untuk saat ini adalah mengurai ketegangan yang terjadi di kalangan anak muda Persatuan Tarbiyah, terutama pasca islah. sambil membangun cara berpikir baru tentang Persatuan Tarbiyah ke depan.
Diakui atau tidak (selama ini) antar sesama alumni madrasa, alumni madrasah dengan surau, bahkan sesama penganut ideologi yang sama tapi beda afiliasi (masing-masing Tarbiyah dan Perti), ada ketegangan dan mungkin perang batin tanpa kesudahan. Sehingga sampai hari ini kita masih melihat ada klaim merasa lebih Tarbiyah dari yang lain dengan beberapa sekat seperti asal sekolah dan perbedaan pilihan organisasi semasa kuliah.
Kalau soal kader yang aktif di NU atau Muhammadiyah, mungkin kurang tepat kalau mereka disebut menumpang. Karena banyak dari mereka tidak dalam posisi sebagai tamu. Lebih tepat, disebut NU-Muhammadiyah berikut kadernya berpikir besar. Bagi kedua organisasi itu, asal sekolah dan latar organisasi tidaklah penting dari visi organisasi.
Sementara sebagian besar orang Persatuan Tarbiyah, terutama generasi baru, mereka berpikir kecil dan sempit yakni merasa lebih Tarbiyah dari yang lain, bahkan mempertanyakan ketarbiyahan pengurus resmi, dan orang-orang yang punya kompetensi soal ketarbiyahan, baik pemikiran dan sejarah. Ia dianggap bagian dari Persatuan ‘tarbiyah’ hanya karena dia tidak menyelesaikan pendidikan di madrasah. Ini kan aneh. Lebih aneh lagi, ini terjadi di kalangan generasi Persatuan Tarbiyah yang menyebut diri sebagai orang terpelajar. Dan tentu saja menyedihkan.
Baca Juga: Mayoritas Adalah Jamaah Persatuan Tarbiyah, Tunggu Dulu!
Dari semua itu, saya lebih kasihan dengan kader Tarbiyah yang menumpang di perahu orang lain, kepentingan kekuasaan di banyak kampus. Saya lebih sepakat membangun dan membesarkan perguruan tinggi Persatuan Tarbiyah yang ada dari pada membangun universitas baru. Ini lebih masuk akal untuk saat ini. Wallahu a’lam.
Terimakasih komentar da, Muhammad Sholihin
Saya berharap ada tulisan tentang pentingnya universitas Persatuan Tarbiyah dengan segala alasannya.
Ciputat, 03 November 2017
Muhammad Yusuf El-Badri
Leave a Review